Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799
PENGUMUMAN KULWAP YHPI
- Waktu : Rabu, 24 Mei 2023
- Pukul : 19.00 – 21.00 WIB
- Narasumber : Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog
- Tema : Menjadi Lebih Bahagia
- Moderator : Amida
Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI
Hari ini saya ingin mengajak Bapak/Ibu/Kakak-kakak sekalian untuk berdiskusi soal kebahagiaan/happiness nih ya. Semoga hari ini semuanya sedang dalam keadaan bahagia
Pertama-tama nih, saya mau kepo dong, kira-kira secara umum, Kakak-kakak semua akan memilih angka berapa ya kalau saya tanya, seberapa bahagia kah Anda?
- Extremely happy (feeling ecstatic, joyous, fantastic!)
- Very happy (feeling really good, elated!)
- Pretty happy (spirits high, feeling good)
- Mildly happy (feeling fairly good and somewhat cheerful)
- Slightly happy (just a bit above normal)
- Neutral (not particularly happy or unhappy)
- Slightly unhappy (just a bit below neutral)
- Mildly unhappy (just a bit low)
- Pretty unhappy (somewhat ‘blue’, spirits down)
- Very unhappy (depressed, spirits very low)
- Extremely unhappy (utterly depressed, completely down)
Secara umum lho ya, bukan hanya hari ini. Sekarang, kalau Kakak-kakak sekalian saya minta untuk membagi 100% yang dimiliki ke dalam 3 kategori : berapa persen merasa bahagia, berapa persen merasa netral, dan berapa persen merasa tidak bahagia, kira-kira berapa proporsinya?
Misalnya untuk saya, saya akan bilang 60% merasa bahagia, 20% merasa netral, 20% merasa tidak bahagia. Kembali, ini adalah gambaran umum, bukan hanya hari ini ya
Terima kasih untuk Bapak/Ibu/Kakak-kakak sekalian yang sudah mau berbagi. Pastikan secara rutin, minimal 2 minggu sekali kita cek ya berapa kadar kebahagiaan kita agar kita lebih aware dengan emosi-emosi kita
Di materi yang saya share kepada rekan-rekan sekalian di situ dituliskan bahwa formula untuk merasa happy menurut Dr. Seligman adalah H = S + C + V.
H di sini adalah kebahagiaan yang menetap, bukan sekedar kebahagiaan sesaat. S di sini adalah faktor warisan genetik (misalnya seseorang dengan temperamen positif biasanya memiliki orang tua yang juga positif), C adalah situasi-situasi yang mendukung, dan V adalah sesuatu yang bisa kita kontrol. Saya mau kasih disclaimer ya, dari hasil penelitian memang disebutkan kalau mereka yang menikah, berpendidikan tinggi, punya banyak uang, dst bisa lebih bahagia tapi itu tidak menjamin. Dalam artian, tidak semua yang menikah itu bahagia, misalnya, tapi mereka yang bahagia lebih banyak yang menikah. Jadi, jangan sampai ada di dalam kepala, ‘duh saya masih jomblo nih, ga mungkin happy’ ga begitu yaa
Nah, yang mau saya tekankan lebih lanjut adalah V ini atau gampangnya kita sebut emosi positif. Di sini, emosi positif kita bagi ke dalam 3 : emosi positif di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan. Banyak dari kita yang masih stuck di masa lalu alias gagal move on (eaaa ayo ngaku nih siapa yang termasuk di dalam sini) dan membuat kebahagiaan itu sulit diperoleh. Maka dari itu, kunci dari kebahagiaan masa lalu adalah : bersyukur dan memaafkan. Adakah yang mau berbagi tentang apa yang disyukuri dari masa lalunya?
