Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799
PENGUMUMAN KULWAP YHPI
- Waktu : Kamis, 22 Desember 2022
- Pukul : 19.00 – 21.00 WIB
- Narasumber : Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog
- Tema : Terima Kasih, Kita Semua Hebat
- Moderator : Amida
Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI
Apa sih self compassion itu?
Berbagai ahli mengatakan bahwa self compassion itu merupakan sikap terbuka dan tergeraknya hati oleh penderitaan yang dialami, rasa untuk peduli dan mengasihi (welas asih) pada diri sendiri, memahami tanpa menghakimi kekurangan dan kegagalan diri, menerima kelebihan dan kekurangan serta menyadari bahwa pengalaman yang dialami kurang lebih sama dengan yang dialami oleh orang lain, yang artinya kita tidak sendiri.
Ibaratnya seperti ini: bagaimana kita bisa mencintai orang lain jika kita sendiri saja tidak mengetahui bagaimana kita mencintai diri sendiri? Kita pun memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan seperti apa oleh orang lain kan ya?
Jadi tidak ada salahnya juga memperlakukan diri kita dengan kebaikan dan perhatian yang sama seperti yang akan kita berikan kepada orang terdekat kita, terutama yang kita sayangi. Dengan tidak mengkritik diri/menghakimi diri sendiri adalah langkah awal yang baik untuk mengasihi diri kita. Kita tidak sendiri, jangan sampai kita merasa kita paling menderita dan akhirnya kita “terisolasi” dan menjadi tidak objektif. Ada orang lain yang dapat kita ajak bicara dan kita ajak diskusi.
1. Pertanyaan:
Nama: Tyas Nurfita Sari, Usia: 30 th, Domisili:Sragen. Selamat malam dok. Saya sangat berterima kasih untuk diri saya sendiri selama ini sudah mampu berjuang sejauh ini & sehebat ini. Beraktifitas layaknya orang yang sehat walafiat meskipun sering merasakan sesak nafas sewaktu”, saturasi yang selalu dibawah 80, mental yang kadang direndahkan karena keterbatasan tenaga. Pertanyaan saya dok. Bagaimana dok caranya untuk selalu menumbuhkan pikiran positif pada diri sendiri agar tetap bisa selalu happy & selalu tidak merasa berkecil hati dengan keterbatasan kami? Terima Kasih dok. Mohon pencerahanya.
Jawaban:
Selamat malam mba Tyas yang hebat dan kuat, selalu ada hal yang dapat kita syukuri ya di setiap langkah dan setiap harinya. Sebelumnya, terima kasih atas pertanyaannya, saya izin untuk mencoba menjawab ya mba. Betul sekali bahwa kita perlu menumbuhkan pikiran positif pada diri sendiri, dengan positive self-talk pada diri akan sangat membantu. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa it’s okay mba ketika kita sedang tidak merasa okay/ baik2 saja. Gak apa2 banget kok jika kita sedang merasa sedih, marah, atau mungkin kita merasa kecewa. Kita tidak selalu harus senang setiap waktu mba. Yang perlu kita sadari adalah bagaimana kita bisa mindful, secara jelas dan sadar mengetahui apa yang sedang kita hadapi dan kita rasakan, mampu untuk menerimanya, dan menghadapinya tanpa menghakiminya.
Mengapa perlu demikian? Agar kita dapat secara sadar, dapat melihat dari berbagai sudut pandang, mendapatkan perspektif lain yang biasanya lebih objektif. Saya paham sekali, dengan kondisi tubuh mba saat ini yang pastinya terdapat perbedaan (baik kecil maupun cukup besar terdampak) dari kondisi sebelumnya, menghadapi kondisi saat ini tentunya tidaklah mudah, pasti akan ada dampak seperti keterbatasan yang mungkin tidak sama lagi sperti dahulu. Dan mungkin juga di luar sana ada orang lain yang tidak mengerti dengan kondisi kita, menganggap kita baik2 saja (padahal tidak seperti itu ya). Namun perlu diingat, dengan memahami kondisi tubuh saat ini, kita mengetahui apa yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk kebaikan diri kita. Bukan berarti egois, dengan memahami kebutuhan diri, secara tidak langsung kita berusaha untuk mencintai dan menerima diri sendiri dengan cara yang baik.
