Tetaplah Berjuang dengan Kondisi Apapun – Cecilia Rina – OPJ

//Tetaplah Berjuang dengan Kondisi Apapun – Cecilia Rina – OPJ

Tetaplah Berjuang dengan Kondisi Apapun – Cecilia Rina – OPJ

“Tetaplah berjuang dengan kondisi apapun.” – Cecilia Rina

Selamat malam teman teman,

Saya Caecilia Rina A

Lahir di TulungAgung Jawa Timur, bapakku karyawan PJKA yang tiap tiga tahun pindah tugas, terakhir tinggal di Klaten. Ibuku seorang ibu Rumah tangga yang luar biasa hebat.

Kelahiranku disambut dengan suka cita, karena 3 kakakku laki2 disusul 5 adikku, 4 laki laki, 1 perempuan.

Masa kecilku diwarnai dengan permainan laki, sepak bola, perang perangan, dsb

Pertumbuhanku dari SD sampai SMA , tidak pernah sakit serius. SMA saya sekolah di Solo ikut bude. Klas 3 SMA klasku ada di tingkat 2, mulailah sering ngos2an bila menuju tingkat2. Hingga suatu hari saya batuk cukup lama, waktu itu ada dokter UKS, dokter curiga detak jantung terdengar tidak beraturan dan dokter minta untuk rongent. Hasilnya jantung membesar,dan saya dikasih obat digoxin.

Th 1982 waktu itu belum ada dokter jantung di Solo, saya hanya minum obat dari dokter umum. Ujian akhir sekolah saya sudah tidak diperbolehkan ikut olahraga. Lulus SMA pengin kuliah, daftar kemana mana tidak diterima, sedih rasanya, teman teman kuliah saya pengangguran. Saya juga berpikir mau apa? Apakah hanya istirahat tidak boleh lelah tanpa tahu bisa sembuh atau tidak.

Hingga pada suatu hari ada pendaftaran karyawan PJKA di Bandung, kebetulan bapak tugas diBandung. Dengan tekad bulat saya berangkat ke Bandung, tujuan utama bekerja dan berobat, karena keterbatasan dokter di Solo.

Kebetulan di Bandung ada Pakde, beliau dokter yang tugas di RS Hasan Sadikin, saya dirujuk ke penyakit dalam, 1 bulan saya periksa macam2, dan dokter angkat tangan, harus ke RSCM jakarta. Bersamaan dengan selesainya test di PJKA. Dalam perjalanan KA Parahiyangan ketemu pramugari yang sama-sama mendaftar di PJKA, ngomong kalau aku diterima, tapi bapak hanya jawab, lagi sakit tidak boleh kerja.

Sampai di RSCM, bingung ada gedung eykman yang khusus menangani jantung, dan ada poli yang banyak sekali, akhirnya antrilah aku di polijantung, ketemu dengan dokter jantung yang baik, tapi lupa namanya. Mulailah sejumlah pemeriksaan, yang paling saya takuti waktu itu periksa echo, tidak seperti sekarang detektor yang ditempel didada itu seperti benda dari logam tumpul, ditekan tekan ke dada sakitnya minta ampun. Desember 1982 RHC dan hasilnya ASD jantung bocor, tapi tidak tahu berapa mm, minim informasi. Dokter menyarankan untuk operasi, saya senang kalau bisa disembuhkan, tapi biaya dari mana? Dokter memberi informasi bisa minta bantuan dari Yayasan Jantung Dewi Sartika, hanya harus antri. Bapakku akhirnya mengurus semua dan tinggal tunggu pelaksanaan.

Di jakarta saya tinggal dirumah bude, sambil menunggu jadwal op, tiap bulan rutin periksa. Hingga pada bulan maret 1983 dokter RSCM minta supaya aku operasi, waktu itu dijadwalkan untuk ditangani Dr Michael De Bakey dari USA. Semua persiapan operasi dari periksa gigi, paru2 sudah saya lakukan. Ternyata dari pihak yayasan jantung belum siap, karena berhubungan dengan sumbangan dari kantor bapak belum clear. Batallah saya operasi.

Bulan oktober kondisiku sudah semakin ngos2an, aku memberanikan diri datang ke Yayasan Jantung tanpa pamit bude untuk menanyakan jadwalku. Sampai yayasan dimarahi sama petugas, karena nekat pergi sendiri. Saya ceritakan kondisiku, akhirnya 2 minggu kemudian dipanggil untuk meeting penentuan jadwal operasi. Keluarlah jadwal tanggal 22 November 1983 operasi di RSPAD Gatot Subroto.

Waktu itu yang bisa bedah jantung hanya di RSCM dan RSPAD Gatot Subroto, Harapan Kita belum ada bedah jantung, baru RS ibu dan anak. Tanggal 16 Nov saya sdh masuk RS, dan saya sampaikan ke suster kalau tg 20 jadwal mensturasi saya, saya minta diobati agar bisa ditunda, tanggal 19 saya mens, dan dokter memberi obat supaya tertunda mensnya. Pokoknya saya pengin sekali segera operasi, karena tahun berikutnya saya harus sekolah.

Tiga hari sebelum operasi , kondisi badan harus steril, kramas mandi pakai betadine, bisa dibayangkan baunya. Malam sebelum hari H suster yang merawat di ICCU datang untuk menjelaskan besok mau diapakan dada ini, dan saya sangat siap. Tibalah hari H tanggal 22 November 1983 jam 6 pagi saya digledeg ke ruang op. Bapak juga sudah siapkan darah segar 5 orang, tapi 1 orang tidak datang, bapak sudah panik, ternyata 4 orang cukup. Selesai operasi sekitar jam 14.00, begitu sadar dan banyak alat, ada yang dimulut ada yang bergelantungan, tangan mau mencabut semuanya, untuk suster ngasih tahu kalau alat itu dibutuhkan jantungku. Di ICCU 1 minggu, di R isolasi 4 hari trus baru ke R perawatan., hampir 1 bulan opname. Saat yang sangat membahagiakan adalah saat alat alat dicabut, seperti lahir kembali, bisa menghirup udara dengan bebas. Puji Tuhan

Pasca op, keinginan untuk segera pulih dan sekolah sangat luar biasa, sehingga nafsu makan meningkat, hasilnya dalam 1 bulan berat badan naik 5 kg, dan kolesterol meningkat. Dimarahi Dokter harus diet, makan rebusan, dan itu saya lakukan sampai sekarang, jarang makan gorengan, berat badan tidak pernah lebih dari 55kg, dengan tinggi badan 163CM. Bila BB nambah nafas jadi berat.

Juli 1984 saya mulai kuliah, ketemu suami dan wisuda sama sama. Sebelum ketemu suami di sma sampai awal kuliah saya pernah berpacaran 4 tahun, putus masalahnya kami beda kota, dia di semarang saya di yogya. Dia penginnya 1 kota. Dengan suami melalui pacaran 7 tahun, suami sudah tahu kondisi saya sebelum memutuskan berpacaran, dan menikahpun saya undur2 terus sampai umur 31 tahun baru okey menikah. Kebetulan sepupu ada beberapa yang profesi dokter, dan menyarankan supaya saya jangan hamil, karena sangat riskan. Saya berpikir naik berat badan saja ngos2an, bagaimana kalau hamil? Dan suami sangat menerima kondisi saya.

Sesudah menikah kami hidup di purwokerto, tempat lahir suami saya, hidup berdua kami jalani selama 16 tahun, tahun ke 17 saya minta ponakan yang baru masuk SMA ikut saya, saya sekolahkan sampai lulus PT sekarang sudah kerja. dan satu lagi masih kuliah.