Sekarang kita pindah ke kunci kedua ya, yakni memaafkan. Banyak dari kita juga yang terhalang kebahagiaannya karena masih menyimpan dendam atau menyesali apa yang sudah terjadi di masa lalu. Bagi rekan-rekan yang masih suka berpikir, ‘Coba kalau bla bla’ atau ‘Andai saat itu bla bla’ maka anda juga termasuk ke dalam kategori belum bisa memaafkan, yakni memaafkan diri sendiri
Di sini, memaafkan bisa dicapai melalui cara REACH (Recall – Empathize – Altruistic – Commitment – Hold On)
Maksudnya, kalau kita tersakiti tidak boleh kita berusaha melupakan. Melupakan itu tidak sama dengan memaafkan, apalagi memaksakan diri untuk melupakan sesuatu, makanya kita perlu mengingat atau recall
Empathize, maksudnya adalah berempati kepada mereka yang menyakiti kita, walaupun itu adalah diri sendiri. Contohnya, ‘dulu saya tidak berbaikan dengan si X karena a, b, c..’ ini pun namanya berempati. Altruistic maksudnya adalah memandang bahwa memaafkan ini adalah hadiah dari kita untuk orang lain maupun diri sendiri. C adalah commitment, jadi kalau sudah memaafkan, harus ada buktinya ya, apakah dalam bentuk tulisan, lagu, puisi, dll. Terakhir, yang paling sulit adalah H, hold on, atau bertahan dengan usaha memaafkan kita. Saya harap, ini bisa jadi PR buat rekan-rekan di rumah yaa untuk memaafkan yang sudah lewat. Karena memaafkan adalah sebuah proses yang panjang. Selanjutnya, kita pindah nih ke bagaimana untuk bahagia di masa kini
– Berbagi dengan orang lain – memberitahukan kepada orang lain tentang kebahagiaan yang kita alami.
– Membangun kenangan – mengambil foto, video, atau menuliskan momen yang membuat kita senang.
– Menyelamati diri sendiri – mengingatkan diri kita apabila kita habis dipuji/diapresiasi orang lain.
– Mempertajam persepsi – menikmati hal-hal di sekitar kita, seperti makanan yang sedang kita makan atau sepoi-sepoinya angin yang menerpa
– Menyerap – nikmati kebahagiaan yang kita rasakan, tidak perlu dipikirkan, hanya perlu dirasa
Kalau tengah merasa happy, upayakan untuk dipertahankan yaa.
Terakhir, untuk bahagia di masa depan, rekan-rekan semua kudu lepas dari mikir yang engga-engga padahal belum kejadian dan putus asa
Pasti deh ada di antara kita yang belum kejadian, udah keburu mikir, ‘nanti kalau ini gini deh’ ‘nanti kejadian anu deh’ – pemikiran seperti ini akan menghalangi kebahagiaan kita di kemudian hari loh
Jadi, belajar lah untuk mengelola pemikiran tersebut dengan ‘menantang’ pikiran tersebut. Pertama, minta bukti kalau memang pemikiran itu nyata, misalnya ‘Si X kayanya benci deh sama aku’, evaluasi lah, mana buktinya – apa bukti yang menunjukkan kalau X benci sama kita.
Selanjutnya, tanya kepada diri, ‘kalau memang X benci sama kita, terus kenapa?’ apa kemungkinan terburuknya. Terakhir, ‘kalau memang si X benci sama kita, apa yang bisa kita lakukan?. ‘Menantang’ atau ‘Challenging’/’Disputing’ ini adalah sebuah skill yang perlu dilatih sering-sering ya untuk anda sekalian yang hobinya cemas. Demikian summary dari apa yang sampaikan dalam materi mengenai konsep kebahagiaan secara umum, jika ada pertanyaan terkait, mangga disampaikan di bagian pertanyaan ya.
1. Pertanyaan:
Nama: Fia, Usia: 30 tahun, Domisili: Samarinda. Malam, Dok Izin bertanya. Sebenernya saya ini tipe orang yang lebih suka menyendiri ketimbang berkumpul atau bersosialisasi. Kalaupun berkumpul dengan keluarga, saya lebih banyak diamnya. Karena saya lebih bahagia dengan kesendirian, merasa tenang dan jauh lebih damai.