Dengan melakukan kebersyukuran yang dapat dilakukan setiap harinya dapat membantu juga, seperti bersyukur atas apa yang terjadi hari ini. Bersyukur pun tidak perlu karena ada hal/ sesuatu yang besar yang terjadi pada diri kita di hari ini kok, kita bisa mulai dari hal2 yang kecil. Misalkan atas makanan yang bisa dimakan hari ini, nafsu makan yang sedang baik, dokter yang cukup informatif, orang terdekat kita yang menemani kita dan support kita, bisa jalan pagi dengan orang tersayang, atau apapun.
Lalu, bagaimana jika merasa tidak ada yang disyukuri, atau jadi bingung apa yang perlu disyukuri? Jika bingung untuk memulainya dari mana, mba bisa mencoba untuk mulai bersyukur atas apa yang didapatkan/terjadi di hari ini dan tidak didapatkan/terjadi di hari kemarin, hal tersebut dapat dilakukan, namun perlu diingat ya mba, tanpa membandingkan dengan orang lain ya tentunya.
Melakukan afirmasi kepada diri sendiri, seperti positive self-talk yang saya sebuntukan di atas dapat mba lakukan, seperti “aku berharga”, “aku bermakna”, “aku hebat telah berjuang sampai sejauh ini”. Semoga menjawab ya mba… Semangat mba Tyas.
2. Pertanyaan:
Nama: Tria Utari, Usia: 26 thn, Domisili: Jakarta Utara. Selamat siang, mohon izin bertanya. Saya sering mengalami perasaan sedih atau mengingat hal² yang sudah dilewati selama mempunyai PJB dan Hipertensi Paru, jika saya akan melakukan tindakan seperti RHC atau yang lainnya, sehari sebelum tindakan saya sedih dan ingatan yang sudah dilewati itu ada dipikiran saya. Bagaimana cara mengatasi hal tersebut ya, dan apa yang harus dilakukan supaya tidak mengingat hal² yang membuat sedih ? Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Hallo, selamat malam mba Tria, terima kasih sudah bertanya, saya coba menjawab pertanyaannya ya mba. Saya paham sekali, pasti sedih rasanya setiap akan melakukan tindakan terlebih hal tersebut tak jarang membuat ingatan2 yang sudah dilewati oleh mba Tria muncul kembali. Menurut saya adalah hal yang wajar ketika perasaan dan emosi sedih tersebut hadir, kita mengingat kembali kejadian yang sudah dilewati dan menghadapi tindakan yang akan dilakukan untuk kesehatan diri kita, hal tersebut saya yakin tidaklah mudah untuk menjalaninya, kita butuh support dari orang2 terdekat kita.
Dalam menghadapi situasi apapun, yang perlu dipahami adalah bagaimana kita bisa mengetahui emosi apa yang hadir, memahami apa yang melatarbelakanginya, dan dapat menerima serta meregulasi emosi tersebut dengan baik. Suatu langkah awal yang sangat bagus menurut saya mba Tria sudah dapat memahami dan mampu menamai emosi yang hadir dalam diri mba Tria, mba Tria pun dapat mengetahui apa yang melatarbelakanginya. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kesedihan itu dapat diregulasi dan diekspresikan dengan tepat.
