Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799
PENGUMUMAN KULWAP YHPI
- Waktu : Selasa, 22 Februari 2022
- Pukul : 19.00 – 21.00 WIB
- Narasumber : Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog
- Tema : Mengelola Emosi
- Moderator : Amida
Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI
Pengelolaan emosi ini biasanya disebut dengan regulasi emosi. Regulasi emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan keadaan emosinya, melibatkan pemantauan dan pengelolaan respons dan pengalaman emosional. Intinya regulasi emosi ini adalah skill / keterampilan seseorang dalam mengendalikan emosi yang sedang dirasakan, ada pengelolaan tindakan dari emosi yang timbul yang diakibatkan dari berbagai pengalaman emosional.
Keterampilan dalam meregulasi emosi atau mengelola emosi ini tidak semata-mata hadir begitu saja, melainkan kita perlu untuk belajar dan berlatih terus menerus selama perjalanan kehidupan kita.
Lalu, apa fungsinya kita perlu untuk menguasai regulasi emosi ini? Menurut penelitian, keterampilan dalam meregulasi emosi ini diperlukan agar kita dapat berada dalam keadaan seimbang, sehat baik secara jasmani maupun rohani. Kita juga akan lebih bijak, lebih baik dalam melihat berbagai konsekuensi atau akibat dari setiap tindakan yang dilakukan.
Lalu, bagaimana caranya mengelola emosi ini. Menurut Gross, ada 2 cara dalam meregulasi emosi, yaitu Respons-Focused Strategy dan Antecendent-Focused Strategy. Respons-Focused Strategy adalah strategi pengelolaan emosi yang berfokus pada respon yang ditampilkan pada saat merasakan berbagai pengalaman emosional
Sedangkan Antecendent-Focused Strategy adalah strategi yang melibatkan pemikiran kita, mengubah pola pikir ketika sebelum kita bertindak, yang artinya kita mengontrol pemikiran atas apa yang sedang terjadi di dalam diri kita tanpa menampikkan emosi yang dirasakan
Namun strategi mana yang paling baik untuk dilakukan? Itu bergantung kepada konteks dan situasi yang sedang dihadapi. Misalkan ketika kita berada dalam situasi yang tegang, konfrontatif, kita cenderung untuk melakukan respons focused strategy dengan cara tetap menjaga ekspresi wajah kita tetap bersikap netral meskipun marah pada keadaan karena ketika kita melampiaskan pada situasi yang tegang, besar peluangnya kita akan memperkeruh suasana. Namun kita tetap sadar bahwa kita marah dan menyadari apa yang membuat kita merasa marah. Beberapa keterampilan yang dapat membantu kita dalam mengontrol emosi, sudah saya lampirkan di materi, boleh untuk dibaca dan dipraktikkan.
untuk worksheet atau latihan, mas dan mba semua juga dapat menggunakannya. Kunci terpentingnya dalam pengelolaan emosi itu adalah:
- Kita perlu sadar terhadap emosi yang dirasakan sehingga kita bisa menamai (naming) perasaan/emosi yang hadir dalam diri kita
- Setelah kita berhasil naming, kita perlu menganalisis apa penyebab emosi itu hadir
- Lalu kita dapat mengidentifikasi perilaku/tindakan & pikiran yang muncul dari diri kita yang diakibatkan oleh emosi tersebut
- Langkah terakhir, kita perlu challenge diri kita, menantang emosi yang hadir
Untuk langkah-langkah konkretnya, saya sudah coba tuliskan di materi yang saya berikan, mba dan mas semua boleh untuk mencobanya, selamat berproses dan belajar.