Namun, tanggapan orang-orang berbeda, sampai dibilang “Gimana bisa dapat jodoh kalau kerjaannya sendiri mulu, nggak up-to-date sama orang-orang.” Tapi saya bodo amat, Dok. Tidak terlalu ambil pusing dengan pandangan mereka. Toh, saya juga suka bersosialisasi meskipun dengan orang-orang tertentu yang sepaham dan sefrekuensi dengan saya. Apakah sikap saya ini berlebihan, Dok? Memangnya salah ya kalau saya lebih memilah-milih dengan siapa berkumpul yang sekiranya membuat saya nyaman? Terimakasih pencerahannya, Dok
Jawaban:
Selamat malam, Kak Fia. Tentunya tidak berlebihan dong. Setiap orang punya preferensi mengenai bagaimana menghabiskan waktunya – ada yang lebih suka berkegiatan sendiri, ada yang lebih suka berinteraksi sosial. Dalam teori psikologi, ada istilah kelompok kepribadian dependen dan ada yang independen. Atau, kalau merujuk pada ilmu psikologi populer ada orang yang extroverted, introverted, dan ambiverted. Jangan khawatir, mereka-mereka yang lebih suka menyendiri juga bisa dapat jodoh kok hehehe
2. Pertanyaan:
Nama: Isla, Usia: 37 thn, Domisili: Sidoarjo. Saya ingin menjadi lebih bahagia dgn apapun dan bagaimanapun kondisi saya. Bagaimana saya bisa menjadi lebih bahagia meski jalan hidup yang penuh ujian/cobaan dan mungkin semakin berat? Dan bagaimana saya bisa menjadi orang yang bisa menularkan kebahagiaan ke orang-orang di sekitar? Terima kasih
Jawaban:
Selamat malam, Kak Isla. Jika merujuk pada materi yang sampaikan sesuai dengan pendekatan psikologi positif, tugas kita adalah mengelola emosi positif di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Misalnya dengan masa lalu, kita perlu belajar untuk memaafkan; di masa kini dengan mempertahankan kenikmatan yang kita rasakan, seperti makan makanan enak bareng-bareng; dan di masa depan dengan mengelola pikiran-pikiran kecemasan kita. Jika kita sudah berhasil untuk lebih positif, orang-orang di sekitar kita pun akan terbawa dengan kepositifan kita.
3. Pertanyaan:
Nama : Ridho, Usia : 31, Domisili : Gresik. Bagaimana cara menyikapi kondisi saya dok. Berdo’a agar Tuhan memberi kesembuhan sama saya. Atau menikmati bersahabat dengan sesak, pusing, mudah capek sebab Tuhan mengurangi dosa dosa saya melalui ujian sakit yang Tuhan beri?
Jawaban:
Selamat malam, Kak Ridho. Berusaha sampai pada kondisi ‘menerima’ penyakit yang kita alami memang bukan perjalanan singkat maupun mudah. Pertama-tama, kita perlu memandang penyakit ini dengan cara yang positif pula. Punten, apabila Kakak melihat penyakit adalah sebagai ‘ujian’ karena kita ‘berdosa’ maka tanpa sadar, Kakak pun melihatnya melalui kacamata negatif. Misalnya dalam ajaran Islam, memang disebutkan bahwa Allah SWT akan memberikan ujian kepada hamba-Nya, tapi juga disebutkan bahwa Dia tidak akan memberikan lebih dari yang dapat kita tanggung. Dalam artian, dengan ujian yang kita terima, berarti kekuatan yang kita miliki pun setara. Sehingga, pemikiran yang tadinya ‘saya diuji untuk mengurangi dosa-dosa saya’ menjadi ‘saya diuji karena saya adalah hamba-Nya yang kuat’.
4. Pertanyaan:
Nama: khabibah, Usia: 44th, Domisili:surabaya. Apa definisi bahagia itu? Apa tersenyum itu bahagia? Atau membuat yang lain bahagia meski kita tidak bahagia itu bahagia?
Jawaban:
Selamat malam, Bu Khabibah. Ini kok rasanya seperti pertanyaan menjebak ya hehehe. Kebahagiaan sebetulnya bersifat subjektif, interpretasi semua orang akan berbeda. Dari buku yang saya gunakan sebagai referensi, Dr. Martin Seligman menggunakan sejumlah pondasi yang harus ada untuk bahagia, yaitu : emosi positif, karakter positif, dan institusi positif. Tersenyum bisa digunakan sebagai indikator kebahagiaan walaupun tidak selalu. Ada istilah senyum Duchenne yang berarti senyum tulus di mana sudut-sudut mulut naik ke atas dan matanya menyipit sampai ada kerutan di ujungnya. Penelitian pun mengatakan kalau kita bahagia, kita akan senyum, dan kebalikannya, jika kita senyum, kita bisa bahagia. Boleh dicoba berarti ya, Bu, untuk lebih banyak tersenyum – terutama senyum Duchenne tadi. ☺️ = kira-kira inilah senyum Duchenne yang saya maksud
5. Pertanyaan:
Nama : Indra, Usia : 52 th, Domisili : Jember. Tahun lalu, saya di diagnosa PH karena ASD. Tapi Alhamdulillah saya tidak .. (jangan sampai) mengalami keluhan 2x. Aktivitas saya tidak ada perubahan seperti sblm di diagnosa. Hanya , kalau baca info2x tentang penyakit PH , tentang obat nya, .. tentang cara berobat nya … koq jadi ikutan cemas sendiri. Khawatir pas saya perjalanan jauh sendiri, trs kenapa 2x. Apakah ada saran, agar rasa cemas saya bisa berkurang .. terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Pak Indra. Kecemasan itu dapat datang dari berbagai sumber lho, Pak, salah satunya adalah informasi. Bisa karena kurang informasi atau malah terpapar dengan terlalu banyak informasi – apalagi kalau informasinya ngeri-ngeri hihi. Setiap Bapak menemukan informasi ‘mengerikan’ dari internet/orang sekitar, segera kroscek kepada dokter yang menangani Bapak yaa.
