Apakah Self-Love itu Toxic?-KULWAP

///Apakah Self-Love itu Toxic?-KULWAP

Apakah Self-Love itu Toxic?-KULWAP

Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.

Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799

 

PENGUMUMAN KULWAP YHPI

  • Waktu : Sabtu, 27 September 2025
  • Pukul : 19.00 – 20.00 WIB
  • Narasumber : Janitra Hapsari, S.Psi., M.K.M., CMHFA (Patient Advocate Psikologi dari Inspirasien)
  • Tema : Apakah Self-Love itu Toxic?
  • Moderator : Amida

 

Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI

 

Kali ini saya tidak ada banyak penjelasan singkat karena materi sudah cukup jelas. Nanti dari jawaban pertanyaan, kita akan banyak mengingat tentang aktivitas rawat diri (self care) seperti olah napas dan jurnaling. Jadi semoga mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kaitan antara pentingnya rawat diri karena semua akan bermuara pada Self-Love yang akan kita bahas malam ini.

Selain itu, kita juga akan belajar tentang membuat batasan dengan orang lain. Yaitu bagaimana kita membedakan kebutuhan kita dengan orang lain, membedakan hal yang dapat kita kendalikan dan diluar kendali kita, serta kepentingan diri kita dengan kepentingan orang lain. Tentu dengan tetap mengkomunikasikannya secara lembut, jujur, dan tegas tanpa menyakiti orang lain. Sekian untuk mengawali sesi malam ini.

1. Pertanyaan:

Nama: lilik, Usia: 31 th, Domisili: kudus. Saya punya innerchild dan hubungan saya dengan ortu kurang dekat. saya merasa kurang kasih sayang baik dari ortu atau pasangan. bagaimana supaya saya merasa penuh (tangki cintanya) oleh diri sendiri?

Jawaban:

Halo kak Lilik. Pertanyaan yang baik ya, karena mencerminkan adanya self awareness atau kesadaran diri terkait innerchild dan kebutuhan kasih sayang. Untuk memenuhi tangki cinta pada diri sendiri, kaka bisa mencoba seperti Merawat luka dengan welas asih. Kak Lilik dapat meluangkan waktu untuk diri sendiri untuk merenung dan menyadari luka apa saja yang kakak rasakan.

Misalnya, terluka karena diabaikan, kecewa karena tidak dianggap penting, kecewa karena tidak dimengerti oleh orangtua dan pasangan, rasa terisolasi dalam penderitaan yang dirasakan. Hal ini hanya dapat divalidasi oleh kak Lilik sendiri.

Kemudian, kak Lilik dapat mencoba teknik relaksasi pada saat yang sama, misalnya olah napas atau menepuk2 dada seperti memeluk diri sendiri dan mengatakan afirmasi seperti “aku layak disayang. Aku memaafkan mereka yang membuat luka. Aku pantas bahagia.” Kemudian kakak bisa melakukan teknik menulis jurnal untuk memahami dan mengurai perasaan kakak. Di sini kaka akan mengerti bahasa cinta apa yang paling kakak butuhkan saat ini?

Jika memungkinkan, coba luangkan waktu untuk berbicara dari hati-ke hati dengan pasangan terkait kebutuhan cinta kak Lilik. Karena pasangan adalah salah satu sistem dukungan yang terdekat dengan kakak. Apapun hasilnya nanti, kak lilik sudah mencoba dan hal tersebut bermakna bahwa berani mengutarakan hal yang penting untuk diri kita adalah sebuah tindakan penghargaan diri/mencintai diri sendiri.

Lalu, ketika perasaan sudah lebih stabil, kak Lilik bisa mulai fokus mencari aktivitas yang dapat menghibur atau disukai sehingga bisa mengisi ulang energi kak Lilik. Lakukan hobi, atau bertemu orang lain yang disukai untuk berinteraksi, atau lakukan hal dermawan/sukarela dalam membantu orang lain. Dengan begitu, kak lilik bisa merasakan makna-makna yang dapat mengisi jiwa. Luangkan waktu secara rutin untuk diri sendiri, dan komunikasikan pada pasangan bahwa waktu tersebut penting untuk kakak, tanpa menyakiti pasangan. Semoga membantu.

2. Pertanyaan:

Nama: Fetri, Usia: 30th, Domisili: Padang. Terimakasih atas kesempatannya mbak. Alhamdulillah saya sudah mulai bisa menerima kondisi saya yang terlahir memiliki penyakit, bahkan disaat sakit pun saya berusaha untuk tidak mengeluh dan menangis karena saya yakin insayaallah pasti akan terlewati.

Tetapi dengan sikap seperti ini hati saya mulai agak keras, saya tidak suka melihat orang yang sakit  mengeluh dan menangis, walaupun orangtua saya sendiri.

Sebenarnya ada rasa cemas dalam diri saya ketika orangtua saya sakit, tapi rasa itu dibarengi dengan kekesalan karena beliau mengeluh, saya jadi merasa beliau harus kuat seperti saya, tapi saya tidak ingin keras sama orangtua, sehingga membuat kepala saya sakit dan sesak. Apa yang harus saya lakukan dengan kondisi ini? Terimakasih.

Jawaban:

Terima kasih sudah berbagi cerita  kak Fetri. Untuk mencapai titik ini tentu tidak mudah ya, dan ternyata masih menemukan tantangan lain yang juga tidak mudah apalagi menyangkut perasaan orangtua.

Reaksi orang lain merupakan hal yang berada di luar kendali kita. Sekalipun mereka adalah orang yang paling dekat dengan kita, seperti orangtua atau anak sendiri, kita tidak bisa mengendalikan perasaan mereka. Kondisi sakit kepala dan sesak yang kakak rasakan adalah perwujudan dari reaksi emosi negatif yang besar (rasa kesal, yang bercampur dengan sedih dan khawatir) atau mengarah ke cemas.