1. Pertanyaan:
Nama: diah indriani, Usia: 32, Domisili: tangerang, Maaf sebelumnya dok, sedikit curhat dulu, saya kan tinggal dengan ipar saya, biasanya saya selalu bisa mengendalikan emosi saya, karena suami bukan pendengar yang baik dan ga punya orang tua juga saudara, jadi saya terbiasa memendam semuanya sendiri, tapi beberapa bulan terakhir kadang saya merasa emosi yang saya tahan tahan sebelumnya saat ada pemicunya seperti seakan hampir meledak, saya takut tiba-tiba tidak bisa menahannya seperti biasanya dan meledak menyebabkan perselisihan dengan ipar saya. Pertanyaannya: saat tiba-tiba saya merasa sudah tidak bisa menahan emosi dan hampir meledak, apa yg harus saya lakukan agar hal yang saya takutkan itu tidak terjadi, agar saya bisa tetap mengontrol emosi saya ? Bagaimanapun saya tidak ingin ada perselisihan antar keluarga, terimakasih sebelumnya dok
Jawaban:
Hallo mba Diah, terima kasih atas pertanyaannya. terkait dengan bagaimana mengelola emosi, ada baiknya tidak memendam mba, mba perlu untuk bercerita setidaknya kepada orang yang dianggap mba nyaman dan percaya. Jika masih ingat analogi tentang pipa yang terus mengalir tetapi tersumbat, lama-lama akan pecah, begitu juga dengan emosi yang dipendam, perlu adanya penyaluran. Wajar juga akan adanya kekhawatiran suatu saat akan meledak. Namun yang perlu diketahui dan dilakukan adalah, pertama kenali dulu emosi apa yang hadir dan setelah itu kenali juga apa penyebabnya, sehingga ketika kita mengetahui dan mengenal akibat dari emosi yang dirasakan, kita dapat bertindak lebih objektif terhadap apa yang akan kita lakukan selanjutnya.
Lalu, bagaimana ingin menghindari perselisihan keluarga? Hal ini dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi secara asertif, dimana mba Diah dapat menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan dengan baik, release ya mba, membuat mba Diah merasa lega, namun orang yang menerima /mendengar /lawan bicara mba Diah ini pun dapat menerimanya dengan baik. Oleh karena itu, kenali dulu emosi yang hadir, apakah benar marah? atau jangan-jangan kesal? atau bahkan sedih? ini mba Diah yang paling mengetahui. Setelah itu menganalisis/ mengidentifikasi apa penyebabnya, sehingga mba Diah bisa menyampaikannya kepada orang lain
Bagaimana cara menyampaikan feedback/ umpan balik yang baik?
Tentunya disampaikan ketika hangat-hangatnya, dalam situasi yang memungkinkan, dan emosi yang mereda. Poin-poin yang bisa disampaikan adalah situasi nya apa, lalu tindakan nya apa, dan akibat nya apa. Misalkan saya marah sekali dan kesal ketika saya beli makan malam, ternyata makanannya dimakan oleh kakak saya padahal cuma ditinggal mandi sebentar, saya akan berbicara bahwa ketika saya mandi, kakak memakan makanan saya, saya tidak suka makanan saya dihabiskan oleh kakak, hal itu membuat saya kesal dan sekarang saya merasa marah. Kira-kira seperti itu.
Diah:
Saya tau apa yang menyebabkan perasaan emosi itu, tapi dsni bener-bener tidak ada yang bisa di percaya untuk di ajak bercerita, suami sering tidak mendengarkan, dan malah menyepelekan, jadi saya enggan bercerita lagi, sedangkan kalau menulis di buku atau hp, saya takut di baca orang lain, saya jadi sering merasa sendirian dok.
Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog:
Sedih sekali rasanya pasti ya mba ketika tidak didengar padahal ingin sekali didengar dan dimengerti dan wajar juga menjadi tidak percaya lagi karena hal tersebut. Namun mba perlu mencari social support atau teman untuk bisa saling berbagi, bisa mengikuti komunitas, kelompok, atau mungkin dapat melakukan konsultasi ke helping professional seperti psikolog atau konselor. Bagaimana pun juga perlu untuk dikeluarkan mba. mungkin itu yang bisa saya sampaikan.
Diah:
Misal saya kesal ke ponakan saya karena terlalu nakal tapi saya ga bisa memarahi dia, dan yang lain tidak percaya dia nakal jadi memendam kekesalan saya, seperti itu dok
Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog:
Perlu untuk dikomunikasikan mba bisa menyampaikan situasi, tindakan, akibat seperti yang saya contohkan dan perlu untuk disampaikan pada saat yang tidak terlalu lama agar tidak lupa dan ‘buktinya’ masih ada, perilakunya masih hangat dan akibat yang dirasakan pun masih hangat-hangatnya. Tetapi memang perlu berlatih dan tidak mudah. Dan tentunya perlu siap berlapang dada terhadap konsekuensi yang diterimanya.