Yang paling tahu kondisi Bapak kan beliau dan mereka punya penilaian sendiri hasil menempuh pendidikan sekian lama. Dan, kalau Bapak mau iseng cari-cari info soal kondisi Bapak, saya harap dilakukan ketika emosi Bapak sedang stabil, jangan ketika lagi bete/takut.
Indra :
Dilema , mbak. Di satu sisi saya ingin tahu lebih banyak tentang sakit saya .. tp setelah tahu malah jadi kepikiran. Mending nggak tahu saja kalau begitu, ikut apa kata dokter
Psikolog:
Tahu boleh, Pak, tapi di dalam kontrol ya. Bapak juga perlu menilai sumber, misalnya nih kalau kita buka website seperti WebMD ‘kan isinya horor ya, Pak. Lebih baik yang sumbernya lebih reliabel dan jika ada kekhawatiran, harap dikroscek sama bapak/ibu dokternya yaa
6. Pertanyaan:
Nama: Noor Fajria H, Usia: 41th, Domisili:Jakarta Timur. Sejak suspect Jantung Pediatrik (2020) dan terdefinisi sakit PH / Hipertensi paru, istri saya berubah sifatnya 180′. Yang dulu periang dan supel bermasyarakat, menjadi minderan dan sedih berlarut-larut bahkan cenderung emosian sampai sekarang.
Sulit sekali membuat sifat awalnya kembali seperti dahulu lagi, sampai suatu ketika pergokin dia nonton Youtube/TikTok dll terutama video lucu yang membuatnya tertawa lepas.
Pertanyaan saya salah gak jika saya membiarkan dia, selalu bahagia dengan gadgetnya. Saya sebagai caregiver kangen sekali bawa istri kondangan seperti dulu, tapi dia keras menolak. Walaupun kondisi istri sudah tidak pakai alat bantu lagi saat ini. Apa saat ini kebahagian saya juga diambil juga tanpa sadar. Terimakasih-Hendro
Jawaban:
Selamat malam, Pak Hendro. Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk beradaptasi dengan kondisinya sangat bervariasi – bisa pendek banget, bisa lama banget. Kalau Ibu butuh waktu lebih lama, harap maklum ya, Pak. Kebanyakan pasien yang menerima diagnosa penyakit kronik akan melakukan isolasi sosial alias menarik diri dari lingkungan.
Sebelum ke kondangan, Ibu perlu dibiasakan pelan-pelan kembali ke masyarakat, misalnya ke arisan keluarga, ke pengajian, ke acara reuni, baru misalnya ke kondangan di mana lebih banyak orang asingnya. Saya harap Bapak bisa berlapang dada dengan waktu yang Ibu butuhkan, jangan lupa ditanya terus ya, Pak, apa yang mengganjal dalam hati Ibu sampai menolak dengan ‘keras’.
Terkait gadget, ngga apa-apa, Pak, video kan pendek ya, asal jangan jadi tidak beraktivitas sama sekali. Apalagi kalau itu satu-satunya sumber kebahagiaan, tolong tidak diambil.
