Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799
PENGUMUMAN KULWAP YHPI
- Waktu : Selasa, 29 Agustus 2023
- Pukul : 19. 00 – 21.00 WIB
- Narasumber : Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog
- Tema : Mengekspresikan Emosi Marah Dengan Tepat
- Moderator : Amida
Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI
Sering sekali, Bapak/Ibu/Kakak-kakak sekalian di dalam pengalaman praktek, saya tuh ditanya gimana caranya biar ngga marah-marah lah atau ‘kenapa sih saya gini aja harus marah?’
Saya jawab biasanya, ya ngga apa-apa lah, marah kok dilarang. marah sih ngga apa-apa, yang ngga baik itu kalau kita sering marah-marah
Lah bedanya apa? Marah adalah bentuk emosi dasar manusia, sama halnya dengan senang, sedih, takut, dan jijik. Marah-marah adalah bentuk ekspresi dari emosi marah, biasanya diasosiasikan dengan perilaku memaki-maki, membentak, mengomel, mengumpat, melempar barang, atau mendiamkan orang lain dalam jangka waktu lama (sambil baeud kalau kata orang Sunda sih alias merengut)
Marah adalah respon internal kita ketika kita merasa tidak nyaman dengan perilaku orang lain, ada yang diambil dari kita, ada batasan yang kita dilanggar. Marah bisa bersifat eksternal (karena ada perilaku orang lain yang mempengaruhi kita) atau internal (pemaknaan kita terhadap situasi yang kita hadapi). Marah sebetulnya adalah reaksi bertahan hidup – membantu kita untuk berpikir dan bertindak melindungi diri sendiri
Hati-hati, kalau kita sedang sakit, sedang stres, sedang sibuk, sedang banyak pikiran bisa lebih mudah marah. Begitu juga dengan kita yang punya kecanduan terhadap alkohol atau memiliki kondisi psikologis tertentu
Kok bisa ya si A diginiin marah, si B ngga? Bisa aja tergantung orangnya kayak apa dan apa yang ia pikirkan terhadap situasi tersebut
Misalnya nih, ada anak kecil tiba-tiba nginjek kaki kita di mall terus lari ketawa-ketawa. Si A bisa berpikir, ‘Ih apaan sih itu anak ngga diurus bener sama orang tuanya!’ dan si B berpikir, ‘Deuh anak-anak jaman sekarang, jail amat’
Siapa yang kira-kira marah? A atau B nih?
Kalau pemikiran seperti A, dia tidak terima tuh diperlakukan demikian dan menyalahkan orang tuanya sementara B, dia memaklumi kalau itu adalah kejahilan anak-anak semata. Tebakan saya sih A yang lebih mungkin marah hehehe
Sebelum kita membicarakan pengelolaan marah, saya garis bawahi dulu ya Bapak & Ibu kalau marah adalah respon yang wajar apabila kita merasa diperlakukan tidak adil/tidak sebagaimana mestinya. Jadi, bukan emosi marahnya yang harus dikoreksi tapi bentuk ekspresi marahnya ya. Deal? (Deal)
Saya harap tidak lagi ya keluar omongan ‘Gitu aja kok marah!’ atau ‘Ngga boleh marah dong’. Ya kagak ape-ape, Bapak dan Ibu ya sekali lagi
KECUALI ekspresi marahnya merugikan atau menyakiti diri sendiri dan orang lain. Ini yang ngga boleh. Anda suka nahan-nahan marah sampai sakit hati atau sampe bahkan sakit kepala sendiri? Ngga baik
Anda kalau marah sampai banting-banting piring sampai harus beli terus? Ngga baik
Anda kalau marah dibawa cerita sama temen-temen sambil ngopi? Nggak apa-apa, apalagi kalau sambil ditraktir. Anda kalau marah akan ngomong langsung sama orangnya ngga pake ngegas? Cakep
Mengekspresikan emosi akan kita bagi 3 nih ya Bapak Ibu sekalian :
(1) diam dan menahan;
(2) melampiaskan secara meledak-ledak; dan
(3) kelola dan komunikasikan
Diam dan dipendam mungkin terlihat seperti sesuatu yang positif ya, Bapak Ibu, tapi sejujurnya sesungguhnya bukan hal yang positif nih karena hal itu tidak tuntas dan mungkin akan mengganggu Bapak dan Ibu di kemudian hari. Misalnya dalam argumen masih dibahas terus padahal udah lewat. Kenapa? Karena cuma dipendam di dalam hati