Untuk bisa mengurangi tekanan internal dari hal-hal pemicu di atas, kak Fetri dapat berefleksi diri tentang hal-hal yang berada dalam kendali kakak, yaitu pengendalian emosi dan ekspektasi yang sesuai dengan realita, serta respon tindakan yang dipilih. Dalam permasalahan yang sama (sakit yang diderita orang tua) bisa jadi, orang lain membutuhkan respon yang berbeda. Walaupun kak Fetri mengerti cara yang terbaik untuk menghadapi hal tersebut (menerima dan memaknai kondisi sakit) belum tentu orangtua sudah siap untuk melakukan hal yang sama.

Hal yang bisa dilakukan:

  • Memahami bahwa orangtua memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kakak
  • Kesiapan orang untuk menerima dan menghadapi kondisi buruk berbeda-beda
  • Membagi peran sebagai anak (menerima kasih sayang orangtua) dan caregiver (perawat untuk orangtua yang sakit). Kaka perlu mengerti batasan dan mungkin perlu berganti peran secara “otomatis” karena kaka bisa berinteraksi sebagai anak, tapi pada waktu yang sama, perlu mampu memberi respon/berkomunikasi dengan orangtua sebagai caregiver.
  • Memberi welas asih dan ruang pada diri kakak untuk mencerna kondisi ini dan perlahan menyesuaikan situasi yang telah berbeda, yaitu kaka sebagai anak yang sudah dewasa dan sebagai caregiver untuk orangtua.
  • Lakukan rawat diri secara rutin agar kakak kembali tenang dan berenergi. Jangan biarkan hal menumpuk terlalu lama karena ada orang lain (orangtua) yang dapat setiap saat membutuhkan kehadiran kakak. Semoga membantu.

3. Pertanyaan:

Nama: Marsela, Usia: 22, Domisili: Bandung. halo dokter izin bertanya. saya adalah penderita ASD dengan diameter lubang hampir 4 cm dan di haruskan untuk saya operasi bedah. saya tinggal di lingkungan yang sama dengan sodara sodara dari ibu saya dan sodara sodara dari ibu saya menganggap bahwa penyakit itu adalah aib, sehingga membuat ibu saya menyuruh saya untuk menyembunyikan penyakit saya dari orang orang terdekat saya karena ibu saya takut bahwa bila orang orang tau tentang penyakit saya akan di tinggalkan.

Tapi di sisi lain saya ingin terbuka tentang penyakit saya, saya sangat membutuhkan banyak doa dan dukungan. saat saya mencoba untuk terbuka kepada orang orang tentang penyakit saya nasihat dari ibu saya untuk merahasiakan penyakit saya selalu muncul dan membuat saya takut untuk terbuka. saya sangat bingung di sisi lain saya sangat ingin terbuka tentang penyakit saya dan menerima banyak doa dan dukungan tapi di sisi lain juga saya takut nasihat ibu saya menjadi kenyataan bila saya terbuka.

Saya sulit menerima diri saya yang sakit ini dan sering menangisi takdir. saya harus bagaimana dengan diri saya ini dokter? Terimakasih

Jawaban:

Terima kasih kak Marsela sudah berbagi ceritanya. Pasti berat ya berada di situasi seperti ini. Namun saya yakin sebenarnya kak Marsela adalah orang yang kuat.

Perihal keinginan Ibu, saya mencoba untuk menawarkan perspektif ya kak. Menganggap penyakit sebagai aib, adalah sebuah pikiran yang menyimpang. Kita tidak pernah meminta untuk sakit dan tidak mungkin Tuhan menaruh sakit pada kita hanya sebagai aib tanpa ada makna kehidupan yang lebih besar. Terkait nasihat Ibu, mungkin dapat mencoba berkomunikasi untuk mencari tahu alasan yang membuat Ibu berpikir demikian.

Mungkin hal tersebut berkaitan dengan ego/gengsi sebagai orangtua karena seakan tidak mampu menjalankan tugas orangtua dengan baik. Padahal, kaka sendiri telah menerima kondisi dan mau bangkit untuk bisa lebih kuat. Kaka juga tidak merasa bahwa sakit ini disebabkan oleh orangtua. Di sini, maksud saya adalah kak Marsela dapat mencoba memahami pemikiran Ibu, sambil tetap teguh pada alasan/pemikiran kak Marsela sendiri.

Selanjutnya, kakak bisa berupaya untuk berkomunikasi secara perlahan pada Ibu. Sambil mencari dukungan dari orang lain yang bisa kaka percaya. Misalnya dokter, atau teman dekat yang bisa mengerti kondisi kakak. Apabila nanti Ibu bisa mulai lebih mengerti, kak Marsela bisa mulai mengutarakan kebutuhan kaka akan dukungan. Bahwa dukungan Ibu lah yang akan membuat kaka bangkit dan sakit ini bukanlah aib namun cara Tuhan untuk mengajarkan arti kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan kaka.

Perihal alasan ibu yang sebenarnya, mungkin bisa berbeda dengan dugaan yang saya tuliskan. Silakan kaka bisa menyesuaikan respon kaka dan tetap berupaya untuk berkomunikasi dengan Ibu. Semoga membantu ya kak

4. Pertanyaan:

Nama: Mita, Usia: 29 thn, Domisili: Sidoarjo. halo dokter saya ijin bertanya apa benar penderita penyakit jantung bawaan ASD seperti saya ini tidak bisa punya anak, bahkan setelah di operasi sekalipun dok, saya sering sakit hati karena omongan orang” yang selalu mencemooh saya dengan kata saya tidak bisa punya anak lagi bahkan saya kemaren” sudah ikhlas menerima penyakit saya dan tidak terlalu memikirkan nya saya lebih fokus ke penyembuhan tapi ternyata ada aja tetangga yang selalu berbicara seperti itu jadi saya kepikiran terus bahkan jadi emosi yang tidak terkontrol dok. Terus saya harus bagaimana ya Dok?