7. Pertanyaan:
Nama: novi, Usia: 27 thn, Domisili: Sukabumi. dok .. maaf saya izin bertanya dan sedikit curhat sedikit ya tentang saya , tahun lalu dan tahun ini adalah tahun yang berat karena ditahun ini baru ketahuan oleh dokter awal tahun kemarin kalau saya punya jantung , bahkan saya sempat koma , tp berhubungan dengan itu pasangan saya meninggalkan saya dirumah sakit tanpa tanggung jawab sedikitpun , imbas dari situ , saya jadi takut ketemu orang bahkan bisa keringet dingin, bahkan saya merasa tidak aman dan takut saat dikeramaian ,tangan gemetaran , saya tidak berani makan dan minum ditempat keramaian, dan paling parahnya ditempat keramaian saya bisa sesak napas , saya hanya bisa merasa aman hanya dekat dengan keluarga saja , dok , maaf , kenapa ya saya bisa merasakan hal itu, apakah saya trauma , terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Kak Novi. Saya turut bersimpati ya, Kak, atas kejadian yang menimpa Kakak di tahun lalu. Rasanya sudah jatuh, tertimpa tangga pasti. Yang Kak Novi gambarkan sepertinya betul merupakan trauma response (respons trauma biasanya berbentuk reaksi kecemasan yang intens). Untuk penanganannya, saya harap Kak Novi segera ditangani dengan psikolog/psikiater ya agar bisa menjalani hidup dengan lebih sejahtera.
8. Pertanyaan:
Nama: Alfia, Usia: 22thn, Domisili: Pasuruan. Saya ingin menjadi lebih bahagia apapun dan bagaimanapun kondisi saya. Saya sudah berusaha menerima keadaan saya yang sekarang penyitas jantung ASD+PH dan salah satu harapan sembuh saya adalah tindakan operasi, tindakan itu yang saya tunggu” dalam hidup saya.
Hingga waktunya tiba saya dipanggil buat operasi tapi apa waktu H-1 sebelum operasi saya dipulangkan dari pihak RS karena ada hal baru yang ada di jantung saya yaitu saya juga ada kebocoran katup, akhirnya saya pulang dan keluarga dengan segala persiapan yang ada dari pemeriksaan ke gigi, THT, paru, anastesi dan bedah, hingga pupus harapan saya untuk operasi seketika itu dan dijanjikan ±3bln lagi, stelah 3bln lagi saya ke dr bedah tanya mengenai katup dia bilang udh ada dan operasi akan dilaksanakan stelah lebaran, lebaran telah usai wktu bbok siang ditlvn sama dr dan dikabari kalau operasi akan dilaksanakan bln besok.
Mendengar kabar itu saya biasa aja tapi entah kenapa saya mengalami diare yang hebat padahal ga makan”an yang aneh, sejak itu saya drop dan sering keringat dingin apa itu termasuk panik attack/Anxiety dok?? Sampai akhirnya saya dilarikan ke IGD, dan setelah pulang dari IGD dr tadi konfirmasi lagi dan bilang bahwa katupnya belom ready, dan operasipun gak jadi. Gimna cara menyikapi semua ini dengan lapang dada dok?? Sedangkan operasi adalah harapan saya dan sudah 2× saya kayak di prank. Padahal panggilan ke dua ini mental saya sudah bener” siap. Terima kasih dok.
Jawaban:
Selamat malam, Kak Alfia. Waduh, pasti terombang-ambing ya perasaannya sampai kena psikosomatis (i.e. diare, keringat dingin) segala. Betul, yang dialami itu adalah bentuk reaksi kecemasan. Tindakan operasi sendiri adalah sebuah major event yang tentunya akan memunculkan kecemasan – eh apalagi ini pakai ada dramanya. Sayangnya saya ngga bisa memberikan jawaban pendek untuk masalah yang ini, Kak, karena pandangan Kak Alfia akan operasi ini perlu diuraikan : gimana perasaannya, ketakutan apa saja yang dimiliki, sebesar apa artinya untuk Kakak. Ditambah lagi, Kak Alfia juga perlu memperkaya diri dengan teknik-teknik mengelola reaksi kecemasan dalam bentuk fisik, seperti dengan meditasi atau relaksasi pernapasan. Kedua hal ini dapat dibantu oleh psikolog dan psikiater ya, Kak. Semoga dilancarkan operasi selanjutnya.
9. Pertanyaan:
Nama: fatma mazni putri, Usia: 43 tahun, Domisili: pekanbaru. Bagaimana menikmati hidup dengan sakit ini? Sering dibilang tidak bahagia, padahal saya baik2 saja. Lalu bagaimana kita menyikapi hal ini? Saya sampai bingung disuruh healing padahal saya sendiri ga mau healing karena keterbatasan tenaga. Nanti mereka repot dengan kondisi saya.