2. Pertanyaan:
Nama : Isla, Usia : 36thn, Domisili : Sidoarjo. Bagaimana cara menghadapi rasa marah karena dihianati orang yang paling dipercayai? Karena itu melahirkan kecewa yang teramat dalam, membekaskan luka yang seperti tak terobati.
Jawaban:
Baik mba Isla, saya paham bahwa sedih sekali rasanya dikhianati oleh orang yang paling dipercayai dan pada akhirnya menjadi luka dan membekas. Saya mau berbagi sedikit mba, terkait dengan marah, emosi marah ini kompleks sekali, saya izin share screenshot ebook, bukunya judulnya My Mixed Emotion.
Seperti yang dilihat, marah ini seperti gunung es, di luar atau yang tampaknya saja adalah kemarahan, namun setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata hal tersebut adalah hal yang kompleks dan ternyata kemarahan ini adalah reaksi dari emosi-emosi lain yang dirasakan. Seperti yang sudah disampaikan, pahami dulu emosi yang dirasakannya, apakah benar marah? atau ada hal lain? misalkan kecewanya, atau mungkin rasa malu? atau mungkin merasa menjadi bersalah? boleh untuk ditelusuri terlebih dahulu, setelah itu terima perasaan-perasaan tersebut, hal ini perlu karena semakin kita menolak/denial maka kita akan semakin jauh dari kata menerima/acceptance.
Kita perlu untuk menerima terlebih dahulu emosi yang dirasakan, kejadian yang hadir, hal ini agar membuat kita merasa lega. Kuncinya adalah penerimaan/acceptance. Lalu bagaimana caranya kita bisa menerima? Kita perlu untuk memaafkan, baik diri kita maupun orang yang terlibat dalam situasi tersebut, memang hal ini adalah yang paling sulit ya. Namun ketika hal ini dapat dilakukan, biasanya pintu penerimaan ini akan terbuka.
Setelah kita merasakan, mengidentifikasi, kita lihat, pasti ada hal yang dapat kita pelajari dari setiap kejadian, kita mencoba untuk mengambil sudut pandang lain. Apa yang bisa kita pelajari dari kejadian tersebut sehingga kita bisa mengetahui apa yang bisa kita lakukan di kemudian hari agar kejadian ini tidak berulang sehingga kita bisa berkembang. Namun memang hal ini tidak mudah dan bukan proses yang instan, namun ketika berlatih dan menemukan titik sudut pandang lain, biasanya kita mulai dapat untuk menerima hal tersebut mba. Kira-kira seperti itu yang bisa saya jelaskan.
3. Pertanyaan:
Nama :ELseria simanullang, Usia : 34 thn, Domisili :Medan. Selama saya sakit jantung dan PH ,susah sekali bagi saya mengontrol emosi untuk tidak marah dan teriak. Gimana caranya atau tipsnya untuk bisa mengendalikan emosi dengan tidak marah-marah dan gimana cara nya supaya tidak mudah terpancing emosi.
Jawaban:
Baik, mba Elseria, terima kasih atas pertanyaannya. Memang emosi yang paling sulit dikelola itu menurut penelitian adalah emosi marah, kecewa, dan perasaan benci. memang perlu adanya latihan terus menerus untuk mengelolanya..
Lalu ada beberapa hal yang membuat kontrol/regulasi emosi ini akan menjadi lebih sulit, biasanya adalah belief/kepercayaan kita terhadap emosi negatif ini (seperti merasa buruk, kita gak bisa mengendalikannya) atau bahkan beberapa situasi yang membangkitkan emosi yang sangat kuat sekali dan pada akhirnya kita menjadi ‘banjir’ emosi. Namun ketika kita mengalami kemarahan, kita perlu untuk sejenak kembali sadar bahwa apa yang membuat kita marah, bisa mengatur napas terlebih dahulu.