Jawaban:

Terima kasih kak Mita sudah berbagi ceritanya. Pasti sulit ya kak mendengar omongan orang lain yang negatif tentang kita, apalagi seakan lebih tahu tentang masa depan kita daripada kita sendiri atau bahkan Tuhan.

Terkait hubungan kondisi ASD dengan kehamilan, saya bukan ahlinya dan kaka bisa menanyakan hal tersebut kepada dokter. Namun jika melihat kehamilan, itu merupakan kondisi yang memerlukan kesehatan tubuh yang optimal untuk bisa stabil dan tetap sehat hingga melahirkan. Sehingga, kondisi organ tubuh yang kurang optimal, dapat mempengaruhi secara negatif kondisi janin maupun ibu itu sendiri. Mohon untuk memastikan informasi ini kepada dokter ya kak.

Pada kasus pembicaraan tetangga yang mencemooh, sebenarnya hal ini adalah tentang bagaimana kita memilih hal-hal yang dapat mengendalikan pikiran kita. Jangan sampai kita membiarkan omongan negatif orang lain mengendalikan pikiran dan perasaan kita. Kitalah yang harus bisa memfilter dan memilih dengan sangat hati-hati hal-hal apa yang boleh mengontrol pikiran kita. Pikiran menjadi sikap, dan sikap menjadi tindakan. Apabila kita berpikir kita harus merespon tetangga tersebut, maka tindakan yang dihasilkan adalah melawan omongan tetangga yang tidak akan ada akhirnya. Karena, tindakan tetangga tersebut sejak awal tidak berlandaskan rasa peduli pada kaka, melainkan pada egonya sendiri.

Saran saya, kaka perlu berlatih membangun batasan mental, yaitu menutup (blocking) pembicaraan orang lain yang mencemooh atau ingin menjatuhkan kita. Biarkan suara itu terdengar di telinga namun tidak perlu sampai ke otak lebih lagi ke hati. Orang yang mencemooh kaka adalah cerminan hatinya yang tidak memiliki self-love. Sebaiknya kaka berbesar hati dan tidak membalas hal yang sama.

Jika ingin merespon, lakukan tindakan yang mencerminkan self love yang kaka miliki, yaitu welas asih, rasa penghargaan diri, dan keyakinan akan kekuatan kaka. Tetangga yang mencemooh tersebut mungkin belum mengenal self love dan kurang menghargai diri karena dapat mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan untuk orang lain. Semoga lebih tenang dan membantu ya kak.

5. Pertanyaan:

Nama: Rini, Usia: 33th, Domisili: bandung. saya penderita asd dok. Ketika saya mulai jenuh sama kondisi ini (pas lagi dateng sesak, lemes atau bahkan banyak keluhan lain) saya berusaha melakukan self reward misal jajan makanan favorit, jalan-jalan keluarga. Tapi kadang setelah dilakukan saya merasa tambah lebih cemas dengan penyakit saya. Kadang ada rasa gimana suatu saat ga bisa bareng keluarga (padahal alhamdulillah sekeliling saya sangat mendukung saya) dok bagaimana agar saya tidak merasa kekurangan cinta? Udah nyoba sugesti ke diri sendiri tapi tetap ada rasa cemas. apa wajar? Atau saya yang terlalu cemas berlebih?

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya kak Rini. Reaksi tubuh seperti cemas adalah reaksi wajar pada kondisi yang sulit. Tidak ada yang salah dengan itu. Rasa cemas yang muncul dapat diartikan sebagai tanda bahwa kak Rini membutuhkan rasa aman dan kestabilan yang lebih dari saat ini. Rasa cemas yang tidak tertangani dengan tepat dapat mewujud pada fisik seperti sesak dan lemas. Hal itu juga wajar untuk orang yang sedang cemas.

Self reward merupakan tindakan rawat diri yang baik jika sesekali dilakukan dengan variasi rawat diri yang lain. Akan tetapi, belum bisa mendalam sampai bisa mengatasi akar masalah kecemasan. Adanya orang-orang di sekeliling kaka yang peduli merupakan kenyataan, namun pikiran kaka merasa campur aduk karena momen bersama keluarga begitu indah dan kaka takut suatu saat itu akan berakhir karena kondisi kesehatan kaka. Hal itu adalah pikiran yang wajar. Kaka perlu mencari perspektif yang lebih membantu kaka untuk tumbuh dan memiliki hati yang lebih besar.

Dalam aspek self-compassion / welas asih diri, terdapat pengertian tentang common humanity di mana semua manusia di dunia ini pernah menderita dan merasakan sakit sehingga kita perlu merasa sendiri dan perlu berwelas asih pada siapapun termasuk diri sendiri. Setiap orang pasti akan pergi dari dunia ini, terlepas dari kondisinya. Sakit bukanlah satu-satunya hal yang menjamin kita akan hidup lebih singkat, begitupun sebaliknya. Hal tersebut sulit diterima, namun jangan sampai pikiran kita dikendalikan oleh ketakutan yang belum terjadi.

Hal yang bisa kaka lakukan adalah fokus ke saat ini, hari ini. Jika pun hari ini hari yang terkahir bersama keluarga, hal terbaik adalah menghabiskan waktu dengan mereka dengan rasa bahagia dan syukur. Memaknai setiap momen dan senyuman mereka. Kita hadir sebagai ibu/kakak/adik yang mau mengupayakan yang terbaik sesuai yang kita bisa saat ini. Dengan demikian, kita sudah melakukan yang terbaik dalam hidup kita dan itu cukup.

