Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi Telegram antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik2 terkait Hipertennsi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group Telegram dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hub 085210006799
Untuk membaca materi tanya jawab lainnya yang lebih lengkap, silakan klik LOGIN.
KULIAH WHATSAPP (kulwap)
BANGKIT DARI KETERPURUKAN
28 februari 2020 pukul 19.30-21.00 WIB
Narasumber : Mufliha Fahmi, M.Psi.
Psikolog Pijar Psikologi
Moderator : umi,
Pembukaan :
Baik.. terima kasih kepada YHPI yang sudah mengundang saya untuk menyampaikan materi kulwap pada malam hari ini. Sebagaimana teman-teman ketahui, malam ini kita akan berdiskusi tentang bangkit dari keterpurukan.
Satu hal yang perlu kita semua pahami, mengalami masalah apapun bentuknya adalah hal yang niscaya dalam kehidupan kita. Masalah-masalah yang kita alami itu ada yang bobotnya ringan, sedang, dan berat. Untuk masalah-masalah yang berat, seperti terdiagnosa penyakit kronis, sangat mungkin membuat kita membutuhkan waktu dan energi yang lebih besar untuk beradaptasi dengannya. Tak jarang, masalah yang besar itu membuat kita berada di titik terendah.
Respon stress yang muncul akibat masalah yang ada adalah hal yang normal. Respon stress yang muncul dalam bentuk takut, marah, sedih, kecewa, dsb, tak berarti menandakan kita adalah sosok yang lemah. Maka dari itu, emosi-emosi yang kita rasakan sudah selayaknya diterima. Dengan adanya emosi-emosi itu kita akan mampu beradaptasi terhadap masalah yang sedang kita hadapi.
Cara pandang kita terhadap stress akan menentukan keberhasilan kita melalui masa sulit dan bangkit dari keterpurukan. Keyakinan bahwa hidup ini dinamis, dengan kata lain kita akan melalui fase yang berbeda-beda dalam hidup, akan menumbuhkan pengharapan dalam diri kita. Adanya harapan, tujuan, dan makna hidup yang baru, akan membuat diri kita bertahan atau bahkan menjadi sosok yang lebih kuat dari masalah yang ada.
Mungkin itu sedikit pengantar dari saya, Kak Umi Nuraa Yhpi. Saya hanya ingin menekankan bahwa semestinya kita semua tidak perlu takut menghadapi stress maupun situasi kurang menyenangkan yang menimpa.
NO | NAMA DAN PERTANYAAN | JAWABAN |
1 | IPUT dan Alif tarakan
Assalamuallaikum Sya iput dr tarakan asd ph Pertanyaan : Bagaimana cara mngatasi rasa minder ini.. Smnjak tau sya ad asd ph akir 2018 jujur rasa minder mulai muncul saat kumpul kgiatan dgn orng.. Seakan2 yg sya rsa psti mreka ngomongin sya.. Sya minder.. Pdhal sya jrg skali crita soal sakit sy ke orng krna smakin sya crita ke orng yg sya rsajan mlah sedih.
|
Pertama, saya ingin menjawab pertanyaan Kak Iput dan Kal Alief. Semoga nanti bisa menjawab ya..