Jawaban:
Selamat malam, Bu Fatma. Wah kalau Ibu sudah merasa baik-baik saja dan tidak butuh healing, berarti sudah bahagia dong hehe. PR selanjutnya adalah bagaimana mengomunikasikan hal tersebut dengan orang-orang di sekitar agar mereka tidak perlu mendorong Ibu untuk melakukan hal yang Ibu ngga mau. Ibu bisa sampaikan secara jelas dan tegas apa yang Ibu butuhkan dan menolak saran yang tidak cocok, seperti, ‘Wah terima kasih idenya, tapi yang saya mau adalah…’ Semoga berhasil
Fatma:
Kadang udh terus terang mbak, tapi ga semua masalah perlu kita ceritakan bukan? Berlahan saya kasih pengertian bahwa tampak baik2 saja blm tentu benar adanya pas jalan udah ngos2an. Akhirnya saya kasih aja tulisan tentang Hipertensi Paru ke mereka. Barulah paham
Psikolog:
Betul, Bu, ngga usah kalau Ibu ngga nyaman. Ibu juga bisa lebih ‘mendesak’ dengan mengulang kalimat yang sama atau serupa untuk memberikan penekanan ya. Misalnya, ‘saya tidak mau X’ jadi ‘saya belum siap melakukan X’.
10. Pertanyaan:
Nama: Mazziana Nafi, Usia: 20 tahun, Domisili: Banyumas. Saya selalu merasa takut akan masa depan, takut juga karena punya sakit jantung bocor VSD+pH berat. Kadang saya cape tapi ngga ngapa2in rasanya cape aja kenapa hidupku bisa kaya gini sementara saya masih punya cita-cita ingin membahagiakan kedua orangtua, saya cape dengan pikiran saya sendiri, kadang kalo mau tidur ya nangis dulu mikirin kedepannya gimana, apalagi kalo lagi sendiri sering ngalamun, dari kecil selalu diejek temen-temen gara-gara suaranya ilang suaranya kek apaan bgt terus badan kurus kering, juga kalo diajak main malah selalu ngrepotin karna sering kali sesak napas kalo udah cape banget baik jalan biasa ataupun jalan cepet. Sesungguhnya saya sangat ingin segera ditangani setidaknya saya dapat hidup seperti manusia normal pada umumnya, saya cape harus berlarut-larut dalam kesedihan terus dari kecil
Jawaban:
Selamat malam, Kak Mazziana. Saya bayangkan di usia sebelia ini, mendapatkan diagnosa penyakit kronik bukan hal yang mudah. Berat pasti ya, masih punya banyak mimpi tapi rasanya seperti stuck. Tapi, tidak harus seperti itu, kok. Di kulwap sebelumnya, saya pernah mendiskusikan soal makna dan tujuan hidup, kita perlu bisa menemukan alternatif dari masa depan yang kita miliki, dalam kondisi yang tidak lagi ideal. Contohnya, kita ingin jadi presiden, ngga bisa, maka kita turunkan jadi menteri. Ngga bisa juga, kita turunkan jadi camat, sampai terus jadi ketua RT – istilahnya penyesuaian/adaptasi. Namun, saya setuju, kalau hal ini sudah mendatangkan emosi negatif secara terus-menerus untukmu, saya mendukung Kakaknya untuk segera mendapatkan bantuan dari psikolog/psikiater ya.
11. Pertanyaan:
Nama: Sina, Usia: 32, Domisili: Denpasar. Dok, saya kalau diajak jalan2 itu senang sekali, kalau senang sekali saya langsung drop, trus kalau suasanya hati saya badmood atau sedih pasti drop, jadi saya kalau ada apa2 gak boleh terlalu bahagia atau terlalu sedih biar gak drop, trus caranya biar gak usah mengendalikan diri biar saat senang atau bahagia itu benar2 saya menikmatinya gimana? tanpa embel2 jatuh sakit atau drop setelahnya.
Jawaban:
Selamat malam Kak Sina. Sebetulnya emosi, baik itu positif maupun negatif, tidak bisa kita rem begitu saja seperti lagi naik motor. ‘Duh saya ngga mau bahagia-bahagia/sedih-sedih amat ah’ – sayangnya, emosi tidak bekerja seperti itu. Hal ini saya singgung di kulwap tempo hari soal emosi, bahwa emosi bersifat otomatis – tidak bisa kita kontrol intensitasnya. Adapun, yang bisa kontrol adalah reaksinya. Jadi, kalau Kak Sina senang itu bawaannya langsung pengen joget-joget 1 lagu, kita potong jogetnya menjadi setengah lagu. Kalau Kak Sina sedih bawaannya ingin menangis, kita pake timer berapa menit boleh menangisnya.