Pada kasus ini kaka akan menghadapi emosi “duka” atau grieving, yaitu melepaskan ekspektasi yang selama ini kita pegang erat, namun justru membuat kaka terlalu memikirkan masa yang belum terjadi dan melewatkan saat ini. Kaka bisa melakukan rawat diri dengan bermeditasi dan menulis jurnal untuk menjawab ketakutan kakak sehingga tidak lagi mengganggu dan merenggut momen “Saat ini” yang sangat berharga. Semoga membantu

6. Pertanyaan:

Nama : Nindi, Usia : 29 th, Domisili : Sumatera.

Kondisi saya: Saya ketahuan ASD PH saat mau melahirkan dok. Saat tau saya hamil (karena kosong 1 tahun setelah menikah, yang saat itu saya juga ga tau kalau ada PJB dan PH dan beresiko hamil), saya dimanjakan. Ditambah pas itu saya masih ada tabungan bisa bantu biaya dirumah. Padahal biasanya saya juga ga dibegitukan. Tapi tetap bersyukur.

Namun saat melahirkan, di meja operasi baru ketahuan jantung saya bermasalah hingga kondisi saya drop beberapa hari abis lahiran dan dilarikan ke RS pusat baru ketahuan semuanya dok saya ASD dan PH. Bahkan dokter jantung disana juga melarang saya untuk menyusui karena beresiko sama tubuh saya ditambah saya minum obat penurunan PH.

Sejak saya tidak bisa menyusui bahkan mengurus bayi pun 3 bulan pertama saya ga bisa, ditambah saya ga kerja dan ga memberi bantuan lagi. Semuanya berubah. Bahkan suami yang mestinya garda terdepan mendukung saya untuk sembuh segera, ternyata malah ingin saya mati dan berkali-kali melakukan kekerasan pada saya berharap saya segera mati.

Mertua juga berharap saya ngikut semua kemauan suami dan tetap lakukan apapun meski saya ga kuat. Orang tua dan nenek di rumah saya malah menyindir saya karena ga bantu biaya dirumah sekedar beli token atau gas (karena saya memang ga ada tabungan, dan tak diberi nafkah pribadi, buat anak ada tapi karena minum sufor jadi habis untuk itu)

Karena itu saya dikatakan tidak becus, tidak berguna, lebih baik mati, ga pandai mengurus anak, dll.. Ditambah saat ini tubuh saya lemah setelah melahirkan jadi ga kuat aktifitas di luar meski sekedar ke pasar atau ke RS sendirian atau bepergian dengan bonceng motor pun saya ga sanggup.

Sehingga membuat saya sekarang punya sikap keras jika melihat sesuatu yang menurut saya ga sebanding dengan penyakit dan penderitaan saya. Bahkan saat mama nenek saya sakit, saya ingin mereka tidak mengeluh dan tabah tidak berpikir macam2 dan berpikir lebay saat mereka mengeluh dan cenderung putus asa. (Lanjutannya ini mirip seperti pasien kak fetri di atas)

Pertanyaannya:

Menurut dokter, saya mesti bersikap gimana? Saya ingin terlihat kuat dan tidak diremehkan. Meski sebenarnya tubuh saya sangat lemah.Bahkan sekarang mama saya terbaring hampir 3minggu, dan dibandingkan kalau saya mah ga sakit sebenarnya,yang sakit tu kalau ga bisa bangun sehingga saya ga perlu diperhatikan. Bahkan saat saya sempat drop, saya berusaha untuk stabil dengan mengusahakan seadanya. Karena memang tidak ada tempat saya bergantung dan meminta pertolongan. Bahkan bayi saya pun ikut terabaikan.

Bagi tips nya dok agar saya kuat meski diinjak-injak dan ga diinginkan? Dan gimana caranya tetap stabil dan tetap kuat  tapi lembut? Saya ga ingin sampai stress karena bayi saya butuh saya. Karena stress itu faktor terkuat untuk membuat kondisi makin parah kan dok? Saya berusaha ikhlas akan keadaan saya saat ini dok, berusaha mencintai diri saya dan juga yakin Allah bersama saya dan ada juga bayi saya yang bersama saya, pelipur lara.

Tapi ada saat saya ga sanggup dok. Saya sering ingin pergi dari rumah. Tapi saya bingung mau kabur kemana? Saya ga punya keluarga besar. Saya juga lagi sakit. Sering drop. Saya ga ada pegangan. Tentu saya harus bertahan d rumah orang tua saat ini dok dengan suami demikian karena saya belum bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak saya. Apalagi setelah di kateterisasi 2bln lalu ketahuan lobang saya 4cm lebih dan PH cukup tinggi. Dan harus dioperasi bedah setelah PH turun. Obat saya naik dosis dan ga ditanggung BPJS sepenuhnya. Saya disuruh suami ngemis dan minta donasi kemana-mana untuk biaya beli obat saya sendiri. Bahkan untuk biaya saya berobat selama ini ditanggung mertua dan uangnya habis di tangannya. Saya ga bisa banyak menuntut dok. Karena ujung-ujungnya saya akan dipukuli. Dan jika saya sudah dapat tekanan kepala ini langsung berputar-putar dan dada sesak. Terimakasih

Jawaban:

terima kasih sudah berbagi cerita kak Nindi. Kak Nindi sangat kuat, bahkan di situasi seperti ini masih teguh dengan iman dan hai yang lembut ya kak. Semoga segera diberikan bantuan dan pertolongan dari Tuhan ya kak, amin YRA

Tips untuk kuat adalah dengan membangun batasan mental untuk tidak memasukkan ke hati terkait kata dan perbuatan yang menyakitkan dan merendahkan dari suami maupun keluarga mertua. Tindakan yang menyakiti dan merendahkan mencerminkan kurang adanya self love dan welas asih pada hati seseorang. Sedangkan kaka di sini tetap bertahan dan ingin mempertahankan hati yang lembut. Saya salut pada kakak karena walaupun di depan kaka direndahkan, namun dalam hati kakak jauh lebih banyak cinta dan itu kemenangan untuk kaka.