Memang tidak mudah untuk bisa terbuka pada orang lain tentang hal kurang menyenangkan yang kita alami. Terlebih jika hal itu adalah hal yang kita sendiri belum sepenuhnya bisa menerima. Sangat wajar apabila kita mengalami banyak ketidaknyamanan psikologis pasca terdiagnosa penyakit kronis, mungkin kita merasa sedih, cemas, dan bertanya-tanya mengapa kita harus mengalami penyakit ini. Beragam respon stress yang muncul adalah sinyal bahwa kita musti beradaptasi dengan situasi baru. Jika awalnya kita bebas beraktivitas, sekarang tidak lagi. Dan, yang namanya proses adaptasi sudah tentu tidak akan nyaman. Namun, jika adaptasi itu berhasil, maka situasi baru yang tidak nyaman itu akan berubah menjadi sesuatu yang biasa bagi kita. Dengan kata lain, kita semakin kuat menghadapi situasi yang tidak nyaman itu. Kunci dari keberhasilan adaptasi adalah penerimaan. Penerimaan terhadap kondisi yang tidak menyenangkan tentu tidak akan bisa seketika terjadi. Penerimaan itu membutuhkan proses, baik dari segi waktu maupun dari tekad diri sendiri. Proses penerimaan ini bisa jadi maju mundur, ada kalanya kita merasa lebih baik, tapi kadang kala kita merasa lebih buruk. Ini hal yang wajar terjadi. · Bagaimana penerimaan diri itu bisa dilakukan? Pertama, kenali, akui, dan terima emosi-emosi yang kita rasakan. Meskipun menerima emosi yang kita rasakan itu menyakitkan, namun ini akan membantu kita terbiasa dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Kedua, catat pikiran-pikiran negatif dalam kepala kita di sebuah kertas. Menuangkan kekhawatiran ke dalam catatan dalam batas-batas tertentu dapat mengurangi beban pikiran itu sendiri. Dengan mencatatkannya, kita bisa membaca kembali apa yang kita khawatirkan dan bisa menilai apakah kekhawatiran itu masuk akal atau malah berlebihan. Ketiga, temukan makna hidup kita. Temukan alasan mengapa kita harus tetap bersemangat menjalani keseharian. Salah seorang teman saya yang menderita kanker payudara stadium lanjut menganggap para muridnya di taman bacaan sebagai semangat dan tujuan untuk bisa bangkit. Hal ini kemudian membantunya untuk tetap bersemangat walaupun dalam keadaan sakit. Ketika kita mampu beradaptasi dan menerima apa yang kita alami, kenyamanan psikologis lebih mudah kita dapatkan. Nyaman dengan diri sendiri akan membantu kita untuk nyaman berinteraksi dengan orang lain. Penerimaan diri akan membantu kita untuk mengatasi rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran akan pandangan orang lain.
|
2 | Siti Aisyah Usia 28 Dari Cirebon..
Yang saya mau tanyakan semenjak 1.saya di vonis AVSD dan PH. Selalu kepikiran penyakit trsb,sejak itu saya mulai takut keramaina,takut ketemu orang, dan bagaimana solusi nya? 2.bagaimana cara nya menghilangkan rasa trauma? 3.dan bagaimana cara nya bangkit dari trauma? 4.bagaimana cara nya ngehilangi rasa takut yg berlebihan?….
|
Halo, Kak Siti Aisyah. Terima kasih pertanyaannya, ya.
Sebelumnya, saya ingin bertanya. Apa yang Kak Aisyah pikirkan saat tengah berada di keramaian? Apa yang dirasakan saat bertemu dengan orang? Saya menduga Kak Aisyah pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan terkait dengan penyakit yang dialami saat berada di tengah-tengah orang. Peristiwa itu selalu terbayang-bayang dan menimbulkan kekhawatiran akan terulang jika sedang bersama banyak orang. Jika dalam jangka waktu yang lama kekhawatiran ini tidak menghilang, itulah yang disebut dengan trauma.Perlu disadari bahwa trauma cenderung membuat kita bias dalam menilai keadaan. Kita selalu merasa hal-hal buruk akan kembali terjadi, padahal kondisi per kondisi bisa saja berbeda-beda. Ada beberapa prosedur psikoterapi yang bisa digunakan untuk mengatasi trauma, contohnya: desentization, flooding, atau guided imagery. Hanya saja, prosedur2 ini membutuhkan pendampingan psikolog dalam pelaksanaannya. Dalam kasus Kak Aisyah, untuk self-help yang dapat dilakukan secara mandiri, Kak Aisyah bisa mencatat pikiran, perasaan, dan sumber ketakutan saat berada di tengah2 orang. Tuliskan apa yang kira-kira terjadi jika Kak Aisyah berada di tengah banyak orang. Lalu, buat lah pros dan cons nya. Pros adalah hal-hal yang mendukung mengapa kekhawatiran kita akan terjadi dan cons nya adalah hal-hal yang mendukung kekhawatiran kita TIDAK AKAN terjadi. Hal ini akan membantu kita untuk melihat apakah kekhawatiran kita masuk akal atau hanya kekhawatiran yang berlebihan. Selain itu, perlu juga Kak Aisyah mempelajari teknik pernafasan (ada banyak tutorialnya di YouTube). Teknik pernafasan bisa segera Kak Aisyah praktikkan apabila merasa tidak nyaman saat benar-benar ada di keramaian ataupun hanya membayangkan keramaian. Jika self-help ini dirasa tidak cukup membantu, Kak Aisyah bisa menemui psikolog untuk mengatasi trauma. Demikian jawaban saya. Semoga cukup menjawab, ya. Terima kasih
|
3 | Saya Dewi Retno , 28th , ASD pH ..