Secara fisik juga tidak membantu Bapak dan Ibu karena saat kita marah, hormon stres akan diproduksi terus-menerus, kalau ngebatin kan marahnya disimpen terus tuh ya. Ya sudah deh, hormon stresnya juga keluar terus. Dalam jangka panjang, akan mempengaruhi kesehatan otak, jantung, gangguan pencernaan, sampai sistem imun
Tadi sempet ada yang bilang punya penyakit bawaan ya seperti jantung dan hipertensi, memendam keseringan ngga baik ya. Tapi, diluapkan secara lugas apalagi dalam bentuk melabrak, memaki, membentak secara agresif juga bukan jalan keluar.
Kenapa? Karena Bapak dan Ibu berpotensi merusak relasi interpersonal dan bisa juga mengarahkan pada situasi tegang (contoh : jadi adu mulut atau bahkan jadi adu jotos). Kepada kesehatan pun sama saja, ketika kita memaki/menjerit, jantung kita perlu bekerja ekstra untuk mengakomodasi badan yang siap ‘berperang’ sehingga pada mereka dengan hipertensi misalnya, jika ini menjadi habit bisa sangat berbahaya.
Lalu harus bagaimana? Pertama-tama, Bapak dan Ibu sekalian perlu bisa mengendalikan respon emosional. Apalagi kalau ada di tempat umum ya, pelajarilah respon terkontrol, seperti ekspresi wajah yang netral atau kalimat yang netral pula seperti, ‘Oke’ atau ‘Baiklah’. Pindahkan diri kita dari ruangan tersebut jika memungkinkan. Kalau ini dalam chat/telepon, berpamitan dulu saja atau minta waktu sejenak
Jika Bapak dan Ibu adalah tipe yang harus menyalurkan dulu secara fisik atau verbal, salurkanlah dalam tempat aman dan sepi, seperti kamar mandi. Lemparlah benda tidak berbahaya seperti kertas atau bantal. Jika ingin mengumpat atau berteriak, pastikan ruangan kondusif
Jika Bapak dan Ibu sudah mampu untuk mengomunikasikan rasa marah, mulailah dengan kalimat, ‘Saya merasa ….. (marah/jengkel/tidak nyaman) dengan (sebutkan perilaku barusan). Tolong jangan lakukan itu lagi’
Jika sudah, berusaha netralkan/tenangkan emosi Bapak dan Ibu dengan minum air dingin atau atur pernapasan (hitung napasnya, tarik – hembus – tarik – hembus) atau istighfar
Jika sudah merasa lebih tenang, ingatkan diri kita pada hal-hal yang memunculkan emosi positif seperti rencana weekend kita atau wajah oppa-oppa korea tampan
Urutan perilaku di atas harap diingat, kita rangkum menjadi TAHAN SEJENAK – SALURKAN – TENANGKAN – SENANGKAN
Ini berlaku dalam situasi normal pada umumnya saja ya, kalau Bapak/Ibu merasa memiliki kesulitan kronik dalam mengatur rasa marah itu beda cerita karena perlu dikonsultasikan kepada psikolog/psikiater dengan konteks anger management problem
Misalnya untuk Bapak Ibu sekalian yang kalau marah itu sering merusak barang, menyakiti orang lain secara fisik, atau menjerit-jerit ‘seperti orang kesurupan’
Penting juga bagi Bapak & Ibu untuk mengetahui apa yang biasa menjadi pemicu/trigger dari rasa marah yang biasa kita alami. Misalnya, saya hampir selalu terpicu marahnya kalau lagi ngobrol sama mertua (eh jadi curhat)
Contoh menulis jurnal marah saya sertakan dalam powerpoint ya, Bapak & Ibu, tolong dilakukan bila merasa suka marah-marah yang dirasa ‘tidak jelas sebabnya’
Perhatikan dalam Jurnal tersebut ada bagian ‘Penilaian’, itu seperti contoh A dan B yang tadi diinjak anak kecil di mall. Kalau Bapak dan Ibu merasa mudah marah, penting juga untuk mengevaluasi apa yang biasa dipikirkan ya
Apakah sering menyalahkan orang? Apakah sering merasa diri tersakiti? Apakah hobi suuzon? Apakah merasa suka meramal perilku orang ‘ah dia mah pasti begini’ padahal belum tentu?