Untuk mengupayakan kestabilan, kaka bisa mencari cara rawat diri yang bisa dilakukan dari hal-hal sederhana. Misalkan dengan jurnaling, mengucapkan kata-kata afirmasi diri yang kakak butuhkan, mendengarkan musik, atau bercerita pada orang lain; jika tidak memungkinkan bisa lewat jurnaling. Namun apabila tindak kekerasan justru membahayakan keselamatan kaka, kaka dapat mencari pertolongan ke lembaga perlindungan perempuan di daerah kakak dan mencari tempat berlindung ya kak.. utamakan keselamatan kaka saat ini. Hubungi kontak darurat keselamatan yang tersedia jika diperlukan ya kak. Mohon maaf belum bisa banyak membantu.

7. Pertanyaan:

Nama: Debbie, Usia: 53 th, Domisili: Cibinong Bogor. Selamat Malam Dok, yang ingin tanyakan…mengapa perasaan sedih itu seringkali datang disaat ada rasa yang dirasakan pada tubuh saya dan bagaimana mengendalikan perasaan yang seringkali dipojokan bahkan perasaan ga berguna lagi saat sakit yang saya alami semakin membuat diri saya ga percaya diri untuk melakukan pekerjaan yang saat dlu saya lakukan. Sejak sakit selalu merasa disalahkan, dijauhi sekalipun sudah berusaha menghilangkan semua perasaan itu sendiri.  Mohon solusinya Dok.

Jawaban:

Terima kasih sudah berbagi ceritanya Ibu Debbie. Agar tidak merasa jatuh akibt pengaruh orang sekitar, pertama Ibu dapat membangun batasan bahwa perbuatan orang lain yang menjauhi atau mengucilkan Ibu adalah cerminan dari diri mereka yang kurang berwelas asih terhadap orang lain. Ibu tidak perlu menjadikan tindakan mereka sebagai pengendali pikiran ibu.

Apapun keadaan kita, kita sangat berharga. Ketika kita jatuh sakit, maka penyesuaian terhadap aktivitas merupakan hal yang wajar. Ibu dapat mencari penyesuaian terbaik sesuai dengan  kondisi Ibu, bagaimana ibu tetap produktif namun tidak memberatkan kondisi fisik. Tidak perlu merasa lemah dan malu akibat hal ini, karena ibu sedang mengupayakan kondisi terbaik untuk kestabilan ibu dalam jangka panjang.

Ibu dapat mencoba kegiatan rawat diri seperti bermeditasi dan journaling. Tujuannya agar mengenali dan memperbaiki pikiran yang menyimpang. Jangan biarkan orang lain menjatuhkan rasa berharga Ibu karena perbuatannya. Penghargaan diri adalah pekerjaan internal dari dalam diri kita, kita yang lebih berhak menentukan seberapa berharga kita. Tentu tanpa merendahkan orang lain.

Ibu juga dapat mengevaluasi, apakah orang-orang di sekitar Ibu adalah sumber dukungan yang tepat? Apakah mereka mampu memahami cara mendukung Ibu? Jika tidak, tidak perlu terlalu memedulikan mereka dan berusaha mencari sumber dukungan lain. Temukan sisi positif dalam diri ibu, dan fokus pada kekuatan ibu. Dengan begitu, ibu akan lebih mudah menemukan orang seperti apa yang sebenarnya ibu butuhkan. Berlatih untuk lebih yakin akan kekuatan diri dan jadikan kekurangan sebagai tempat untuk belajar menjadi lebih kuat. Semoga membantu.

8. Pertanyaan:

Nama: Ratri, Usia: 43 tahun, Domisili: Jogja. Saya baru sebulan lalu tindakan ASD closure, namun 2 minggu setelah tindakan ada komplikasi sehingga dilakukan lagi operasi pericardial window. Alhamdulillah, seminggu ini saya sudah rawat jalan. Saat ini, saya tinggal bersama ibu, adik dan anak pertama saya. Suami dan anak saya yang kedua di luar Pulau karena bekerja. Saya sering merasa sedih karena kami harus terpisah-pisah. Meski di sini saya sangat disayangi dan dijaga ibu dan adik saya.

Saya juga sering sedih, apakah setelah ini saya bisa bekerja lagi. Karena rasanya badan saya masih gak karu karuan. Saya tahu harus sabar, harus kuat, tapi kadang juga timbul rasa Ya Allah sampai seperti ini.

Gimana, dok biar saya tetap punya semangat untuk menjalani pemulihan ini. Meyakinkan diri bahwa ini jalan yang harus saya lalui untuk kondisi saya yang lebih baik. Terimakasih atas jawabannya, Dok.

Jawaban:

Terima kasih sudah berbagi cerita Bu Ratri. Ketika kondisi kesehatan berubah, dari sehat menjadi sakit, atau setelah mendapat diagnosis, tentu akan ada perubahan dalam hidup dan perlu penyesuaian. Terkadang, penyesuaian tersebut yang sulit karena tidak hanya melibatkan diri sendiri tapi juga orang lain. Aktivitas sehari-haripun akan berubah. Namun, di sini perlu diingat bahwa fokus saat ini adalah untuk pulih. Berjuang untuk pulih dan stabil bukanlah pekerjaan mudah; perlu banyak waktu dan energi serta dukungan orang lain. Agar tidak fokus pada kesedihan, Ibu bisa melihat dari sisi positif.