Mengalihkan perhatian terlebih dahulu, misalkan ketika sedang berdiri, bisa duduk, calm down, atau memasukkan tangan ke dalam saku misalkan. lalu tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan hingga terasa lebih relax agar pikirannya lebih jernih kembali mba. Mungkin dengan menyadari apa yang membuat marah akan lebih tergambar sehingga dapat tergambar apa yang bisa dilakukan setelahnya dan bagaimana pun juga kontrol atas perilaku itu ada di kita, kita dapat memilih tindakan yang kita lakukan. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan. yang penting berlatih untuk menantang pemikiran kita terhadap emosi yang dirasakan setelah menyadari apa penyebabnya
4. Pertanyaan:
Nama : Siska winanda, Usia : 23, Domisili : Trenggalek. Maaf dok sebelumnya, sedikit cerita.. pernikahan saya sudah hampir 3 tahun tapi saya belum bisa mempercayai suami saya sepenuhnya. Contohnya
Saya cerita a ke suami saya tapi suami saya selalu cerita ke keluarganya apa yang yang ku ceritakan ,seakan -akan saya tidak mempunyai privasi sama suami. Jadi apa-apa lebih saya pendam sendiri, dan cepat emosi dok.. Bagaimana cara komunikasi dengan suami biar lebih bisa membedakan itu privasi atau bukan … Dan bisa jadi pensupprot dalam keluarga.. ? Terimakasih
Jawaban:
Hallo mba Siska, selamat malam,terima kasih atas pertanyaannya. Mungkin jawabannya hampir mirip dengan yang sebelumnya saya sampaikan. Izin untuk coba menjawab ya mba. Sedih rasanya ya mba ketika orang yang dipercaya namun pada akhirnya mba Siska merasa menjadi tidak ada privacy. Namun yang mau saya sampaikan, berkomunikasilah secara asertif. Terkait dengan pernikahan, ada 2 persepsi yang disatukan disini, yaitu dari suami dan dari istri tentunya.
Namun yang perlu digarisbawahi adalah perlu adanya saling pemahaman antara setiap persepsi tersebut dan hal ini perlu sekali untuk dikomunikasikan. Bagaimana cara komunikasinya, itu kembali kepada komunikasi yang asertif yang sudah saya sampaikan. Disini perlu adanya diskusi yang sehat mba terkait dengan hal ini. Bisa dibicarakan apa yang dirasakan oleh mba Siska terkait dengan hal-hal yang terjadi saat ini kepada suami dan bagaimana rasanya tidak nyaman ketika tidak ada privacy. Mungkin saja dalam persepsi suami mba hal ini adalah hal yang tidak menjadi masalah, padahal persepsi mba Siska hal ini adalah masalah. Bagaimana caranyanya menyamakan persepsi, kuncinya adalah di komunikasi yang asertif. namun yang terpenting disini setelah komunikasi adalah bagaimana mengontrol pikiran-pikiran negatif dan berusaha untuk tetap objektif ya.
5. Pertanyaan:
Nama : Mamay, Usia : 29 thn, Domisili : pangandaran. Kalo saya sedih karena emosi atau sedih hati gitu terus tidak saya keluarkan kenapa hal yang pasti terjadi kalo sedih hati adalah perut saya perih mules melilit kaya pengen BAB, terus kalo emosi saya suka sesek mual juga lambung perih. Apa mesti saya keluarin aja gitu emosi saya, kalo sedih “nangis” kalo emosi ya “marah” gitu apa mesti gimana?
Jawaban:
Hallo mba Mamay, terima kasih mba Mamay. Tubuh kita ini cerdas sekali, setiap bagian tubuh tertentu akan mengirimkan sinyal ketika kita merasakan sesuatu, aplagi ketika hal tersebut tertahan atau mungkin tidak disadari.
Berikut adalah chart tubuh kita, jadi energi dari setiap bagian tubuh manusia ini menggambarkan energi emosinya masing-masing. Misalkan seperti sedih yang mendalam, terkadang dada kita akan terasa sesak sekali, seperti ada yang mengganjal di dada kita kan ya mba, mas? nah untuk kasusnya mba Mamay, saya rasa sedih ini diakibatkan oleh kemarahan. Kemarahan ini disimbolisasikan dari keadaan/kondisi di sekitar area perut, menjadi mual, sakit, dan sedih sehingga mulai menjadi sesak.
Biasanya semakin tubuh merasakan secara intens, itu adalah alarm bagi diri kita bahwa kita tidak benar-benar untuk meregulasinya sehingga perlu untuk disalurkan. Wajar ketika sedih itu kita menangis, dengan menangis dan keluar air mata, secara biologis kita akan mengeluarkan zat-zat dalam tubuh sehingga setelah kita selesai menangis, setidaknya ada perasaan lega dari tubuh kita, it’s okay mba utk menangis ketika sedih, yang tidak boleh adalah telalu berlarut pada emosi yang dirasakan.