Jika kita berbicara tentang cerita perjalanan, saya mungkin dapat mengibaratkannya dengan sejarah. Seperti sejarah, kita tidak bisa melupakan sejarah, kita tidak bisa menghindari sejarah, cerita tersebut pasti akan tetap ada karena kita sudah melewatinya. Hal yang penting disini, walaupun kita tidak bisa menghilangkannya, kita bisa belajar sesuatu dari sejarah untuk menghadapi masa depan yang lebih baik. Jadi, insight/pelajaran apa yang bisa didapatkan dari peristiwa tersebut yang bisa kita ambil untuk menjadi versi diri kita yang lebih baik?
Begitu pula dengan situasi yang dihadapi oleh mba Tria, segala sesuatu yang telah dilewati merupakan hal yang pastinya cukup berat dan membuat mba Tyas sedih, it’s okay, gak apa2 banget kalau merasa sedih, yang penting adalah bagaimana kita berproses untuk menghadapinya sampai menerimanya.
Kuncinya adalah penerimaan, betul sekali mba Tria, memang hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan dan terntunya tidaklah instan, semuanya membutuhkan proses dan ingatlah bahwa setiap orang memiliki proses serta perjalanannya yang berbeda. Dengan memahami perasaan diri, mengetahui apa yang terjadi dan yang menyebabkan emosi itu muncul, kita dapat memahami apa yang dapat kita lakukan kedepan. Selain berproses untuk menerima diri, mencari sudut pandang yang lain pun dapat kita lakukan, seperti apa yang kita pelajari dari kejadian yang kita alami pun dapat membantu kita untuk menemukan sudut pandang lain menuju kebaikan. Ingatlah bahwa kita tidak sendiri, kita bisa bercerita kepada orang yang dirasa nyaman oleh kita, menceritakan tentang perasaan dan pengalaman kita kepada orang lain yang dirasa nyaman cukup membantu kita dalam meregulasi emosi yang dirasakan dan membantu kita untuk menemukan sudut pandang lain yang dapat kita pelajari sehingga kita mengetahui kedepan apa yang baik untuk dapat kita lakukan. Semoga cukup menjawab pertanyaannya mba.
3. Pertanyaan:
Nama: Dwi Afriyanti, Usia: 27 tahun, Domisili: Malang. Dokter ijin bertanya. Saya sangat bersyukur karna sampai dititik ini mampu berjuang dan selalu bersyukur dengan setiap keadaan yang ada.
Meski saya tau banyak orang yang bertanya-tanya atau kadang menyepelekan tentang sakit saya.
Saya selalu beranggapan karena mereka tidak menjadi saya. Pertanyaannya,, saya terkadang tiba-tiba merasa sedih tanpa sebab. Bagaimana ya dok caranya untuk mengendalikan diri saat saya merasa sedih tanpa sebab seperti itu?! Terkadang sampai tiba-tiba menangis. Dan bagaimana cara menumbuhkan pikiran positif saat saya merasa insecure dok?! Terima kasih.
Jawaban:
Hallo, selamat malam mba Dwi, terima kasih sudah mau berjuang sampai saat ini dengan segala keadaan yang dihadapi. Saya izin menjawab ya mba, seperti yang saya paparkan kepada mba Tria, penting sekali untuk kita mengetahui emosi yang kita rasakan dan memahami apa yang melandasi/melatarbelakangi emosi tersebut hadir/muncul, mba Dwi bisa merasa2 kira2 apa yang membuat mba Dwi merasa sedih, apakah mungkin karena reaksi orang terhadap kita? Atau perilaku mereka membuat kita tersinggung sehingga kita merasa sedih? Atau mungkin pandangan orang2 kepada kita membuat kita merasa direndahkan sehingga membuat sedih? Atau mungkin ternyata ada hal lain yang membuat mba Dwi merasa sedih?