Perjuangan ibu untuk pulih dan keluarga yang terpisah, adalah upaya ibu dan keluarga untuk membantu ibu pulih dan itulah hal terbaik yang perlu dilakukan saat ini. Pikiran terkait masa depan, apakah bisa kembali bekerja atau tidak, adalah hal wajar namun jangan sampai hal yang belum terjadi mengendalikan suasana hati kita dan pikiran kita saat ini.. Upaya terbaik yang dilakukan hari ini adalah hal yang akan menentukan masa depan itu sendiri. Fokuskan pemikiran ibu pada hal-hal positif bahwa, ibu sedang berusaha untuk pulih, adanya dukungan keluarga, dan suami yang tetap harus bekerja demi keluarga, semua itu rezeki dari Tuhan yang bisa membantu ibu saat ini. Dengan Ibu ikhlas, semangat dan berpikir positif, perjuangan keluarga akan lebih bermakna dan akan banyak pelajaran yang bisa dipetik bersama.

Untuk membantu agar lebih stabil, ibu bisa melakukan kegiatan rawat diri seperti melakukan hobi, menulis jurnal, dan bermeditasi/olah napas sambil mengatakan afirmasi diri “saya kuat. Saya berharga. Saya pantas bahagia dan merasakan cinta. Hal terbaik saat ini adalah saya pulih dan itu cukup.” Semoga membantu.

9. Pertanyaan:

Nama: intan, Usia: 27th, Domisili: batang. selamat siang dok, sebelum saya terdiagnosis asd ph saya sempat depresi berkepanjangan tapi belum pernah ke psikolog, saya selalu di rumah. Dan saat saya sudah mulai ingin sembuh karna gejala pjb mulai kerasa tapi waktu itu saya tidak tau kalo itu karna pjb, saya kira itu karena efek depresi yang saya alami. Keinginan untuk sembuh dari depresi itu membuat saya mulai berani keluar rumah, aktivitas dll tapi saat itu kondisi saya makin ngedrop sampe akhirnya dari situ saya tau kalo saya PJB. Reaksi saya tidak terlalu terkejut, karna itu seperti jawaban dari semua pertanyaan yang selama ini saya alami. Karna saya ada depresi jadi saat sakit kondisi mental saya naik turun, saya menuntut semua orang untuk mencintai saya, pikiran saya sangat rentan dan kekhawatiran saya terus menerus menumpuk.

Kondisi mental saya mengalami banyak perubahan sejak sakit, karna dari yang awalnya ingin menghilang akhirnya jadi mati-matian ingin hidup, kadang kala pikiran saya jauh lebih positif dan disaat terpuruk pikiran negatif mulai memenuhi pikiran saya lagi.

Saat ini saya sudah menjalani operasi dan keinginan untuk sehat secara fisik dan pikiran menjadi prioritas saya, tapi mental memang masih naik turun, saya takut kalo saya kembali ke diri saya sebelumnya, apakah kondisi saya ini perlu tindak lanjut psikiater? Saya ingin kesempatan untuk hidup ini saya jalani dengan lebih baik lagi.

Jawaban:

Terima kasih sudah berbagi cerita kak Intan. Kondisi tubuh yang berubah dari sehat menjadi sakit, tentu perlu ada penyesuaian satu dan lain hal dalam hidup kita. Adanya refleksi dari kak Intan sudah menjadi modal yang sangat baik sehingga perlu ditingkatkan dan upaya tepat yang dilakukan.

Jika memiliki kekhawatiran akan kondisi mental, sebaiknya dapat memeriksakan diri terlebih dahulu dengan psikolog atau psikiater. Psikolog akan memberikan terapi psikologi sedangkan psikiater akan memberi terapi obat. Silakan kaka dapat memilih bentuk dukungan yang sesuai dengan kondisi kaka dan mengikuti saran yang disampaikan oleh dokter/psikolog nantinya.

Untuk bisa menjaga kestabilan, kaka bisa mencoba untuk melakukan rawat diri atau self care secara rutin yang tidak memberatkan fisik. Kaka bisa mulai bereksplorasi rawat diri apa yang bisa dicoba sampai menemukan yang cocok dan dapat mengisi tangki cintanya. Misalkan dengan jurnaling, melakukan hobi, melakukan kesenian (menggambar, menulis puisi, dsb). atau mencari bahasa cinta yang paling signifikan untuk kaka. Apakah itu quality time, kata-kata afirmasi, act of service, pemberian hadiah, atau sentuhan fisik. Semoga membantu

10. Pertanyaan:

Nama: iis, Usia: 54thn, Domisili: sukabumi. saya pasien ASD dan telah melakukan penutupan lewat operasi bedah. Yang saya tanyakan dikarenakan saya ketahuan penyakit ASD saat anak kedua  kelas 4 SD maka setelah operasi karna jantung kanannya membesar dan menekat paru-paru hingga mengakibatkan ph saya sampai  sekarang tetep mengkonsumsi obat terkadang saya merasa minder untuk bergaul dengan orang lain dan merasa rendah diri karena situasi kesehatan saya karna merasa tidak bebas untuk melakukan kegiatan-kegiatan fisik seperti mereka. Bagaimana saya mengatasi rasa seperti itu….

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya Ibu Iis. Untuk mengatasinya, ibu bisa meluangkan waktu untuk diri sendiri dan mencari perspektif yang lebih adaptif dan positif agar dapat bangkit dan tidak merasa rendah diri.