Jika iya, pelajari juga cara mengoreksi pikiran tersebut dengan menyediakan alternatif ya, seperti ‘apa betul dia lagi marahin saya? apa jangan-jangan suaranya emang gordes (gorowok desa – teriak2 seperti di kampung)? atau jangan-jangan dia lagi sakit perut makanya suaranya gitu?’
Nah saya pikir sekian dulu yang saya bisa sampaikan terkait marah ini, semoga dapat diterima dengan baik ya
1. Pertanyaan:
Nama: kikin sakinah, Usia: 34thn, Domisili: jakarta barat. Aku kalau marah suka ga di keluarin di simpen di dalam hati,apakah itu sudah termasuk mengekpresikan emosi marah dengan tepat?
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Kikin. Bukan dong, Mbak, hehe. Seperti yang saya sampaikan dalam Slide 8 (dan paparan barusan), diam dan memendam bukan bentuk ekspresi yang paling optimal karena berpotensi membuat hormon stres (kortisol) semakin banyak karena dibiarkan ‘berputar-putar’ saja di dalam diri – kalau kebanyakan, nanti dapat berdampak pada kesehatan jantung; otak; sistem pencernaan misalnya serta bisa juga masalahnya kepikiran lagi di waktu-waktu mendatang.
2. Pertanyaan:
Nama: Elisa Ambarwati, Usia: 20th, Domisili: Jawa Tengah. sering banget kadang emosi,tapi setiap kali emosi suka langsung deg²an kenceng rasanya pengen pingsan. Kepala kliyengan. Itu kenapa ya dok?
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Elisa. Kalau kita sedang merasa marah, badan kita ada dalam keadaan terancam sehingga menimbulkan respon ‘fight or flight’ (bertempur atau kabur) sehingga jantung kan berdegup kencang sehingga aliran darah akan menjadi deras sehingga dalam waktu lama, bisa menimbulkan kondisi lightheaded atau keleyengan tadi.
3. Pertanyaan:
Nama: Primanti intansari, Usia: 38 tahun, Domisili: Banyumas. Saya kalau marah banget sudah Seperti petasan ga brenti2,.setelah itu lega tapi deg degan kalau-kalau orang yang dimarahi ga terima trus ndoain yang jelek2. Mohon solusi biar bisa mengatur emosi dan ga berpikiran yang aneh?
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Primanti. Mengelola marah memang mesti cerdik, Mbak. Terlalu sedikit, bikin sakit hati, tapi kalau kebanyakan orang lain yang sakit hati. Yang perlu diperhatikan adalah situasi seperti apa saja yang bikin Mbaknya kalau marah ‘seperti petasan’ karena tidak semua marah itu sama. Kalau sudah ditemukan, situasi seperti apa yang paling bisa memicu, maka dapat diantisipasi; dikendalikan; atau dihindari.
Misalnya, Mbaknya mudah terpicu marahnya kalau bertemu dengan si A, maka Mbak bisa (1) mengurangi waktu-waktu bertemu A; (2) bertemu A hanya saat kondisi emosi sedang oke; atau (3) nggak usah ketemu A aja sekalian.
Tapi, kalau ternyata setiap reaksi marah selalu meledak-ledak, Mbak mungkin bisa berlatih cara-cara TAHAN SEJENAK – SALURKAN – TENANGKAN – SENANGKAN yang saya sampaikan. Jika masih kesulitan, dapat berkonsultasi dengan psikolog untuk belajar teknik-teknik anger management ya.
4. Pertanyaan:
Nama : Debbie Oktavia, Usia : 51 th, Domisili : Cibinong Bogor. Apakah Meluapkan Emosi yang entah terpendam tiba² menangis terisak² itu baik ? Dan apakah Emosi yang tiba² meluap karena terlalu lama dipendam bisa meledak dengan nada bicara yang keras itu dapat melepas semua beban?
Tapi terkadang saat ingin meringankan Amarah dengan BERNYANYI seketika bisa malah mengakibatkan nyanyian dengan deraian air mata.. agak lebih Ringan sih jadinya dok. Karena bila dipendam terasa berat sekali dok. Mohon solusimya.. terimakasih.
Jawaban:
Selamat malam, Bu Debbie. Memendam dalam jangka waktu lama bukan hal yang positif ya, Bu, karena nanti bisa saja ‘keluar’ di waktu yang tidak tepat atau ‘meledak’ sampai kita sendiri bingung kita kenapa. Yang paling efektif adalah dengan belajar cara menyalurkan yang paling sesuai dengan Ibu, boleh juga dengan karaoke (menyanyi tadi ya) tapi jangan ditunda-tunda sampai lama setelah masalah berlalu ya, Bu.
Debbie: Nah brarti penjelasan dokter tadi mengenai penyakit pencernaan saya berawal Karena memendam rasa amarah berkepanjangan ya dok . yang orang lain hanya bs melihat kebahagiaan semu saya. terbongkarlah sekarang siapa dibalik senyuman dan tawa saya. Baik dokter terimakasih. saya sepertinya hrus kembali membiasakan diri saya dengan mencoret² buku lagi bila meluapkan amarah saya
Psikolog: Nah ini boleh, Bu. Bisa juga dengan meletusin bubble wrap atau lempar bola tenis. Selain itu, perlu ada verbalisasi melalui bercerita/menulis ya
5. Pertanyaan:
Nama: Tria Utari, Usia: 26 thn, Domisili: Jakarta Utara. Selamat pagi, saya izin bertanya. Saya sering tiba² emosi dengan orang terdekat padahal mereka hanya berbicara atau menasehati saya dengan biasa saja tetapi menurut saya mereka marah kepada saya atas apa yang saya lakukan. Bagaimana cara mengendalikan emosi atau marah tersebut jika berbicara dengan orang² terdekat ya? Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Tria. Karena ini adalah orang-orang terdekat, Mbak bisa melakukan kroscek terlebih dahulu melalui komunikasi asertif kepada mereka. Mbak bisa menyampaikan hal-hal seperti, “Bu/Pak, kok saya merasa dimarahi ya dengan kata-kata barusan? Apa betul saya sedang dimarahi?” atau juga bisa meminta, “Bolehkah menasihatinya lebih pelan atau tidak perlu membentak?” sesuai dengan cara mereka yang Mbak tidak sukai.
Tria: Saya sudah menjelaskan kepada mereka tapimereka tidak mengerti, ada solusi lain gk ya mba?
Psikolog: Menjelaskannya bagaimana, kepada siapa, dalam situasi seperti apa, Mbak?
Tria: Menjelaskan secara baik² apa yang saya rasakan
Psikolog: Dalam kesempatan ini, saya ngga bisa menjabarkan terlalu panjang ya, Mbak, karena saya belum pernah ketemu Mbaknya, ngga tau bagaimana nada suara dan ekspresi mukanya. Begitu juga dengan orang-orang yang Mbaknya hadapi karakternya seperti apa.