12. Pertanyaan:
Nama : Rian, Usia : 28, Domisili : Depok. Saya bahagia sama keadaan saya sekarang. Tapi orang lain kadang suka kasian sama saya, ya karna saya sakit jadi dikasianin, dianggep ga bisa apa apa. Gimana cara nunjukin ke orang lain kalau kita baik baik aja? Soalnya saya paling ga suka dianggap sakit sama orang lain.
Jawaban:
Selamat malam, Kak Rian. Sayangnya kita ngga bisa ya mengubah persepsi orang lain semudah itu. Terkadang, kita rasanya oke-oke aja tapi orang lain menganggap sebaliknya. Hal yang bisa Kakak lakukan adalah melalui komunikasi asertif kepada orang-orang yang bersangkutan. Kak Rian bisa berkomentar seperti, ‘Eh aku ngga apa-apa lho kalau kita harus jalan jauh. Tapi mungkin aku perlu istirahat sekian menit’ atau kalau misalnya Kakak menangkap ekspresi wajah yang mengindikasikan simpati dan Kakak tidak nyaman dengan itu, Kakak bisa menyampaikan, ‘Eh kok mukanya sedih amat, aku ngga apa-apa lho padahal’ dibawa bercanda juga boleh. Semoga berhasil!
Rian:
Tips biar lebih tenang menghadapi orang yang memandang kita dengan “kasian” ka
Psikolog:
Pengaturan napas, fokus kepada satu benda di ruangan selain orang ybs., kalau ngga nampol juga, pertimbangkan tinggalkan ruangan selama beberapa waktu sebelum kembali lagi ya
Rian:
Selama ketauan saya pjb asd+ph alias sakit, saya banyak menghindari orang ka. Ya salah satunya karna ga mau dikasianin
Psikolog:
Nah, tapi kita juga jangan suuzon, Kak. Simpatik dan rasa kasihan itu beda lho. Tidak semua orang mengasihani kita karena berpikir kita lemah (kalau di Bahasa Sundanya ‘pikarunyaeun’), tapi bisa berarti mereka turut merasa sedih kalau hal itu pernah terjadi pada kita. Ingat, suuzon akan mengurangi kebahagiaan masa depan
13. Pertanyaan:
Nama : Dewi Retno, Usia : 31 th, Domisili : Surabaya. Dok, Sudah 5th saya bergelar pasien ASDPH ,, dan up down udah saya lewati , saya punya trauma saat kecil yaitu kehilangan ibu saya,, dan itu semakin bertambah trauma nya sejak saya sakit.. Bagaimana cara mengatasi ketakutan itu dok? Apa perasaan saya akan pengaruh ke perasaan anak2 saya.. Terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Kak Dewi. Saya tidak bisa memberikan ‘tips cepat menghilangkan trauma’ karena trauma adalah kondisi kompleks jangka panjang yang biasanya termanifestasi di banyak aspek dalam hidup kita, Kak. Warna trauma setiap orang berbeda – tapi saya sarankan kalau nanti Kak Dewi memutuskan untuk bertemu psikolog/psikiater untuk mengatasi hal ini, sampaikanlah : apa yang saat tu terjadi, bagaimana perasaan Anda menyikapi peristiwa tersebut, dan apa saja dampaknya di kehidupan Anda sekarang.
Apakah itu bisa berpengaruh kepada anak? Ya dan tidak – banyak penelitian yang menghubungkan kondisi emosional ibu dan dampaknya kepada anak, tapi biasanya ditemukan pada ibu hamil dan janin/bayi. Atau bagaimana ibu bersikap kepada anak – misalnya nih, ibunya punya trauma sehingga jadi individu pencemas dan jadinya ‘rempong’ sama anak-anaknya. Nah, di sini kemungkinan anaknya bisa jadi terganggu atau bahkan ikut jadi pencemas. Penekanan saya ada di kemungkinan ya, Kak – bisa jadi begini, bisa juga tidak, tergantung pada karakter si anak itu sendiri.