Mungkin masalah saya juga hampir sama dgn yg lain , minder , was” , Pertanyaan saya, Wajarkah perasaan itu? Dan apa yg dapat kita lakukan saat rasa was” dan takut itu dtg , karena klu saya pribadi jika takut atau was” pasti lgsg berdebar kenceng dada ..
|
|
4 | Saya Devi umur 36 thn dari bukittinggi, saya penderita vsd jg ph sejak thn 2018.aku jarang keluar,dan tempat keramaian,setiap keluar perasaan seakan2 bawaan sesak nafas mendadak aja di tempat keramaian.rasa trauma itu sll menghantui ku.kemana2 aku sll bawa obat2,yg ku tanyakan ngimana menghilangkan rasa cemas dan trauma ku ini.
|
|
5 | Saya dyah 25tahun Dari trenggalek diagnosa Asd+ph.
Saya mau bertanya bagaimana cara kita mengatasi rasa putus asa yang berkepanjangan? Saya dulu sering ingin bunuh diri karna penyakit saya.Saya kehilangan orang tua sejak kecil dan karna saya sakit anak saya di terminasi dan meninggal di usia 3hari.Saya merasa kluarga dan orang terdekat saya kurang memberi dukungan kepada saya.Sebenarnya sudah menerima oenyakit saya hanya saja saya sering merasa lelah berjuang sendiri dan seringkali terlintas untuk mengakhiri hidup saya.Sudah segala cara saya lakukan tapi tiap saya merasa sendiri dan ingat apa yg sudah terjadi saya sering merasa depresi.Sebelumnya trimakasih atas jawabannya
|
memang rasanya berat hidup dengan penyakit kronis ya, Mbak. Sebagaimana yang saya cantumkan dalam materi, untuk kasus penyakit kronis, tidak hanya kita saja yang beradaptasi, tapi juga keluarga. Namun, apa bila dukungan tersebut dirasa tidak ada, maka kembali pada tahap pertama, kita harus menerima dan belajar terbiasa bahwa dukungan tersebut tidak ada.Atau kemungkinan lain yang layak kita pertimbangkan, apakah dukungan tersebut memang tidak ada atau kita yang kurang baik dalam mengkomunikasikan kebutuhan kita.
Disisi lain, kita juga harus maklum bahwa penerimaan tersebut membutuhkan proses. Kita membutuhkan proses untuk menerima kondisinkita, dan keluarga juga membutuhkan proses untuk menerima mendampingi kita.
|
6.
|
Selamat malam mba Lia, saya Ririe, 35 thn, VSD PH, Bandung
Di materi mba Lia ada penjelasan mental illness, bisa tolong dijelaskan mba, saya masih kurang paham, terima kasih
|
Halo, Mbak Ririe. Hmm, piramida yang ada dalam materi saya tsb adalah model yang dikembangkan oleh Kutcher. Yang ingin saya sampaikan sebenarnya hanya layer mental distress dan mental health problem, sedangkan yang mental illness sebenarnya tidak relevan dengan pembahasan ini.
Tapi, intinya, mental illness itu yang biasa kita sebut dengan gangguan jiwa. Mental illness memicu emosi-emosi negatif seperti yang kita rasakan pada layer mental distress atau mental health problem, namun emosi tersebut tidak wajar karena berlebihan atau tidak beralasan. |
7.
|
saya Dini, 27th, PDA PH, Bogor.
Di materi mba ada pembahasan mengenai pikiran & emosi. Bagaimana ya mba cara mengendalikan emosi yg baik & membuang pikiran negatif?
|
Halo, Mbak Dini. Pada dasarnya, emosi itu netral. Kita yang memberinya makna emosi baik dan emosi buruk. Emosi, apapun bentuknya (sedih atau bahagia), adalah hal alami yang menjadi bagian dari diri dan hidup kita.
Emosi dan pikiran bukanlah hal yang terpisah. Apa yang terjadi di pikiran akan mempengaruhi emosi dan sebaliknya. Maka dari itu, cara mengendalikan emosi adalah dengan mengendalikan pikiran.
Bagaimana mengendalikan pikiran negatif?
Pikiran negatif bisa kita kendalikan dengan memunculkan alternatif pikiran lain. Alternatif pikiran artinya kemungkinan-kemungkinan lain selain pikiran negatif yang ada dalam diri kita. Kadang, kita hanya melihat dari satu sisi. Kita butuh untuk meluaskan perspektif untuk tahu kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa terjadi.
Demikian, mbak
|
8.
|
Saya Rini 38 tahun PDA Ph
Ada banyak pasien yang harus tetap bekerja, dalam kondisi kesehatan yg terbatas. Bagaimana mengatasi kondisi mental/tekanan karena kebutuhan hidup/kondisi pekerjaan yg dirasa berat, sedangkan pasien harus berusaha/bekerja sendiri untuk menopang kehidupannya, atau bahkan utk keluarganya? Terima kasih..
|
Mbak Rini. Terima kasih pertanyaannya, ya.
Saya mungkin juga perlu disclosure. Saya juga salah satu penyintas penyakit kronis, namanya psoriasis. Ini salah satu varian penyakit autoimun yang tidak dapat disembuhkan.
Berkaitan dengan pertanyaan Mbak Rini, saya juga mengalami dilemma semacam itu. Disatu sisi saya berada dalam kondisi fisik yang tidak optimal seperti orang2 lainnya, tapi disisi lain saya juga harus tetap bekerja untuk menopang hidup.
Saya kira, ada dua pendekatan yang bisa kita gunakan untuk mengatasi permasalahan ini.
Pertama, sedapat mungkin kita mengatur diri sendiri. Sadari dan kenali tubuh kita sendiri. Usahakan peka dengan sinyal2 tubuh kita. Saya pribadi, saat mulai muncul gejala, langsung segera istirahat. Disiplin beristirahat ternyata cukup membantu untuk tetap fit. Kedua, kita melakukan advokasi. Advokasi disini artinya kita memberikan pemahaman pada orang lain mengenai apa yang kita alami. Saya menjelaskan pada atasan tentang apa yang saya alami. Hal ini membuat saya cukup mudah untuk mendapatkan ijin apabila saya butuh istirahat. Namun, tentu tidak semua atasan mungkin bisa mudah memahami seperti apa. Maka dari itu, meningkatkan awareness orang2 tentang penyakit kita menjadi hal penting. Jika perlu, advokasi tersebut sampai pada level aturan bahwa orang2 dengan disabilitas yang tak meyakinkan ini (disabilitas, tapi tak tampak) mendapat keringanan bekerja sewaktu kambuh atau aturan apapun yang dapat membantu kita.
|
9.
|
Assalamualaikum, malam mba Lya, sy Tedja Purnama usia 70 thn,
dr uraian diatas atas materi n pertanyaan di dlm mengelola stress dirinya krn rasa takut n khawatir tdk ada org yg mau mengerti dirinya, yg ingin sy tanyakan bgmn cara meyakinkan org di lingkungan kita tnp hrs melihat kondisj kita bhw kita baik2 sj tdk perlu dikasihani tp diberi kesempatan, terimakasih
|
Waalaikumsalaam. Terima kasih pertanyaannya, Pak Tedja.
Baik, jika menyangkut orang lain, saya kira kaitannya adalah komunikasi. Kita tentu saja tidak bisa mengontrol pikiran dan tindakan orang lain terhadap kita, tapi kita bisa mengontrol diri kita sendiri. Kita bisa mengkondisikan orang lain agar bersikap sesuai dengan apa yang kita inginkan, salah satunya dengan bertindak asertif, yaitu secara terbuka menyampaikan kebutuhan kita. Jika memang tidak ingin dikasihani dan diberi kesempatan, kita bisa sampaikan hal tersebut secara langsung pada saat orang tersebut bersikap tidak sesuai dengan yang kita ingin. Bersikap terbuka, itu kira-kira kuncinya, Pak. Semoga jawaban saya cukup menjawab pertanyaan ya, Pak
|