Ketika Ibu menyesuaikan aktivitas untuk menjaga kestabilan fisik pada kondisi saat ini, hal tersebut merupakan upaya yang terbaik. Dan itu bermakna bahwa ibu mengetahui kebutuhan Ibu dan tidak malu untuk melakukannya. Menyesuaikan aktivitas mungkin di mata orang terlihat lebih terbatas, namun ibu tidak perlu fokus pada hal itu dan fokus pada makna positifnya. Yaitu ibu telah melakukan hal yang penting untuk diri ibu dan itu merupakan tindakan mencintai diri. Selain itu ibu bisa sesekali mencoba terbuka pada orang lain untuk membuktikan kekhawatiran Ibu.

Karena orang yang benar-benar peduli dan memiliki welas asih tidak akan melihat ibu secara rendah, melainkan positif karena mereka tahu bahwa ibu sedang melakukan yang terbaik. Semoga membantu

11. Pertanyaan:

Nama : Dania, Usia : 30 tahun, Domisili : Aceh. Assalamu’alaikum. Saya ketahuan kena PH juni lalu. Selama bulan juni, juli dan agustus saya sempat bolak balik di opname. Alhamdulillah sekarang sudah jauh lebih baik. Saya tinggal bersama kakak dan 2 adik saya, kedua orang tua sudah meninggal.

Mereka tau dengan kondisi saya yang tidak boleh terlalu capek,tapi seolah tidak ada yang peduli. Bahkan salah satu adik saya sempat bilang kalau saya diopname lagi dia gak mau jagain lagi,capek bolak balik ke RS.

Mereka tidak pernah peduli dengan pekerjaan rumah, tidak pernah ngerjain apa pun. Bahkan sehari setelah keluar dari RS, saya langsung beberes ( nyapu, ngepel dsb ), karna memang rumah tidak pernah bersihkan.

Mereka berangkat kerja pagi, pulang magrib. Saya juga kerja, saya juga bantu-bantu kebutuhan rumah. Mereka selalu beralasan capek, saya juga capek bahkan lebih lelah dengan kondisi saya yang sakit seperti ini. Terkadang saya muak, dan ingin keluar dari rumah ini. Sebaiknya bagaimana saya harus bersikap? Terima kasih..

Jawaban:

Terima kasih Ibu Dania sudah berbagi ceritanya. Tentu tidak mudah ya Bu hidup berdampingan dengan orang lain yang tidak memahami kondisi dan kebutuhan Ibu di saat sakit.

Sebelumnya apakah sudah ada upaya untuk berkomunikasi dari hati ke hati terkait gambaran kondisi Ibu yang terdiagnosis PH? Mungkin Ibu dapat mengatakan hal-hal seperti ibu memahami kondisi mereka, namun Ibu juga dapat berdiskusi bersama bagaimana cara terbaik agar saudara-saudara ibu dapat memberikan dukungan yang sesuai dan tidak terlalu membebani Ibu. Hal tersebut mungkin akan membutuhkan waktu namun layak dicoba/diperjuangkan.

Sembari mengupayakan hal tersebut, Ibu dapat melakukan tindakan rawat diri seperti berolah napas dan menulis jurnal. Luangkan waktu walaupun singkat untuk melakukan hobi atau hal-hal kecil yang membuat ibu tersenyum. Mencoba fokus pada sisi diri yang positif dan optimis bahwa keluarga ibu suatu saat dapat mengerti. Mungkin bisa melakukan pendekatan dari saudara yang paling dekat dengan ibu dan meminta bantuannya untuk memberi pengertian pada saudara yang lain. Mohon maaf jika terdapat kekurangan dan semoga membantu ya Ibu.

Dania:

Sudah berulang kali saya coba, dari dulu mereka begitu, dari sebelum saya sakit. Saya merasa seperti pembantu disini, sedangkan mereka hanya berleha – leha. Saya juga mulai menulis jurnal sejak tahun lalu,terima kasih sarannya.

Psikolog:

Apabila orang lain terlalu semena-mena pada kita, perlu dievaluasi apakah hal tersebut karena mereka tidak peduli atau ada sikap kita yang terlalu menuruti semua keinginan orang lain? sehingga mereka menganggap kita tidak penting dan tidak ada konsekuensi atas tindakan semena-mena mereka.

Dapat mencoba dalam jurnaling untuk refleksi diri apakah kita cukup bisa berkata “Tidak” saat sesuatu melebihi batasan kita. Apakah kita siap menerima penolakan dari orang lain ketika melakukan hal yang menjadi kebutuhan (bukan sekedar keinginan) kita?

Karena konsekuensi dari mengutarakan hal yang penting untuk kita adalah sulit diterima orang lain. namun hal tersebut juga berada di luar batasan kita. Biarkan itu menjadi tugas orang tersebut untuk belajar dan merenung juga. Semoga membantu

12. Pertanyaan:

Nama: singgih, usia : 44, Domisili : Pacitan. saya post operasi aso dah 2 tahun ini, apakah aso itu semakin lama semakin kuat karena di pikiran saya itu kadang mikir ya tidak-tidak karena alat ada di dalam jantung. merasa ga enak dikit sudah parno pikiran.

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyannya Pak Singgih. Merasa cemas karena adanya benda asing di dalam tubuh tentu merupakan hal yang wajar.