Untuk marah, kita pun perlu untuk mengidentifikasi dan memilih tindakan kita setelah kita memahami apa yang menyebabkan kemarahan ini, kita bukan gak boleh merasakan marah, tetapi perlu untuk mengelolanya, yang tidak boleh adalah sampai pada tindakan yang kita lakukan ini menjadi destruktif atau merusak. Mungkin itu yang bisa saya jawab mba.
6. Pertanyaan:
Nama : emma, usia : 36, domisili : bandung. Kenapa ya tiap hari itu saya selalu gampang emosi apa lagi sama anak saya terkadang saya suka teriak teriak tapi kadang anak saya cuek nah disitu saya makin emosi. Bagaimana ya cara mengontrol suapa saya tidak cepat emosi apalagi sama anak?
Jawaban:
Wah mba, ini menarik sekali ya mba, tentang anak. Izin menjawab mba, terkait dengan hal ini mba, mungkin saya kembalikan lagi pada bagaimana menyampaikan umpan balik/ feedback pada anak ya mba. Pasti rasanya kesal sekali ya mba, bikin spaneng mungkin, kepala mau pecah ketika ngobrol sama anak, menyampaikan kemarahan pada anak, tapi anak malah cuek. Bikin frustrasi dan putus asa pasti ya.
Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah ketika mba Emma marah dan teriak-teriak, apakah anak paham apa yang membuat mba Emma menjadi marah dan pada akhirnya meledak?
Atau yang dilihat hanya kemarahannya saja tanpa memahami apa yang membuat mba Emma marah?
Jika hal ini terjadi, mungkin dari bagaimana mengomunikasikan apa yang membuat mba Emma marah kepada anak-anak sehingga mba Emma dapat menyampaikannya dengan lega dan anak pun menjadi paham apa yang membuat mba Emma marah dan ingin teriak.
Sama seperti yang sudah saya sampaikan kepada mba Elseria tentang bagaimana cara mengelola amarah mba, dengan mengalihkan perhatian terlebih dahulu, mengubah posisi, misalkan ketika sedang berdiri, bisa duduk hingga merasa lebih baik, baru mengomunikasikannya dengan anak, sambil mencoba untuk relax menenangkan perasan dan pikiran mba. Semoga jawabannya dapat membantu.
7. Pertanyaan:
Nama : yanti, Usia : 26 thn, Domisili : pekalongan Bagaimana cara mengontrol emosi, sakit hati & trauma karena kekerasan fisik ya dok?
Jawaban:
Hallo mba Yanti, untuk hal ini saya perlu menggalinya lebih dalam mba, sejauh mana trauma ini memengaruhi regulasi emosi saat ini. Namun untuk first aid, atau langkah yang bisa diambil oleh mba Yanti adalah bagaimana mba Yanti berusaha untuk menerima dan memaafkan serta bagaimana memandang hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan mba Yanti. Mungkin rasanya untuk konteks ini, saya perlu untuk menggalinya lebih dalam lagi mba,apalagi terkait dengan trauma.
Mungkin saya akan mengusulkan untuk bertemu dengan helping professional seperti psikolog atau konselor jika trauma tersebut dirasa cukup mengganggu dan terus berulang terpikirkan, punten ya mba. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan mba Yanti, mohon maaf jika jawaban saya tidak memuaskan karena ada beberapa hal yang perlu ditelusuri jika terkait dengan pengalaman-pengalaman yang membuat trauma dan saya perlu menggali lebih dalam sejauh mana pengalaman-pengalaman tersebut memengaruhi kontrol emosi saat ini.
8. Pertanyaan:
Nama: Atik lestari, Usia: 37 thn, Domisili: Malang. saya sering uring urungan pada anak saya kadang teriak juga, apalagi kalo anaknya cuek, membuat saya tambah emosi. Bagaimana caranya supaya bisa mengontrol emosi saya??Terimakasih…
Jawaban:
Hallo selamat malam mba Atik, mba untuk pertanyaan mba Atik, sepertinya hampir mirip ya mba dengan pertanyaannya mba Emma. Kuncinya disini adalah bagaimana mengomunikasikan apa yang membuat mba kesal dan marah kepada anak sehingga anaknya menjadi paham terkait dengan kenapa mamahnya ini marah. Cara mengontrol emosi marah ini suatu tantangan besar, tetapi saya yakin dengan terus berlatih bagaimana menyampaikan apa yang membuat marah sehingga anak paham, saya yakin mba akan dapat melakukannya dengan baik.
9. Pertanyaan:
Nama: resa, Usia: 21 thun, Domisili : kota banjar patroman. Saya mau bertanya bagaimana pasangan saya mengerti keadaan saya sekarang. Disaat sperti ini dia selalu mementingkan egonya “ingin segera menikah” . Diposisi saya ingin terlebih dahulu pulih.. Dengan egonya dia, saya sering memendam kekesalan sndiri marah dengan diri sendiri selalu menyalahkan diri sendiri.
Jawaban:
Bagaimana caranya pasangan mba Resa paham tentang kondisi, hal ini perlu untuk dikomunikasikan ya mba, mengatakan kondisi dan sekonkret mungkin, mba Resa bisa menyampaikan mungkin kekhawatiran-kekhawatiran mba Resa, apa yang menjadi pertimbangan mba Resa saat ini. Namun sekali lagi, ketika kita menuntut orang untuk paham, hal ini akan lebih sulit karena kontrolnya bukan di dalam diri kita, tetapi di luar diri kita, yaitu pasangan mba Resa ini.
Saya paham sekali jika berbicara tentang pernikahan akan banyak sekali konteks yang perlu untuk dipertimbangkan. Namun sekali lagi kunci disini adalah bagaimana kita mengomunikasikannya dan sekonkret mungkin untuk menyampaikannya agar lebih mudah untuk dipahami dan sama-sama memiliki persepsi yang serupa. Dalam hal ini juga kita perlu mendudukkan diri di posisinya dengan empati, kira-kira kalau mba jadi dia, pertimbangan apa yang membuat dia memaksakan kehendaknya. Namun untuk memendam perasaan sepertinya ini juga perlu dikomunikasikan mba dan tidaklah baik ketika kita menyalahkan diri sendiri.
Resa:
Saya kan suka ngeposting/pap hasil dari RS.. Tetapi seolah-olahpercaya gak percaya kalau saya punya penyakit jantung. Suka bingung saya juga udah jujur bilang tapi tetep aja ego nya gak ilang.
Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog:
Yang perlu ditelusuri lebih lanjut disini adalah kira-kira menurut mba Resa, apakah dia benar-benar tidak percaya? Atau itu hanya reaksinya yang seolah-olah tidak percaya? Kita perlu untuk bersikap dan melihat seobjektif mungkin serta menempatkan di posisi dirinya, seperti kita melakukan empati, kira-kira apa yang membuatnya seperti itu? Kalau mba Resa jadi dia, apa kira-kira yang dia rasakan dan apa yang ingin mba Resa lakukan? Kuncinya disini adalah komunikasi, sama-sama saling memahami satu sama lain agar memiliki persepsi dan pandangan yang sama. Mungkin itu yang bisa dilakukan oleh mba Resa saat ini.
10. Pertanyaan:
Nama : Evelin, Usia : 29 th, Domisili : Malang. Saya ingin bertanya, Beberapa bulan ini setelah kehilangan mama saya sering merasa sedih dan tertekan tapi tidak bisa brcerita ke orang lain. Karena dari kecil tidak terbiasa deeptalk dengan siapapun. Saya jadi sering tidak fokus mngurus anak-anak dan rumah. Bagaimana caranya mengelola kesedihan agar tidak berlarut (saya sampai kena gerd karena asam lambung naik terus) walaupun sudah merasa ikhlas tapi kenangan yg muncul selalu tentang sakitnya mama disaat trakhir. Terima kasih.
Jawaban:
Hallo mba Evelin, bagaimana kabarnya hari ini? Semoga dalam keadaan yang baik. Saya turut berduka atas kehilangan mama mba Evelin. Dalam konteks kehilangan, kalau mba Eveline pernah dengar Kubler-Ross yang membahas tahapan seseorang dalam menghadapi kehilangan. Fase pertama adalah denial, dimana individu akan shock dengan keadaan yang baru saja dihadapi dan mungkin tidak ada persiapan, akan merasa bingung, merasa takut, atau mungkin ingin menghindar.
Lalu setelah melewati denial, tahap kedua individu akan masuk ke fase anger dimana merasa frustrasi, marah, tersakiti, mudah merasa tergugah, atau mungkin menjadi cemas. Tahap kesatu dan kedua ini yang dibutuhkan adalah berbagai informasi dari lingkungan sekitar terkait dengan kejadian yang baru saja dihadapi, misalkan dalam hal ini adalah kehilangan mama tercinta. Selain itu yang dibutuhkan adalah komunikasi dengan orang2 sekitar untuk mengelola emosi dan yang sedang terjadi. Sebagai makhluk sosial, kita butuh sekali yang namanya komunikasi, berbicara, ngobrol, ingin didengar, seperti itu mba Evelin.
Lalu setelah kedua tahapan itu dihadapi, tahap ketiga adalah bargaining dimana individu akan mulai dapat melihat berbagai pilihan yang dapat dilakukan untuk mengelola baik perasaan maupun permasalahan yang dihadapi. Disini individu akan mulai berjuang untuk mencari makna, mulai bersosialisasi kembali, mulai terbuka dengan orang lain. Hal yang dibutuhkan pada tahap ini adalah emotional support dari lingkungan sekitar mba Evelin.
Setelah melewati tahapan ini, individu akan masuk pada tahapan depression dimana akan merasa overwhelmed, merasa kewalahan, merasa tidak berdaya, mungkin saja ingin ‘kabur’, namun sekali lagi tahapan ini perlu dilewati. Dalam tahap ini yang dibutuhkan adalah bimbingan dan arahan dari orang lain, jika dirasa dibutuhkan, bisa ke professional ahli seperti psikolog maupun konselor. Setelah melalui tahap depression, barulah akan masuk pada tahap acceptance dimana individu sudah dapat melihat dan mengeksplorasi berbagai opsi yang bisa diambil, memiliki rencana baru yang bisa dilakukan, bahkan bisa move on. Kuncinya disini adalah bagaimana prosesnya kita pada akhirnya menerima.
Lalu bagaimana mengelola kesedihan agar tidak berlarut? Perlu diketahui dulu disini mba Evelin sudah sampai pada tahapan yang mana dan apa yang sebenarnya dibutuhkan. Saya paham bahwa mba Evelin saat ini kepikiran kenangan-kenangan yang muncul, terutama pada saat-saat terakhirnya beliau. Namun hal ini perlu untuk diterima, mungkin yang mau saya tanyakan disini, sekiranya apa yang ingin mba Evelin sampaikan pada beliau? Mba Evelin mungkin bisa menuliskannya, seperti membuatkan surat untuk mama mba Evelin untuk membantu mba Evelin sedikit release. Tentunya dengan menyadari dan memahami apa yang membuat mba Evelin sedih. Atau mungkin sebenarnya ada emosi lain yang dirasakan mba Evelin? Apa yang membuat emosi tersebut muncul?
Mba Evelin juga perlu untuk memberikan maaf, baik kepada mama mba Evelin, atau lingkungan sekitar yang terlibat, atau mungkin memaafkan diri mba Evelin sendiri. Mba Evelin juga perlu untuk berbagi, bercerita karena social support akan sangat membantu mba Evelin dalam menjalankan proses dari tahapan ke tahapan berikutnya. Hal ini memang adalah suatu proses dan saya rasa bukanlah hal yang mudah dan instan. Tetapi saya yakin dengan terus berlatih dan semangat dalam menjalani proses dan menikmatinya, mba Evelin dapat menghadapinya. Semangat mba Evelin.
11. Pertanyaan:
Nama : Tedja, Usia : 70 thn, Domisili : Jakarta. Mengapa pria yg ditinggalkan (wafat) oleh pasangan hidupnya dia akan lebih cepat rentan bisa dalam 2-3 thn sang suami juga meninggal, dibandingkan dengan wanita yang ditinggalkan suami meninggal, mohon pencerahannya terimakasih.
Jawaban:
Hallo pak Tedja, terima kasih atas pertanyaannya, saya izin menjawab ya pak. Untuk hal seperti yang bapak sampaikan, tidaklah ada alasan yang mutlak pak, ada beberapa faktor yang akan memengaruhi dan mungkin saja setiap individu memiliki penyebab yang berbeda-beda pak. Misalkan bapak, dengan terbiasanya kehidupan rumah tangga yang sudah terjalin sangat lama dimana ada peran wanita sebagai istri yang membantu suaminya, mulai dari menyiapkan makanan, membereskan rumah, atau mungkin ada kewajiban seorang istri dalam mengurus hal rumah tangga yang sudah berlangsung lama sehingga lelaki sebagai suami menjadi jarang untuk melakukan hal-hal atau pekerjaan rumah tangga. Hal ini akan menjadi suatu adaptasi bagi suami yang ditinggal istrinya untuk secara mandiri mengurus kehidupan atau kebutuhan sehari-hari.
Mungkin saja akan ada yang membantu, mungkin anak-anaknya. Namun dalam konteks adaptasi ini suami dituntut untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian lagi terhadap segala hal yang mungkin tidak biasa dilakukan olehnya. Hal ini bisa saja menjadi sesuatu yang memicu frustrasi atau stres jika tidak dapat menanganinya, terlebih jika hal-hal tersebut telah dilakukan bertahun-tahun lamanya oleh orang lain (dalam hal ini sang istri). Bersamaan dengan proses adaptasi, suami pun perlu untuk mengelola emosinya terkait dengan kehilangan sang istri. Proses adaptasi ini bisa saja menjadi sesuatu yang kompleks dan memengaruhi sang suami dalam mengelola emosinya yang pada suami menjadi terus berlarut di dalam emosi tersebut.
Mungkin faktor yang lainnya adalah sejauh mana emosi2 yang dirasakan terkait dengan kondisii ditinggalkan sang istri sampai akhirnya sang suami terlarut dengan emosi tersebut. Ketika kita tidak dapat dengan cerdas mengelola emosi, hal ini akan memengaruhi kesehatan, baik kesehatan fisik maupun psikologis kita. Perlu juga untuk mengenali emosi yang hadir dan apa yang membuat emosi itu muncul serta menerimanya, sehingga dapat mengelola emosi tersebut dan menemukan serta mengetahui apa yang dapat dilakukan setelahnya. Ingat bahwa setiap tindakan adalah pilihan kita dan kita yang dapat mengontrolnya. Mungkin itu yang bisa saya jelaskan.
12. Pertanyaan:
Nama: Titin Nurhayati, Usia: 42th. Domisili: Pangalengan – Bandung. Maaf, mungkin pertanyaannya kebalikan dari tema, justru saya suka mendam emosi yg meledak-ledak atas apa permasalahan yang di hadapi entah itu dari keluarga sendiri, atau luar seperti sahabat, teman dekat dan juga anak.
Terkadang saya suka timbul ingin pergi sejauh mungkin, kadang nekat untuk mengakhiri hidup (maaf) untuk meredakan emosi yang saya pendam itu, gimana cara mengatasi masalah emosi yang selalu saya pendam itu, secara saya orangnya ga pernah banyak curhat sama orang apa yang terjadi sama saya selama ini, apapun itu termasuk sakit yang saya derita selama sudah hampir 22thn. Mohon pencerahannya.
Jawaban:
Hallo bu Titin, terima kasih atas pertanyaannya. Saya paham, berat sekali ya bu rasanya permasalahan yang dihadapi ibu saat ini hingga akhirnya terpikir ingin kabur dari masalah tersebut karena dirasa hal itu adalah jalan satu-satunya untuk keluar dari permasalahan.
Namun langkah pertama yang perlu ibu lakukan adalah benar-benar menyadari emosi apa yang hadir dan apa yang menyebabkan hal tersebut, ibu dapat menggunakan worksheet yang terlampir dalam materi. Ibu perlu menantang (challenging) pemikiran ibu dan berfokus pada apa yang saat ini ibu miliki dan apa yang ibu dapat lakukan. Disisi lain, ibu juga perlu social support, untuk bercerita, merasa diterima, dan merasa didengar oleh orang lain yang dirasa ibu nyaman. Namun jika pemikiran-pemikiran mengakhiri hidup ini dirasa semakin intens, saya sarankan sebaiknya ibu menemui professional ahli seperti psikolog maupun konselor.
“Pesan saya teruslah berlatih dan berproses dalam mengelola emosi karena hal ini penting baik bagi kesehatan mental maupun jasmani kita. Keterampilan ini bukan semata-mata hal instan yang langsung didapat, melainkan adalah proses dari belajar sepanjang jalan kehidupan kita”_ Rt. Annissa Apsyari, M.Psi., Psikolog