Oleh: Dinda
~Drama Opname Tiap Tahun Dan Selalu Masuk ICCU~
Assalamualaikum wr.wb.
Selamat malam teman-teman tersayang. Perkenalkan, namaku dinda usia 22 tahun dan berdomisili di kota surabaya, jawa timur.
Di sini saya mau cerita sedikit tentang perjalanan hidupku bersama hipertensi paru. Di umur 9thn, aku didiagnosa PJB tipe ASD. Ketika itu, ayah mau berangkat merantau, tetapi di sisi lain ayah liat kejanggalan di tubuhku yang semakin hari semakin kurus, sering batuk pilek, dan lemas juga.
Akhirnya aku diperiksakan di klinik. Dan dokter tidak mau memberi obat, hanya nyaranin untuk periksa ke rumah sakit yang lebih besar
Setelah dilakukan pemeriksaan di rumah sakit rujukan, aku didiagnosa asd. Saat itu, aku tidak tahu, apa itu asd. Orang tua dan dokter juga tidak menjelaskan, sehingga aku anggap remeh.
3thn kujalani pengobatan di RSUD Suwandi surabaya, begitu hasil echo yang kesekian kalinya keluar, dokter mengatakan bahwa aku harus tindakan pemeriksaan kateterisasi. Aku dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tahun 2014 aku di hubungi RS, karena mendapat jadwal tindakan kateterisasi.
Jadwal yang selama ini ditunggu-tunggu. Namun, jauh dari harapan, proses kateterisasi tidak berjalan lancar. Ketika alat dimasukan, kondisiku drop, jantung lemah, kejang sampai hilang kesadaran. Aku dilarikan lah ke iccu dan perawatan di situ selama 4 hari. Aku belum juga sadar, dokter sudah angkat tangan, dan orang tuaku pun sudah pasrah
Qodarullah, mukjizat itu ada, tiba-tiba aku sadar dan di situ rasanya senang. Aku menanyakan, apakah tindakan kateterisasinya sudah selesai? Ibuku, menjawab sudah. Sesampainya di rumah, orang tua menjelaskan, semuanya benar-benar sedih dan aku menyalahkan diri sendri
Oktober 2017, aku drop, batuk yang bener-bener parah, bengkak. Dan saat itu sedang ada di perjalanan. Aku merasa sesak napas, sampai rumah lemas akhirnya memutuskan untuk ke ugd. Dokter mengatakan bahwa aku mengalami gagal jantung dan harus opname, sampai sebulan lamanya.
Sampai di rumah, selang 1mg bekas infus (jalan masuk obat) memar semua jadi seperti luka orang sakit (maaf) diabetes. Kuperiksakan ke poli bedah, di sana luka itu dibuka dan dibersihin, mondar-mandir poli bedah selama 1 bulan. Setelah itu, alhamdulillah membaik dan kulanjutkan dengan merawat sendiri dirumah
Singkat cerita, pada bulan november 2021, aku drop dengan keluhan mual, pusing nafsu makan turun sampai saturasi di angka 64. Opname lagii dan lagi.
Akhirnya, tibalah waktu kontrol. Dokter mengatakan kalau jantungku sudah tidak bisa dioperasi, karena terlalu berisiko. Dokter juga bilang kalau sangat berisiko untuk hamil, bahkan untuk tindakan kateterisasi aja tidak bisa.
Bagaimana perasaanku? tentu saja seperti tersambar petir di siang bolong. Saat antri obat di farmasi, aku tidak bisa menahan air mata. Sesampai di rumah, aku masuk kamar, tutup pintu dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak cerita ke siapapun tentang hal itu.
Aku merasa tuhan tidak adil, kenapa jalan kesembuhanku sulit sekali, seakan di jalan buntu? Kenapa tidak seperti teman-teman yang lain? Aku benar-benar merasa sendirian. Bahkan aku sempet denial sampe salah paham sama keluarga dan tidak saling sapa. Kemudian, dokter menyarankan untuk gabung di YHPI, di situlah aku merasa punya semangat baru.
Sampai akhirnya, ada laki-laki yang mau serius sama aku dan kami sudah jalani sekitar setahun ini. Dia baik, bisa menerimaku apa adanya. Namun, tak bisa dibohongi kalau aku aku merasa bingung, takut, ragu… akhirnya aku cerita ke kakak dan ibuku, tentang tentang kondisiku yang sudah dijelaskan oleh dokter, mereka kaget dan mengatakan agar dibicarakan saja dulu dan lain kali kalau ada apa-apa harus cerita ke mereka.
Aku sangat bersyukur punya orang tua dan keluarga yang sangat menyayangiku. Aku merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara, kalau kondisiku drop, semua benar-benar berperan termasuk adikku.
Banyak sekali yang sudah kujalani dari keluar masuk rumah sakit, cacian ataupun hinaan, dan sebagainya. Aku sering dijadikan bahan omongan, karena sering keluar masuk rumah sakit.
Nyawa nemu, bahkan dibanding-bandingkan dengan saudaraku sendri oleh para tetangga. Andai mereka tahu, aku pengennya juga bisa sekolah, kuliah, keluar masuk kantor tempatku kerja, keluar masuk mall saat weekend bukan keluar masuk rumah sakit. Aku juga tidak menginginkannya, hanya saja aku sedang bertahan dan berjuang menjalani takdirku.
Awal terdiagnosa, aku tidak banyak kepikiran, karena memang tak paham dan mentalku lebih bagus dulu dibanding sekarang. Namun, aku tetap bersyukur atas semua itu, karena masih bisa menjalani hari dengan baik, bisa beraktivitas normal meskipun kadang juga ada aja keluhan. Drama opname tiap tahun dan selalu masuk iccu.
Bulan februari 2022 ada dokter yang menyarankan buat daftar kateterisasi. Aku sempat bertanya-tanya dalam hati, emang bisa? Aku daftar kateterisasi dan pemeriksaan TEE juga, tetapi sampai sekarang pun belum dapat giliran, disisi lain ibu saya agak keberatan kalau saya kateterisasi ataupun operasi suatu saat nanti (misal) karena beliau masih trauma.
Aku hanya pasrah, takdir tuhan pasti yang terbaik. Sekarang, aku bakal berjuang semampuku. Setiap bulan kontrol, rutin minum obat, dan sebisanya menerapkan gaya hidup sehat ala PHers 5H3B. Karena sudah benar-benar di fase berusaha berdamai dengan kondisiku.
Sekian cerita dari saya mohon maaf kalau terlalu panjang, semangat buat semuanya!