14. Pertanyaan:
Nama : Lisna, Usia : 30, Domisili : Tangsel. Dok, kondisi saya sekarang sudah jauh membaik dan saya sudah bisa beraktifitas dengan normal,akan tetapi terkadang suka timbul rasa ketakutan dan cemas akan kejadian yang saya alami dulu waktu masa-masa drop dan kritis. Mohon pencerahannya Dok, gimana cara menanganinya. Terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Kak Lisna. Alhamdulillah kalau kondisinya sudah jauh membaik, saya ikut senang. Ada kecemasan sesekali sebetulnya wajar, Kakak bisa mengingatkan kepada diri secara berulang, seperti mantra, ‘Itu sudah berlalu’ atau ‘Itu terjadi di masa lalu’. Kembalikan fokus pada masa sekarang, misalnya dengan melakukan teknik-teknik mindfulness (sudah pernah didiskusikan pada kulwap sebelumnya) dan atur kembali pernapasannya ya.
15. Pertanyaan:
Nama: Tekad Sariadi, Usia: 50, Domisili: Blitar. Saya memiliki riwayat kecemasan kurang lebih 10 th, minum obat anti cemas kurleb 10 th, diawal keluhan pusing dan cepat capek tidak tahu kalo kena PH, dugaan awal aritmia, setelah satu tahun baru diketahui PH, kira2 1 bulan yang lalu. Di diagnosa PH akhirnya jadi drop, tambah cemas dan sesak setiap hari, tidak bisa aktivitas bekerja keluar kota dan merasa depresi, bgmn supaya mengembalikan mental dan semangat seperti sebelumnya?
Jawaban:
Selamat malam, Pak Tekad. Dengan psikiater yang meresepkan obat kepada Bapak, perlu didiskusikan kembali dosis yang cocok dengan situasi yang Bapak alami apabila dirasa perlu ya, Pak. Tapi, kalau opsinya adalah hanya dengan non-medis atau psikoterapi, kami akan merekomendasikan berbagai teknik mengelola kecemasan (seperti relaksasi pernapasan, otot, dll) dan mengendalikan pikiran-pikiran intrusif.
Jika Bapak sebelumnya sudah pernah mencoba psikoterapi dan tidak cocok, dengan psikolog selanjutnya, Bapak bisa menyampaikan pendekatan yang lebih Bapak sukai ya. Kebanyakan psikolog sekarang condong ke arah pendekatan kognisi atau psikologi positif, Bapak bisa berdiskusi pendekatan apa yang cocok untuk Bapak ke depannya.
16. Pertanyaan:
Nama: Hani, Usia: 35th, Domisili: solo jateng. Saya mau tanya dok, saya penderita ASD ph, saya seorang ibu rumah tangga memiliki 2 anak dan saat ini saya sedang hamil lagi anak ke 3 tnpa disengaja karena anak ke 2 juga masih terlalu kecil.. saya mulai berobat rutin mulai bulan sep 22 yang saya rasakan mulai bulan sep smpe sekarang sesak nafas,, saya sering ketakutan smpe” tremor/gemetaran seluruh badan saya takut klo saya drop gimana anak” saya karena saya sudah tidak ada ortu dan mertua sdh meninggal smua saudara saya kecil” laki” smua.. tiap hari selalu ketakutan gimana untuk mengatasi smua ini dok, bahkan bulan depan saya akan operasi SC, gimana cara menguatkan diri sendiri
Jawaban:
Selamat malam, Kak Hani. Semoga dilancarkan ya Kak rencana persalinannya di bulan depan. Saya yakin ObGyn yang menangani Kakak juga sudah mewanti-wanti tentang bahaya stres terhadap persalinan.
Mengingat bumil tidak boleh minum obat, maka tolong diperkuat teknik-teknik relaksasi yang diketahui, baik itu bernapas, meditasi, atau pendekatan spiritual, seperti berdoa atau berdzikir. Juga pastikan kesehatan selalu terjaga – ada gerakan-gerakan ringan agar badan gerak terus dan menjaga pola makan. Ceritakan apa saja yang mengganggu Kakak di hari itu kepada suami/keluarga agar tidak berputar-putar dalam pikiran sendiri ya.
Lakukan relaksasi pernapasan – bisa dengan teknik pernapasan jari, square breathing, bernapas ke kantung kertas, pernapasan balon, dst. Semangat.
“Berbahagia adalah sesuatu yang bisa diupayakan. Kita ngga perlu menunggu lingkungan untuk bikin kita happy. Jangan lupa kebahagiaan juga melihat waktu yaa – masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tetap semangat, pejuang PH semuanya! Semoga persenan kebahagiaannya terus bertambah.”_ Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog