Oleh : Fatma Mazni Putri
~Walaupun tidak mudah, tetaplah berusaha dan berdoa, kita bisa melewatinya~
Assalamualaikum wr wb
Selamat malam teman-teman semua. Perkenalkan nama saya Fatma Mazni Putri, domisili Pekanbaru. Saya didiagnosa PH karena autoimun. Saya ibu dari 2 anak, tetapi suami sudah meninggal lebih dulu karena sakit kanker limpoma non honkins.
Awal gejala yang saya rasakan itu, 5 tahun lalu, saat itu tiba-tiba saya tidak punya tenaga untuk beraktifitas, waktu itu hanya sesak nafas saja saat selesai mandi, saya kira asma biasa, kemudian coba cek ke dokter paru-paru di salah satu rumah sakit ternama di Pekanbaru.
Hasil ronsen saya menunjukkan bahwa paru-paru perokok pasif, memang saya akui, dulu saya suka nongkrong di cafe dengan klien atau penghubung tanah yang notabenenya mereka adalah perokok. Saat itu dokter bilang kalau saya tidak boleh kena asap rokok lagi, dan dikasih antibiotik untuk menghilangkan gejala hilang tenaga. Dokter beranggapan saya kena bakteri atau virus.
Waktu berlalu, 4tahun saya masih sesak kalau jalan, sebentar berhenti, dan untuk aktifitas lainnya saya kurangi. Minum kopi yang biasa tiap pagi atau sore, dihilangkan perlahan, pola makan diganti ke yang lebih baik.. belum ke yang sehat seutuhnya.
Akhirnya selesai lebaran 2022 saya tumbang, tidak punya tenaga, hanya tidur dan tidur, nafsu makan hilang. Akhirnya cek kolesterol saya 200, saya iseng ke dokter jantung. Karena sepupu saya menganjurkan cek jantung dari dulu.
Pemeriksaan ecg, dan kemudia echo…di situ baru tau kalau saya kena hipertensi paru. Berbagai keterangan dokter yang tidak membuat saya puas, akhirnya saya pindah dokter untuk opsi kedua. Oiya sebelumnya saya dikasih obat, evaluasi selama 2 minggu jika ada gejala yang kurang bagus harus dilaporkan. Bisoprolol, spironolacton, dan siladenafil menjadi obat wajib saya.
Alhamdulillah seorang sahabat memperkenalkan kepada saya grup YHPI, saya jadi tau apa itu hipertensi paru. Kalau nunggu dokter jelaskan beliau singkat-singkat aja, terkadang saya sampai sungkan tanya-tanya lagi.
Aktivitas tidak senormal dulu, banyak kurangnya, tapi dilimpahkan ke staf kalau di kantor, kalau di rumah ada yang bantuin. Semua serba diladenin, anak-anak ikut membantu jika saya kecapean. Karena setelah dijelaskan apa itu Hipertensi Paru, keluarga akhirnya mengerti bahwa saya itu ga sehat cuma pura-pura sehat dimata mereka.
Hikmah yang saya dapat dari sini, kita harus hidup sehat, walau susah berusahalah, kita juga manusia kadang khilaf hanya karena hawa nafsu. Dan saat ini saya lebih dekat dengan keluarga, mengoptimalkan waktu bersama, 60% buat keluarga sisanya kerja dan lainnya.
Tetaplah semangat, jangan suka mengeluh, lakukan yang bisa kita lakukan semampu kita, ikhtiar dan berdoa.