Dalam model komunikasi, kita perlu mempertimbangkan sender – message – recipient-nya siapa. Dari kitanya sebagai sender bagaimana karakternya? bagaimana tone suara dan pembawaannya? Dari message-nya, apa yang disampaikan, kontennya sudah dapat dimengerti kah atau berbelit-belit kah atau malah ada implikasi tuduhan di dalamnya?
Dari recipient-nya, orang yang seperti apa? yang kolot dan tidak mau mendengar kah? atau yang lempeng aja? Berikut adalah faktor-faktor yang perlu dievaluasi. Ada juga berbagai teknik dalam komunikasi asertif yang bisa dipraktekkan. Bisa dilihat dulu secara mandiri ya, Mbak. Kalau sudah mentok, bisa sambil diskusi dengan psikolog yang Mbak percayai
6. Pertanyaan:
Nama: hafni Zahara, Usia: 33, Domisili:aceh. Bagaimana jika menahan marah ketika di tempat kerja nggak di hargai. Atau jika ada rekan kerja yang salah tapi kita yang di salahkan.
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Hafni. Saya apresiasi Mbaknya sudah tahu aspek apa dalam komunikasi dalam lingkup kerja yang membuat Mbak merasa marah. Jika butuh waktu, keluar dulu dari ruangan dan pergi ke tempat sepi, salurkan emosi Mbak dengan meremas kertas atau melempar sesuatu. Setelahnya, atur pernapasan dan jika sudah tenang, bisa kembali lagi ke ruangan sebelumnya. Kalau ragu, bisa scroll ke atas ke yang tadi saya contohkan ya, Mbak.
Hafni: Kadang mbak saya kalau sudah begitu jantung nya suka cepat detak nya karena marah, kalau mau saya luruskan baik-baik tambah sesak di dada.
Psikolog: Coba praktekkan bermacam-macam teknik pengaturan pernapasan ya, Mbak – seperti pernapasan hitungan 4, pernapasan balon atau kombinasi dengan teknik-teknik mindfulness yang dulu pernah saya share. Kalau pernapasannya lancar maka aliran darah akan mengikuti.
7. Pertanyaan:
Nama : Mama Akhtar, Usia :38 thn, Domisili: Cikarang bekasi. Saya punya anak hampir tiap hari bikin emosi kadang susah di bilanginnya jadi saya bawaanya marah2 terus apalagi saya punya riwayat darah tinggi,, gimana cara nya saya bisa ngontrol kembali emosi saya, apa karena saya sudah lelah capai selama 2,5 thn saya fokus sama akhtar bolak balik RS Jakarta,,
Apa karena itu anak-anak saya yang pertama dan ke dua jagi ngiri dan suka susah kalau di bilangin, jujur selama ini saya fokus sama akhtar. Ada rasa penyesalan setiap saya habis marah,, apalagi kalau anak pulang main langsung nangis habis di ledekin sama tetangga,, dan orang tuanya malah ikutan marah,, saya jadi bingung padahal anak saya ga salah, gimana ya Dok apa yang harus saya lakukan
Jawaban:
Selamat malam, Mama Akhtar. Mengurus anak memang banyak tantangannya, ya. Kadang-kadang kerasa kesabaran menjadi setipis tisu. Apalagi, Mama Akhtar harus mengurus tiga anak nih ya – wuih luar biasa tantangannya. Mama Akhtar harus rajin-rajin mengeluarkan unek-unek ya sama orang-orang terdekat seperti suami dan anggota keluarga.
Bukan untuk dapat simpati, bukan untuk dapat saran, tapi untuk menyalurkan emosi negatif. Kepada anak-anak, jika sudah mulai kerasa nih reaksi-reaksi fisik marah, hitung mundur 10 sampai 1 baru bicara ya. Kalau ngga kuat banget, boleh keluar dulu dari ruangan dan melempar bantal.