Memang untuk mengetahui apa yang kita rasakan dan apa yang melatarbelakangi emosi ini hadir perlu kita asah/latih. Sering sekali kita menjadi tidak terbiasa untuk memahami situasi atau emosi, terutama yang berkaitan dengan sedih, marah, takut. Sedangkan penting sekali kita bisa mengetahui emosi yang kita rasakan sehingga bisa “menamai” emosi tersebut (misalkan: sedih, marah, kecewa, takut, dsb), lalu menemukan apa yang melatarbelakanginya karena ini adalah suatu kunci. Kenapa? Karena ketika kita mengetahui apa yang melatarbelakanginya, kita akan mengetahui apa yang akan kita lakukan untuk meregulasinya secara efektif
Jika bingung, ketika kita menangis, cobalah untuk dirasa2 kembali, apakah kita sedih? Atau mungkin ada emosi lain yang hadir? Misalkan takut? Atau kecewa? Karena tidak jarang beberapa emosi dapat hadir pada diri dalam satu waktu. Lalu kita dapat mengingat2 kejadian apa yang dialami oleh kita, apakah kejadian tersebut yang membuat emosi ini hadir? Setelah kita mengetahui emosi dan memahami latar belakang dari emosi itu, kita pun kita perlu untuk menerima seluruh emosi dan pengalaman yang hadir ke dalam diri kita.
Mengapa demikian? Karena ketika kita tidak dapat menerima dan semakin menolak, kita akan semakin terus tidak “terlepas” dari hal tersebut, akan semakin terpikirkan oleh kita, malah menjadi tanpa sengaja hadir, oleh karena itu penting sekali kita dapat meregulasi emosi kita dengan baik dan efektif.
Mba Dwi bisa mencobanya dengan membuat jurnal harian, menuliskan emosi apa yang dirasakan, atau mungkin dimulai dari apa yang terjadi di hari ini dan apa perasaan mba saat ini. Lalu bisa memberikan skala, misalkan dari 1 sampai 5. 1 itu intensitasnya lemah, 5 itu sangat tinggi. Misalkan emosi yang dirasakan sedih, kalau 1 itu sedih saja, kalau 5 itu sangat sedih.
Terkait dengan bagaimana menumbuhkan pikiran positif pada saat merasa insecure, kita berbicara tentang kecemasan. Cemas itu wajar dan menjadi insting manusia untuk memberikan sinyal kepada kita bahwa ada sesuatu yang akan mengancam/membahayakan kita.
Saya akan memberikan ilustrasi, misalkan ketika ada pengumuman ujian dadakan, wajar sekali kita merasa cemas karena hal tersebut dianggap oleh kita adalah suatu ancaman, kalau nilainya buruk, nanti hasil akhir semester kita akan buruk.
Ada orang yang meregulasinya dengan belajar karena dia tau dia cemas dan takut gak bisa nanti pas ujian, jadi belajar untuk menghadapi ujian tersebut. Tetapi ada juga orang yang saking cemasnya, tetapi tidak mengetahui apa yang sebenarnya ia cemaskan, tidak bisa berpikir jernih, sibuk sendiri, akhirnya tidak belajar, dan ketika ujian akhirnya tidak bisa. Kalau melihat orang kedua ini, bagaimana cara dia meregulasi kecemasannya tidak baik ya.
Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa kedua orang tersebut sama2 cemas, tetapi bagaimana orang pertama dapat mengetahui apa yang bisa ia lakukan dan meregulasi kecemasannya dengan baik justru malah memberikan dampak yang baik.
Cemas boleh, namun jika kita tidak bisa meregulasi/mengontrolnya, hal ini yang akan menjadi berbahaya, malah membuat kita semakin cemas ya hehehe… Untuk menumbuhkan pikiran positif sendiri, kita dapat memulai dengan pertanyaan apa yang aku punya? dan apa yang aku bisa/mampu lakukan?, fokuskan diri pada dua pertanyaan tersebut ya mba. Semoga dapat membantu.
4. Pertanyaan:
Nama: khabibah, Usia: 43th, Domisili:surabaya. Apakah membuat aturan dan syarat2 yang harus d lakukan untuk diri itu termasuk salah satu upaya tidak sayang pada diri sendiri? Misalkan ” aku tidak akan beli sepatu kalau aku tidak bisa memberikan sesuatu untuk orang lain” terima kasih.
Jawaban:
Hallo, selamat malam mba Khabibah, saya izin coba untuk menjawab ya mba. Menurut saya, membuat syarat dan batasan kepada diri sendiri tidaklah apa2, terlebih ketika kita mengetahui hal itu baik bagi diri kita. Yang pertama saya ingin tanyakan, apa dampak dari aturan dan syarat tersebut bagi diri mba Kbahibah?
Apakah hal tersebut menjadikan mba Khabibah merasa senang? merasa lebih baik? atau mungkin menjadi merasa tidak nyaman karena jadi berlebihan? Jika hal tersebut membuat mba Khabibah menjadi orang yang lebih baik, jadi orang yang senang berbagi, membuat hati mba Khabibah senang, hal tersebut saya rasa sangatlah tidak apa2 sekali.
Ingatlah bahwa menyayangi diri merupakan suatu bentuk rasa cinta kasih kepada diri, tanpa syarat, tidak menghakimi, dan melakukannya dengan cara yang baik. Yang terpenting batasan2, aturan2, atau syarat2 yang kita buat jangan sampai membuat kita menjadi terlalu memaksaan kita, menekan kita, atau mungkin kita jadinya malah keras dengan diri kita sendiri. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan mba, apakah cukup jelas? semoga bisa menjawab ya mba
5. Pertanyaan:
Nama : Ayu Fadila, Umur: 30, Domisili : sidoarjo. Kondisi saya saat ini terlihat baik secara fisik bahkan cenderung gendut &terlihat sangat sehat, perubahan fisik saya karena konsumsi steroid ( methyl prednisolon) karena saya (odapus) orang dalam lupus dan mempunyai hipertensi pulmonal. Tapi menurut suami dan orangtua saya tidak apa2 saya tetap terlihat cantik seperti dulu(saya tau itu hny untuk menenangkan saya) dan mereka tetap mencintai saya. Tapi dalam hati saya merasa sangat insecure terhadap diri saya, saya takut berkaca apalagi bertemu dengan orang. Karena pengalaman sebelumnya setiap bertemu orang (dalam lingkup saudara) ada beberapa terkesan tidak percaya bahwa saya sakit, menjudge saya hanya orang malas yang gendut dan disuruh hidup sehat.
Saya jadi semakin benci dengan diri saya,apa benar ya sebenarnya saya ini sakit? Apa hanya perasaan saya saja? Setelah itu saya sedih berkepanjangan dan selanjutnya saya pasti mengalami flare (perburukan). Yang saya tanyakan bagaimana saya agar tidak terpengaruh dengan kata2 buruk dari orang luar ya? Saya mencoba self love dengan afirmasi tapi saat ada orang berkata menyakitkan seakan2 semua yang saya lakukan tidak berguna.
Jawaban:
Selamat malam mba Ayu, terima kasih sudah bertanya, saya coba menjawab ya mba. Saya paham sekali, ada suatu kondisi dimana fisik kita akan terpengaruh oleh obat2an yang sampai pada akhirnya kita sendiri merasa hal tersebut adalah sesuatu yang membuat kita merasa menjadi tidak nyaman dengan diri dan malah membuat diri kita menjadi insecure.
Bersyukur sekali masih ada orang terdekat yang suportif dan tulus kepada diri kita ya mba. Berbicara tentang body image, sedikit membahas tentang materi yang pernah saya berikan sebelumnya, body image atau citra diri merupakan apa yang kita pikirkan dan bagaimana perasaan kita terhadap tubuh kita. Mencakup juga bagaimana kita memandang tubuh kita sendiri dan hubungannya dengan orang lain (seperti membandingkan diri dengan orang lain).
Citra diri yang negatif muncul ketika kita memikirkan bahwa tubuh kita tidak cukup baik, merasa malu dengannya, tidak menyukai karena berbagai macam hal (seperti tubuh, berat, tinggi, dll), berlebihan atau meremehkan ukurannya dan dampak dari citra diri negatif ini salah satunya membuat kita menjadi tidak percaya diri dan bahkan dapat mengarahkan kita pada perilaku yang tidak sehat lainnya. Faktanya sindiran/ejekan tentang penampilan sering membuat kita memiliki citra diri negatif dan bahkan biasanya hal tersebut gak jarang datangnya dari orang terdekat.
Nah lalu apa yang bisa kita lakukan agar tidak terpengaruh dengan kata2 buruk dari orang lain? Mungkin disini ada perlunya kita membuat batasan, tidak apa2 sekali jika kita memberikan batasan kepada diri sendiri, masa sih kita mau membawa orang2 yang tidak suka dengan diri kita ke dalam kehidupan kita?
Namun, jikalau tidak memungkinkan, maka yang bisa kita lakukan adalah membicarakannya secara asertif mengenai apa yang kita rasakan dan mengapa perasaan tersebut muncul. Menginterpretasikan informasi yang masuk dengan “body-protective manner”, mampu membedakan komentar (apakah hal tersebut positif atau negatif, ataukah mungkin bersifat menghina atau merendahkan) dapat meningkatkan citra diri kita ke arah yang lebih positif. Selain itu, kita juga perlu menerima dan menghargai keunikan tubuh dengan mengenali kondisi tubuh yang dapat ‘diperbaiki’ dengan usaha yang sehat dan masuk akal, misalkan minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, olahraga, mengatur porsi makan, memperbaiki cara berpakaian, dll.
Dengan meningkatkan kepercayaan diri melalui cara mengenali dan menghargai kelebihan kita (yang tidak terkait dengan penampilan fisik, misalkan kemampuan yang dimiliki) itu pun dapat membantu kita untuk membentuk citra diri yang lebih positif. Bercermin dari pengalaman orang lain dan membuka wawasan bahwa tidak semua orang meraih kebahadiaan dan keberhasilan karena kemampuan fisik pun bisa dilakukan, kita bisa saling berdiskusi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman sama dengan kita, melihat bagaimana mereka melewatinya, dan mungkin dapat menjadi saling menguatkan.
Jika kita semakin membenci diri, kita akan semakin menguatkan citra diri kita menjadi negatif, kita menjadi merasa tidak bahagia, dan malah berdampak ke kesehatan kita. Oleh karena itu, kita perlu sekali untuk membangun citra diri yang positif selain mengenali dan menerima sepenuh hati kondisi kita saat ini tanpa syarat, semoga apa yang saya paparkan dapat membantu untuk berproses ya mba Ayu. Setiap orang punya perjalanannya masing2 mba, nikmati setiap step perjalanannya ya mba.
6. Pertanyaan:
Nama : Sunarti, Usia : 55 thn, Domisili : Tanah Tinggi, Jkt Pusat. Setelah saya dioperasi ASD dan sakit Ph ini, saya merasa diberi Tuhan hidup ke dua, saya selalu semangat dan memberi semangat serta mengasihi sesama. Yang ingin saya tanyakan, kebetulan saya aktif dalam Pelayanan Ibadah dan 3 bulan ini terpilih jadi Koordinator untuk Periode 3 tahun, disini banyak masalah yang dihadapi, teman2 banyak mau nya ini dan itu, mencoba bijak (karena ada 15 orang yang harus saya hadapi dan harus kesepakatan bersama) rasa nya saya setress, pingin mundur, sementara yang lain bilang saya harus bisa dan bijak.
Bagaimana agar mereka mengerti, padahal mereka tau saya sakit Ph. Paling bisa nya, saya nangis dan doa sama Tuhan, harus kuat. Memang harus bny yang dibenahi dan saya ingin mereka mengerti dan memahami keadaan. Bagaimana caranya agar mereka bisa menerima kekurangan orang lain dan memahami saya. Saya yakin saya bisa melewati masa sulit ini, tapi gak gampang. Terima kasih.
Jawaban:
Selamat malam bu Sunarti, terima kasih atas pertanyaannya, saya izin menjawab bu. Saya paham sekali, rasanya berat ya bu diberikan tanggung jawab, terlebih ketika perlu bijak untuk mengelola banyak orang. Di satu sisi, ada keinginan dari ibu juga untuk dipahami karena ada keterbatasan yang sepertinya orang lain kurang memahaminya, di sisi lain, ibu perlu untuk mengakomodir berbagai keinginan dari rekan yang tak jarang hal tersebut membuat ibu Sunarti menjadi stres ya bu.
Dalam konteks ini, kebanyakan orang yang tau belum tentu memahami dengan benar kondisi kita yang sebenarnya, terkait dengan apa yang mampu kita lakukan ataupun keterbatasan yang kita miliki.
Saya tak bosan untuk berpesan kepada ibu, jangan terlalu keras kepada diri ibu sendiri bu. Agar orang lain dapat memahaminya, ibu Sunarti bisa menyampaikan kepada orang terkait dengan apa yang ibu bisa, bicarakan baik2, seobjektif, dan sekonkret mungkin. Kuncinya di sini bukan hanya sekedar mengetahui saja, tetapi bagaimana saling memahami, bu. jika ibu sudah menyampaikannya dan pada akhirnya tidak dapat mengakomodir seluruh keinginan, ibu dapat meminta bantuan kepada orang yang dapat ibu percaya, ya bu. Semoga dapat membantu bu.
7. Pertanyaan:
Nama: Alfia, Usia: 22, Domisili: Pasuruan. Selamat siang, izin bertanya dok. Saya sering banget tiba” nangis/syock kalo denger kabar yang gak enak. Apalagi kalau tentang sakit saya, dan sering juga ngurung diri sih intinya minder mau kumpul” sama orang”, gimana dok ya cara ngontrol jika tiba” nangis ga jelas gitu. Pernah juga saya ke psikolog tapi sama dokternya ga disuruh balik lagi/dikasih obat pun tidak.
Jawaban:
Hallo mba Alfia, terima kasih atas pertanyaannya, saya coba menjawab ya mba. Saya paham sekali, sedih dan kaget rasanya ketika kita mendengar diagnosis yang diberikan oleh dokter, terlebih informasi tersebut mengenai kondisi kita dan ternyata tidak mengenakan. Pasti hal tersebut membuat mba Alifia merasa tidak nyaman, sedih, menjadi memikirkan tentang diri dan menjadi merasa minder.
Terkait dengan nangis yang tidak jelas, mungkin saya akan sedikit mengulang jawaban untuk mba Dwi tentang merasa sedih tanpa sebab. Menangis sendiri pada dasarnya merupakan reaksi sedih yang kita alami, ketika kita bersedih, tubuh kita akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menangis, dengan menangis tubuh kita berupaya mengeluarkan “racun” yang ada di dalam diri kita melalui air mata, meredakan hormon yang membuat stres, menghasilkan hormon endorfin (hormon yang membuat senang), oleh karena itu ketika kita menangis, ada perasaan lega dari diri kita.
Tak bosan saya bahas kembali terkait emosi, perlu sekali kita bisa memahami emosi yang dirasakan oleh kita, mengetahui apa yang melatarbelakanginya sehingga kita dapat mengetahui apa yang dapat kita lakukan selanjutnya. Menangis tidak apa2, yang dapat dilakukan adalah bagaimana kita memahami apa yang membuat diri kita menangis dan bagaimana kita dapat menerima emosi tersebut serta menerima keadaan/situasi/kejadian yang kita hadapi.
Ingatlah bahwa kita tidak sendiri, ada orang di luar sana yang serupa dengan kita, dapat menjadi tempat kita berdiskusi mba, saling berbagi informasi dan saling bisa menguatkan satu sama lainnya
namun jika mba Alfia masih merasakan hal tersebut dan dirasa masih membutuhkan bantuan profesional, boleh untuk mendatangi kembali mba. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan mba, semoga dapat membantu.
8. Pertanyaan:
Nama: Farida Iriani, Usia: 30 Tahun, Domisili: Amuntai Kalsel. Selama sakit ASD PH,saya memutuskan menjaga jarak terhadap teman bahkan keluarga, khusus nya terhadap orang2 yang menurut saya mempunyai sifat toxic dan sering menyakiti saya dengan perkataan mereka. Tapi setelah menjaga jarak, saya malah sering gelisah. Malam sering tidak bisa tidur karena OVT. Takut mereka membicarakan saya yang tidak baik dll. Selama 6 bulan ini saya hanya dirumah saja. Apa yang harus saya lakukan?
Jawaban:
Hallo mba Farida, terima kasih sudah memberi kesempatan saya menjawab pertanyaannya, saya izin menjawab ya mba. Saya rasa tidak apa-apa jika mba Farida ingin memberikan batasan dengan siapa mba Farida akan berinteraksi. Betul sekali bahwa kita dapat memberikan batasan kepada orang yang dirasa membuat diri kita tidak nyaman. Namun di sisi lain, yang saya pahami dengan membuat batasan ini mba Farida menjadi terlalu banyak berpikir ya mba dan berdampak pada pola tidur.
Overthinking biasanya dilandasi oleh kecemasan, terkait degan asumsi2 yang dbuat oleh pemikiran kita sendiri tanpa mengetahui kebenarannya apakah benar atau tidak tentang apa yang kita pikirkan. Jika mba Farida sudah merasakan demikian, mba Farida dapat menuliskan secara terperinci terkait dengan apa saja yang mba Farida pikirkan, setidaknya hal2 yang ada di kepala dapat dikeluarkan terlebih dahulu, dituangkan ke dalam tulisan (agar dapat terlihat lebih konkret dan nyata), lalu mba Farida dapat membacanya kembali, sekarang silakan mba Farida untuk memilah apakah kekhawatiran dan asumsi2 itu adalah sesuatu yang perlu dipikirkan atau tidak? atau apakah asumsi2 tersebut benar sesuai dengan faktanya?
Jika asumsi2 atau kekhawatiran itu dirasa tidak penting, tidak perlu dipikirkan, dan merasa asumsi tersebut benar sesuai dengan fakta mba Farida bisa mencoretnya. Jika masih ada asumsi2 yang tidak dicoret, berarti mungkin hal tersebut perlu pembuktian nyata dan konkret, hal ini yang bisa mba Farida cari kebenarannya, apakah benar asumsi2 terebut, seperti membicarakan diri mba Farida yang tidak baik ini terjadi?
Saya pikir, mba Farida pun perlu untuk membuka kembali relasi, setidaknya menjalin relasi kepada orang yang mba Farida merasa percaya, nyaman, karena bagaimana pun manusia adalah makhluk sosial. Dengan adanya komunitas ini pun, saya rasa adalah suatu langkah yang baik untuk dapat saling berbagi informasi dan saling memberikan dukungan satu sama lain, dengan berdiskusi dan saling berbagi maka kita akan mendapatkan perspektif yang berbeda. mba Farida pun dapat mencoba untuk melakukan berbagai aktivitas yang mba Farida senangi ya mba. semoga dapat menjawab pertanyaanya.
“Sayangilah diri kita sebagaimana kita meyayangi orang yang kita sayangi tanpa syarat, tanpa mengkritik dan menghakimi diri kita. Memang hal tersebut tidaklah mudah, seperti roller coaster ya pastinya, namun jangan berhenti untuk belaja, berproses, dan berjuang menjadi versi lebih baiknya diri kita”_Rt. Annisa Apsyari, M.Psi., Psikolog