Saya mulai lupa untuk kontrol sampai 5 – 6 tahun yll, kondisi jantung saya mulai tidak nyaman, kedokter Jantung dikasih obat spirinolacto, fargoxin, farsix, sejak itu saya rutin minum obat. Bulan oktober 2017 saya mulai merasakan jantung rasanya seperti waktu sebelum operasi, dan batuk tidak sembuh sembuh saya ke dokter Lima Peni, dokter mendengar detak yang aneh, obat ditambah bisoprolol ½ tablet, tapi tensi malah ngedrop, akhirmya disarankan ke Sarjito.

Bulan Februari 2018 saya ke Sarjito, ke Poli jantung diminta echo, saya berpikir hari itu juga selesai, ternyata antrinya 3 minggu, bulan maret baru echo didampingi suster dan dr. Gerisca, mereka heran sudah 35 tahun operasi kog jantungnya masih besar, harusnya mulai mengempis. Selesai Echo hasil tunggu 3 hari, dalam perjalanan pulang purwokerto, dr Gerischa telp, supaya kalau pas ambil hasil menemui beliau untuk echo ulang dan buble test, karena diduga ada kebocoran lagi. Suami sudah ketakutan karena kalau diminta operasi lagi mengingat saya sudah berumur. Setelah buble test ternyata tidak ada kebocoran, tapi PH 79mm/hg. Apa itu PH, hati ini penuh tanda tanya. Berikutknya saya diminta ke CRO, ketemu dr Dimas dan dr Vera sampi akhirnya tg 2 april 2018 jadwal RHC, hasilnya jantung tidak bocor, tapi PH.

Inilah kesalahan yang saya lakukan tidak rutin berobat, akhirnya ketahuan PH primer, mulailah saya cari tahu di internet tentang PH, ternyata ada YHPI, dan saya baca testimoni anggota, yang membuat saya semakin was2 dengan kondisi saya. Akhirnya bulan juni saya mulai like facebook YHPI, WA ke mbak Indri, ke mbak Dian, disarankan daftar tapi ga bisa berhasil sampai berapa kali, akhirnya di WA mbak Ana dibantu untuk daftar, bergabung sampai sekarang.

Awal mula gabung ada 3 teman meninggal dunia, hati ini semakin was2, tapi ternyata banyak juga yang lebih berat kasusnya dari saya sangat bersemangat. Saya banyak belajar dari pengalaman teman2, hingga saya sekarang sudah bisa kontrol sendiri ke Sarjito, tadinya bawa tas saja sudah ngos2an.

Hasil evaluasi oktober kemarin, TVG turun 63mm/hg. Puji Tuhan. Obat yang saya minum, sildenafil 20mm, notisil, furosemide bila diperlukan. Setiap cek darah INR naik mendekati angka 2., tapi bulan kemarin turun di angka 1,72 sebelumnya 1,89.

Pesan untuk teman2,

  1. Tetaplah berjuang dengan kondisi apapun
  2. Rutin minum obat
  3. Makanlah yang mendukung kesehatan, jangan hanya kepuasan lidah
  4. Bersyukurlah selalu kita masih diberi nafas, yang artinya kita masih dipercaya untuk melakukan tugas terbaik.
  5. Yang belum berumah tangga, janganlah pernah berkecil hati. Pasti kita diberi pasangan yang terbaik. Jodoh sudah diatur dan jujurlah dengan pasangan. Saya ok kamu ok.

 

Begitulah ceritaku, panjang ya…

By | 2023-02-09T08:15:56+00:00 December 10th, 2018|Our PH Journey|0 Comments

About the Author:

Yayasan
Yayasan Hipertensi Paru Indonesia adalah komunitas pasien, keluarga, dan kalangan medis pemerhati Hipertensi Paru. Silakan klik Daftar Anggota untuk bergabung dalam komuniitas dan klik IndoPHfamily untuk bergabung di forum utama pasien di Facebook
Open chat