8. Pertanyaan:
Nama: Khatarina, Usia: 35, Domisili: Purwokerto. Saya sering marah-marah di jalan saat sedang menyetir, kalau ada pengendara yang membahayakan saya atau melanggar aturan lalu lintas. bagaimana menahan nya supaya tidak berteriak-teriak kepada orang lain?
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Khatarina. Menurut saya wajar, kalau ada yang membahayakan kita, kita bereaksi seperti mengumpat atau mengomel selama tidak berlarut-larut atau malah sampai turun, terus orangnya diajak berantem. Apalagi kalau ini dilakukan terus-menerus ya. Kalau Mbak hanya mengumpat/mengomel di dalam mobil sendiri ya ngga apa-apa, tapi kalau terbiasa untuk marah-marahnya lama, di dalam mobil juga bisa dibantu dengan menggunakan wewangian yang kita suka dan menyetel musik favorit kita.
9. Pertanyaan:
Nama : Rosa Juli, Usia : 23, Domisili : Medan. Jika marah sudah memuncak saya biasanya tidak akan mengeluarkan kata-kata apapun lebih ke menangis dan menggenggam sesuatu hal sampai kadang sedikit melukai diri, dan akan membaik sendiri karena lelah, apakah ini tergolong normal? Dan apa yang perlu saya lakukan jika suatu saat melihat seseorang marah yang seperti saya, apakah perlu menenangkannya atau membiarkannya saja..
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Rosa. Kalau sampai melukai diri sendiri, jatuhnya sudah nggak normal, Mbak, karena yang dilakukan adalah perilaku NSSI (Non-Suicidal Self-Injury) atau perilaku menyakiti diri sendiri. Kita bisa melakukan ini jika tidak terbiasa punya outlet dalam menyalurkan emosi.
Untuk latihan, ke depannya bisa genggam benda lain yang tidak membahayakan ya, Mbak, seperti stress ball atau squishy. Kalau ada orang yang meregulasi diri seperti Mbak, kalau kenal, boleh diajak ngobrol dan dipegang tangannya/dipeluk (jika memungkinkan). Tapi kalau tidak kenal, didiamkan saja ya, Mbak, daripada salah sangka hehe
10. Pertanyaan:
Nama: sartini, Domisili :pacitan. Saya sering marah-marah ,kenapa setiap hal yang saya lakukan selalu salah, bagaimana cara menyikapi atas menerima sikap yang selalu tidak adil, terkadang pengen pembelaan diri malah sikap mereka tambah meluap-luap, diam terlalu sakit.
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Sartini. Nah ini saya bingung dengan konteksnya. Marah-marahnya seperti apa dulu? Kalau memang Mbak marah karena diserang terus-terusan dan sakit hati ya wajar sebetulnya untuk marah. Karena ini adalah pola yang berulang karena Mbak menggunakan istilah ‘selalu’, sepertinya penting untuk didiskusikan secara terbuka bentuk komunikasi apa saja yang Mbak bisa dan tidak bisa terima.
Kalau diskusinya mentok, Mbak bisa mengevaluasi pemikiran ‘selalu’ yang Mbak miliki ini. Apa iya selalu salah? Ga pernah betul? Momennya momen apa aja? Dieksplor seperti itu terus ya, Mbak, sampai dapat pemikiran yang rasional (contoh : Saya tidak ‘selalu’ salah. saya salah di momen A, B, C dan saya benar di momen D, E, F)
11. Pertanyaan:
Nama: Nurdiana, Usia: 31 tahun, Domisili: Tangerang. Mohon bertanya dok, kalau saya sedang marah , seperti pengen teriak dok, tapi saya tahan sampai kepala saya sakit dan dada juga jadi nya sakit? Itu wajar gak dok.