Untuk mengatasi rasa paranoid, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu:

  • Mengkomunikasikan kekhawatiran kepada dokter. Dokter dapat memberi gambaran seberapa aman alat tersebut dan manfaatnya. Sehingga bapak bisa mendapat wawasan yang lebih komprehensif dan kekhawatiran akan berkurang.
  • Lakukan teknik relaksasi seperti olah napas untuk mengelola pikiran yang tidak tenang sambil mengubah fokus pada pikiran positif, serta fokus pada momen saat ini. Meskipun pikiran khawatir, namun ketika tubuh kaka masih bisa beraktivitas dengan baik maka tidak perlu mengikuti pikiran negatif kita. Berlatih untuk menyaring pikiran negatif dan jangan sampai hal tersebut mengontrol pikiran kita.
  • Bapak juga bisa mencari pendapat orang lain yang mengalami hal serupa dan mencari sisi positifnya. Fokus pada faktor dan upaya apa yang dapat mengoptimalkan kondisi jantung dan kestabilan dari alat yang berada dalam jantung. Dalam jangka panjang semoga pikiran semakin positif dan kekhawatiran akan berkurang serta lebih percaya diri menjalani aktivitas. Semoga membantu.

13. Pertanyaan:

Nama:Lintang, Usia:37 THN, Domisili: PRaya. Selamat sore Dok, sebelumnya di bulan Juni, saya di diagnosa ASD Secundum-PH.dan sekarang jauh lebih baik selama minum obat resep dokter. tapi satu yang jadi pergumulan rumah tangga saya Dok,saya punya suami suka main slot judi online dan pecandu obat terlarang.sampai semua yang kami punya habis di jual.saya sudah menikah selama 17 thn dan punya anak 3 semua sekolah dan perlu biaya.dan yang selalu jadi pikiran saya,saya sudah cape Dok,terutama cape pikiran,hati dan mental saya Dok.sementara saya harus bergumul dengan penyakit saya Dok.tapi saya harus melewati ujian ini,demi anak-anak saya Dok, dan di satu sisi saya harus kuat Dok. Dok saya harus bagaimana.biar saya tetap bertahan. Terima kasih Dok

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan nya Bu Lintang. Suka main slot dan pecandu obat terlarang adalah kondisi kecanduan/adiksi berat. Hal tersebut termasuk sebagai penyakit mental karena sulit sembuh tanpa bantuan orang lain. Hal tersebut juga kurang mencerminkan tanggung jawab dan kepedulian beliau sebagai suami dan hal ini dapat menjadi kondisi yang persisten/menetap dan tidak baik untuk kesejahteraan mental ibu dan anak-anak.

Upaya yang bisa dilakukan untuk bertahan adalah melalui diri sendiri dan lingkungan/suami Ibu. Ibu dapat berupaya untuk melakukan diskusi dengan suami Ibu dengan tenang/kepala dingin, meskipun saya memahami bahwa menghadapi kecanduan adalah hal yang tidak mudah. Namun ibu perlu tetap tenang saat berdiskusi.

Silakan mencoba berbagi perspektif tentang dampak jangka panjang dan pendek atas konsekuensi dari perbuatan suami. Suami mungkin awalnya akan menyangkal atau menolak untuk berdiskusi, karena kecanduan mengakibatkan pikiran menjadi tidak rasional dan impulsif (mudah memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang). Namun Ibu perlu mencoba berulang kali hingga suami mau mendengarkan.

Apabila tidak berhasil, Ibu dapat mencari pertolongan orang lain yang sekiranya dapat memediasi diskusi tersebut.

Upaya di atas kemungkinan besar akan membutuhkan waktu yang panjang. Maka dari itu, Ibu perlu merawat diri dengan melakukan hal-hal yang dapat menenangkan pikiran seperti jurnaling, bermeditasi, melakukan hobi, atau berbagi cerita pada orang yang dipercaya baik itu teman atau keluarga sehingga ibu tidak merasa sendirian.

Terkait self love atau mencintai diri, Ibu dapat merenungkan batasan terkait mempertahankan hubungan. Karena pertimbangan ini adalah pertimbangan rasional terkait batasan diri ibu dan kesejahteraan mental jangka panjang. tindakan self love kadang terlihat sangat sulit atau mengorbankan hal yang besar.

Namun tidak ada yang terlalu besar apabila hasil yang didapatkan sepadan yaitu hidup lebih berkualitas dan lebih mendukung kesejahteraan mental ibu serta anak-anak. Mohon maaf tidak dapat banyak membantu Bu dan saya doakan segera mendapat jalan keluar yang terbaiik untuk Ibu dan keluarga.

 

“Saya selalu tertegun dengan semangat teman-teman yang menyimak dan memberikan pertanyaan. Peluk jauh untuk kakak-kakak yang sedang menjalani hari-hari yang sangat berat. Jangan sampai hidup yang keras dan berat turut mengeraskan hati kita dan melupakan self love. Dengan adanya kondisi lingkungan yang kurang mendukung kesejahteraan mental kita, tentu self love tidaklah egois/toxic. Melainkan wujud cinta dan keberanian atas hak kita untuk sejahtera dan pulih optimal.

Kemenangan sesungguhnya adalah menjaga hati dan jiwa kita tetap lembut di tengah dunia yang menghujam kita berkali-kali. Dan jiwa kesatria adalah ketika kita berani menyuarakan ke dunia luar bahwa kita berharga dan kita layak dicintai. Salam semangat dan sehat, doa saya menyertai kakak-kakak semua. Mohon maaf atas kekurangannya.”_ Janitra Hapsari, S.Psi., M.K.M., CMHFA

 

By | 2025-10-21T05:16:33+00:00 October 21st, 2025|Kuliah lewat WhatsApp|0 Comments

About the Author:

Yayasan
Yayasan Hipertensi Paru Indonesia adalah komunitas pasien, keluarga, dan kalangan medis pemerhati Hipertensi Paru. Silakan klik Daftar Anggota untuk bergabung dalam komuniitas dan klik IndoPHfamily untuk bergabung di forum utama pasien di Facebook
Open chat