Jawaban:
Selamat malam, Kak Nurdiana. Nggak, Kak, ini nggak wajar. Yang sakit Anda aja jadinya. Mau teriak juga boleh kok, asal di tempat dan waktu yang memadai ya. Jangan lupa perlu dikombinasi dengan tahapan yang lain, seperti pengaturan napas dan aktivitas yang menimbulkan emosi positif seperti yang saya paparkan sebelumnya ya.
12. Pertanyaan:
Nama: Saras, Usia: 23, Domisili: Denpasar Bali. Saya sekarang sudah benar-benar tidak bisa mengontrol emosi saya, saya dari kecil sering kena bully dan dipukul sama keluarga, sekarang saya jg kena KDRT. Ketika saya dipukul, sekarang saya membalas pukulan itu dengan alat, dan sampai sepuas sama memukulkan barang itu.
Saya punya anak balita, dia sampai nangis ketakutan melihat saya dipukul dan membalas pukulan itu. Sampai ga punya rasa malu sama tetangga ketika berantem. Di dalam kepala saya ini selalu merasa ada yang panas di dalam dan rasanya pengen teriak terus. Saya sudah berusaha untuk meredam amarah saya, dan memaafkan semua hal yang terjadi.
Ketika ada perkara kecil, ingatan itu yang membuat amarah semakin besar dan tidak terkontrol. Dan saya jadi sering membentak anak saya dan berbicara dengan nada tinggi, lagi lagi bayang-bayang masa kecil saya ketika di pukul oleh ibu saya kembali ada.
Jiwa raga saya merasa sangat capek, tapi otak saya tidak pernah berhenti berfikir, sampai semua hal itu terbawa mimpi. Diajak jalan jalan sama suami keluar rumah, biar lebih fresh. Tapi tetap saja, saya tidak menemukan ketenangan jiwa saya. Diajak keluar juga malah tambah pusing tambah sesak liat banyak orang, dan di situ pun saya bisa emosi jadian, apalagi dijalan saya melihat kendaraan banyak.
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Saras. Ini situasinya terlalu kompleks, mohon maaf tidak bisa saya jabarkan di sini karena ini memerlukan penanganan khusus. Situasi ini melibatkan trauma dan fenomena KDRT yang masih berjalan. Saya sangat sangat menyarankan Mbak Saras untuk datang ke Unit Perlindungan Perempuan & Anak di kota domisili untuk mendapatkan pendampingan ya.
13. Pertanyaan:
Nama:dinda, Usia:21th, Domisili: surabaya. Izin bertanya dokter saya belakangan ini gabisa keluarin emosi saya, bisa tapi dengan cara nangis aja.dan tiap ada omongan yang gaenak menurut saya, disitu saya cuma bisa senyum tapi di dihati kayak full pengen teriak pengen lawan juga tapi gabisa.dan cuma bisa nangis aja disitu setidaknya agak lega. Apakah ini termasuk normal dok?
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Dinda. Dibilang normal ya normal-normal aja, Mbak, karena menangis juga merupakan salah satu bentuk ekspresi emosi. Namun perlu dilihat kembali, seberapa sering? seberapa intens? apakah menangisnya di tempat dan waktu yang memadai atau di mana pun jadi? Jika masih bisa dikendalikan, ngga apa-apa. Hanya saja, kalau di dalam hati ingin teriak dan ingin melawan, tolong dipertimbangkan juga melatih diri untuk bisa mengomunikasikannya secara asertif ya.
“Mungkin pesan terakhir dari saya adalah untuk Bapak Ibu Pejuang PH & Caregiver sekalian untuk tidak lagi menyalahkan rasa marah yang dimiliki yaa. Ingat, marah itu wajar. Yang perlu dipertimbangkan adalah ekspresi perilakunya. Semoga yang sudah disampaikan membantu Bapak/Ibu?Kakak sekalian. Apabila merasa membutuhkan penanganan lebih lanjut, harap menghubungi psikolog/psikiater terdekat yaa. Terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf jika masih ada yang belum terjabarkan”_Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog.