Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi whatsapp antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik-topik terkait Hipertensi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group whatsapp dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hubungi Admin Pusat YHPI 0811-8986-799
PENGUMUMAN KULWAP YHPI
- Waktu : Kamis, 17 Maret 2022
- Pukul : 19.00 – 21.00 WIB
- Narasumber : Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog
- Tema : Jangan Lupa Merawat Diri Sendiri: Caregiver Juga Harus Sehat
- Moderator : Amida
Untuk melihat materi silahkan KLIK DISINI
Kebetulan, pada penelitian tesis saya di 5 tahun yang lalu, saya berkesempatan meneliti tingkat stres caregiver pada pasien kanker payudara. Saya juga terlibat dalam penelitian terkait kesehatan mental pada pasien kanker payudara dan ESRD (end stage renal disease/gagal ginjal) sehingga peranan caregiver dalam setting medis ini isu yang dekat dengan saya. Saya sangat mengapresiasi Bapak/Ibu/Mbak dan Mas sekalian yang sudah berjuang menjadi caregiver dari orang tersayangnya selama ini.
Sudah banyak penelitian yang didedikasikan untuk mengeksplorasi kondisi psikologis dari caregiver di berbagai penyakit, termasuk PAH (Pulmonary Arterial Hypertension) dan sebagian besar menunjukkan hasil di mana para caregiver ini justru tingkat stresnya bisa lebih tinggi dari pasiennya.
Selain mengembangkan kondisi psikologis seperti caregiver burden (stres yang diakibatkan merawat pasien), caregiver juga rentan pada kondisi kecemasan, depresi, bahkan mengembangkan masalah di kesehatan fisik. Nanti gantian nih yang ke dokternya caregivernya. Di sini, saya ingin berdiskusi dengan Bapak, Ibu, Mbak, dan Mas sekalian agar caregiver juga tetap sehat ya.
Secara garis besar, caregiver perlu memperhatikan beberapa hal, seperti : pengaturan kegiatan caregiving (biar ngga penat semua dikerjain sendiri atau bentrok dengan kegiatan lain yang dilakukan), pengaturan emosi, bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar caregiver. Pastinya, Bapak/Ibu/Mbak dan Mas sekalian juga punya aktivitas lain kan ya selain merawat anggota keluarga?
Pertama nih, untuk pengaturan kegiatan. Pastikan rekan-rekan semua memiliki skala prioritas, penjadwalan, dan pendelegasian tugas. Biar apa melakukan itu? Biar ngga mumet sendiri. Kalau energinya habis kesedot semua, susah tuh pastinya untuk melanjutkan caregiving. Jangan lupa juga untuk mengambil waktu-waktu istirahat.
Kedua, untuk pengaturan emosi (mungkin akan kita bahas lebih lanjut saat tanya/jawab), rekan-rekan perlu memastikan adanya pengelolaan dan penyaluran emosi negatif. Harap diingat yaa, menabung uang sih dipersilakan banget, tapi nabung emosi negatif jangan yaa. Curhatkan pada orang-orang terdekat, tuliskan di agenda pribadi kita, dan salurkan dengan cara yang wajar (misalnya kalau menangis, di kamar sendiri, bukan di food court mall nanti jadi tontonan).
Ketiga, rekan-rekan juga harap tetap up to date dengan informasi yang dibutuhkan seperti prosedur pengobatan atau jadwal dokter di rumah sakit. Kebanyakan rasa cemas kita dapat muncul dari kurangnya informasi yang dimiliki. Proaktif lah bertanya kepada dokter, browsing dari sumber-sumber terpercaya, dan bertanya pada komunitas, seperti ini.
Keempat, perawatan diri adalah KUNCI. kalau Anda tidak merawat diri (dari mulai fisik sampai psikis), gimana nih dengan pasien yang tergantung pada Anda? Pastikan ada waktu yang diluangkan untuk menjaga pola hidup sehat dan membuat diri rileks/nyaman
Terakhir, dalam berkomunikasi. Harap perhatikan kondisi-kondisi seperti mood pasien, kondisi fisiknya, ekspresi wajah, pemilihan kata kita, dan yang terpenting emosi kita sendiri. Kalau dirasa sedang marah, tolong tahan dulu sebelum berkomunikasi sebelum yang kita keluarkan menjadi menyakitkan.
Mungkin poin-poin yang saya sampaikan di slideshow dapat dirangkum menjadi summary di atas.
1. Pertanyaan:
Nama: untari ( 44 thn), Domisili: Surabaya, Diagnosa: PH Primer. Selamat siang. Ijin bertanya. Gimana cara menjaga emosi Caregiver kita biar tetap tenang, karena kita sebagai pasien kadang tidak merasa sudah menyakiti atau menyinggung perasaan caregiver kita, contoh : kita minta dibelikan nasi padang di A, eh ternyata dibelikan di B, terus pasien cuman makan dikit habis gitu dibuang, tanpa sengaja caregiver kita tau dan kecewa sama kita tapi tidak diungkapkan, mohon penjelasannya dan Terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Bu Untari. Terima kasih atas pertanyaannya. Dalam situasi seperti yang Ibu sampaikan, mungkin Ibu jadi ngerasa ngga enak atau ngerasa berdosa ya sama Caregivernya. Nah, dalam situasi seperti ini, saya mengharapkan Ibu (dan juga Bapak, Ibu, Mas, dan Mbak sekalian) untuk berkomunikasi lebih terbuka.
- Apresiasi terlebih dahulu usaha yang sudah dikeluarkan Caregiver. “Terima kasih ya, tadi (kamu) udah beliin itu untuk (ku).” Atau boleh juga ditambah pujian, seperti “Emang paling top deh” atau “Baik banget sih”
- Sampaikan secara spesifik apa yang kita rasakan dan pikirkan. “Sebetulnya (aku) pengen banget makan nasi padang A, udah kebayang-bayang.. tapi ngga terwujud hehe jadi makannya kurang semangat.”
- Sampaikan permintaan maaf jika sudah menyinggung atau menyakiti. “Maaf ya, kalau (kamu) merasa ngga dihargain udah capek-capek.”
- Tambahkan senyuman, tepukan di tangan/bahu, atau boleh juga finger heart biar gemes.
2. Pertanyaan:
Nama: Edita, Usia: 28 tahun, Domisili: Bandung. Bagaimana menjaga mental agar tetap sehat, di tengah lingkungan yang tidak mengerti dengan kondisi anak dan selalu menyalahkan saya sebagai orang tua karena selalu membawa anak berobat ke RS, kadang karena hal seperti itu membuat saya merasa bersalah kepada anak saya karena tekanan dari lingkungan juga yang tidak support terhadap apa yang saya perjuangkan, dan di kondisi seperti apakah seorang caregiver harus berkonsultasi dengan yang lebih ahli seperti psikiater jika setelah berkomunikasi dan bercerita kepada orang terdekat dan di percaya tetap selalu merasa bersalah dan gelisah
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Edita. Pertama-tama, saya turut bersimpati ya, Mbak, dengan perlakuan lingkungan sekitar untuk Mbak. Saya cuman bisa membayangkan betapa tertekannya Mbak. Saya percaya Mbak Edita sudah melakukan yang terbaik untuk anak, tetap semangat! Disalahkan terus menerus dapat mendorong seseorang pada kondisi stres – mungkin mempertanyakan kemampuan diri, tidak yakin pada pilihan yang dibuat, atau merasa bersalah/sedih berlarut-larut. Kalau Mbak Edita merasakan ada perubahan signifikan pada kondisi fisik (sakit kepala/lambung ngga hilang-hilang), perasaan gelisah atau sedih ada terus selama sekitar 2 minggu, lemas, ngga ingin ngapa-ngapain, atau bahkan sampai terpikirkan menyakiti diri sendiri/orang lain, lebih baik segera bertemu tenaga profesional yaa.
Mungkin saya juga perlu menambahkan perbedaan antara posisi kami sebagai psikolog dan psikiater. Saya sering mendapat pertanyaan, “Kalau udah ke psikolog, perlu ke psikiater ngga?” dan saya selalu menjawab, jika itu yang dibutuhkan, silakan banget dong.
Dengan pergi ke psikiater, rekan-rekan umumnya akan diresepkan obat – misalnya antidepresan atau mood stabilizer dan tentunya sesuai dengan kondisi kita ya. Psikiater juga akan mendengarkan cerita kita. Kami, psikolog, tidak berkewenangan memberikan obat tapi membantu anda melalui intervensi psikologi, seperti konseling dan psikoterapi. Tapi keduanya sama-sama bertugas untuk membantu meringankan kondisi psikis yang dialami. Apakah Mbak Edita masih perlu indikator-indikator kapan harus menemui profesional?
Edita:
Skrg tiap anak saya mau brngkt kontrol atau ada pemerikaan ataupun tindakan selalu gelisah, saya juga sekarang jadi lebih sering berubah mood dengan tiba-tiba.
Jawaban:
Disertai simptom fisik kah, Mbak? Seperti deg-degan, tremor, sakit perut, pusing, dll?
Edita:
Dari awal februari lalu anak saya di lakukan tindakan operasi saya jadi sering kesulitan tidur, sering gelisah, terkadang juga nangis tanpa sebab. Pernah juga seperti ini tapi jika dalam kondisi yang memang sangat di tekan oleh lingkungan.
Jawaban:
Waduh.. walaupun sifatnya mungkin situasional, yang Mbak gambarkan ini adalah simptom dari kecemasan (anxiety). Dan sebagaimana kondisi fisik, kondisi psikis juga perlu ditangani ya, Mbak Editha, tolong tidak didiamkan/dianggap ngga ada. Nature dari kecemasan adalah kalau diabaikan, dia akan “memanggil” kita lebih heboh lagi.
Edita:
Saya pernah berfikir kalo saya ini anxiety tapi selalu berusaha untuk melawan dengan fikiran-fikiran positif walaupun kadang-kadang hal seperti itu muncul kembali
Jawaban:
Sampai Mbak Editha mengumpulkan niat untuk mengunjungi tenaga profesional, saya mengencourage dengan sangat Mbak Editha untuk : (1) menjaga pola makan (tolong untuk tidak skip makan karena hubungan antara kecemasan dan lambung itu erat); (2) minimal ada exercise fisik dalam seminggu, 2-3x, yang ringan aja ya seperti stretching atau yoga; dan (3) menjaga kualitas tidur – memiliki jam tidur yang cukup, cara-cara rileks sebelum tidur seperti berdoa atau meditasi
Berpikir positif itu oke, Mbak, tapi kalau dipaksakan positifnya, seperti ‘semua PASTI akan baik-baik aja’ atau ‘yuk tenang yuk’ malah bisa tambah cemas karena tidak ada jaminan ucapan-ucapan tersebut akan terwujud
BIsa diganti dengan ‘dengan izin Allah, akan ada jalan keluarnya’, ‘saya bisa melewati masalah ini dengan a, b, c, d..’ atau tambahkan informasi seperti ‘dokternya sudah berpengalaman, saya percaya pada dokternya’ (lebih konkret dan spesifik). Informasi di atas dapat berguna untuk Anda yang memiliki simptom kecemasan yaa
Edita:
Jadi memang kalo hal tersebut terus berkepanjangan memang lebih baik berkonsultasi dengan yang lebih profesional di bidang psikologi ya..
Jawaban:
Betul, Mbak… kalau ada bibit-bibit kecemasan, seringnya menyerang kondisi fisik seperti migrain dalam waktu lama atau mengembangkan GERD
Edita:
Akhir-akhir ini saya memang jadi punya masalah di pencernaan apa itu juga bisa pengaruh dari kecemasan?
Jawaban:
Bisa banget, Mbak, pada beberapa klien saya begitu. Tapi untuk memastikan, nanti dicek dulu sama internisnya, untuk ditentukan itu sumbernya stres saja atau memang ada masalah di lambung
3. Pertanyaan:
Nama : Anggie, Usia : 29 tahun, Domisili : Malang. Assalamualaikum saya sebagai pasien pH. Dan ibu dan suami yang merawat saya. Saya sering ditanya, hari ini mau makan apa? 3x sehari. Kadang saya overthinking (stres) karena keseringan ditanyakan. Apa yang harusnya saya sampaikan kepada mereka. Karena saya sediri juga tidak ingin membuat mereka merasa bersalah. Terimakasih
Jawaban:
Walaikumsalam wrwb, Mbak Anggie. Hehehe maksudnya perhatian tapi kerasanya jadi overbearing ya, Mbak, sepertinya. Seperti jawaban saya pada Ibu Untari, Mbak Anggie dapat mengikuti langkah-langkah yang serupa.
Apresiasi terlebih dahulu apa yang mereka usahakan untuk lakukan, seperti “Makasih ya Ibu/Suami udah care banget sama aku.”, lanjutkan dengan menyampaikan apa yang dipikirkan dan dirasakan, “aku puyeng nih tapi kalau ditanya keseringan hehe”. Mbak dapat menggunakan candaan untuk berkomunikasi secara terbuka ya.
Pastikan ekspresi wajah dan pemilihan kata juga sesuai. Yang berbeda dari jawaban pertanyaan nomor 1, Mbak Anggie bisa bernegosiasi, seperti “Boleh ngga ditanyanya 2x aja?” atau “Aku janji deh kalau laper aku bilang H-1 jam.” sehingga kebutuhan dua belah pihak sama-sama terpenuhi. Kalau yang situasinya, Mbak Anggie, mirip langkahnya dengan Bu Untari, tapi ujungnya bisa ditambahkan poin negosiasi yaa
4. Pertanyaan:
Nama: Riska novita, Usia: 25 thn, Domisili: nganjuk Jawa Timur. Ijin bertanya. Saya caregivers dari anak saya usia 3.5 thn kebetulan anak saya diagnosa CAVC dan ph berat anak saya sangat sangat hiperaktif dan saya dirumah kebetulan sendiri ya suami kerja jadi ngga ada yang gantian jagain anak. Kalo kecapean dan anak saya susah diem bikin ulah saya pengen marah cuma kayak ditahan karena ngliat anak sakit kan ngga tega mau marah marah dan akhirnya pening dikepala sampe kadang nangis sendiri . Gimana ya dok solusinya saya bener bener nda tau harus gimana. Terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Riska. Saya turut bersimpati ya, Mbak, kebayang saya udah pusing sampai ubun-ubun tuh kalau ada di kondisi yang Mbak gambarkan. Saya apresiasi Mbak Riska terpikirkan untuk tidak meledak marah di depan anak, karena hal itu dapat membuat anak takut. Yang Mbak Riska butuhkan di sini adalah anger management yang lebih bagus lagi biar ngga nyesek sendiri. Saya biasanya merekomendasikan time-out kepada orang tua yang sedang marah, Mbak bisa pamitan dulu sama anak, “Mama mau ke kamar dulu ya, Adek tunggu di sini.”
Nah di sini, silakan Mbak melakukan apa yang kami sebut dengan katarsis/penyaluran. Boleh berteriak ke bantal. Boleh merobek-robek koran bekas (bisa nyetok dulu ya). Boleh meremas stress ball. Boleh meninju bantal atau bed cover. Kalau sudah dirasa menurun, Mbak Riska boleh cuci muka atau berwudhu biar agak cool down. Boleh juga ambil sosis beku dari kulkas terus ditempel ke muka. Boleh minum air. Agar agak kalem kembali. Terakhir, jangan lupa dikomunikasikan apa yang membuat Mbak tidak nyaman kepada anak, apalagi kalau ia menyadari ekspresi wajah/bekas air mata. “Tadi Mama lagi capek, terus Ade suaranya keras sekali, jadi pusing deh Mama makanya pergi dulu.. maaf ya, tadi ditinggal sejenak.”
yang penting untuk diingat bahwa emosi marah kita memiliki energi, ada powernya.. jadi harus disalurkan dengan aktivitas yang menyita energi. Paling idealnya tentu olahraga ya, apalagi olahraga yang sifatnya combat (seperti tinju, muay thai), tapi kalau susah, yang sederhana aja seperti contoh di atas
5. Pertanyaan:
Nama : Yulia Aryani, Usia : 39 th, Domisili : Pematang Siantar. Saya Caregiver dari anak saya usia 9 th.. bagaimana cara mengatasi kecemasan berlebih seperti ketakutan apakah saya mampu mengurus dan menjaga anak saya,,bagaimana belajarnya bisa apa tidak serta bagaimana cara menjelaskan pada anak tentang keadaannya serta tindakan2 yang akan dihadapinya (seperti perawatan gigi,kateter,atau operasi) Terimakasih
Jawaban:
Selamat malam, Mbak Yulia. Semoga sekarang dalam keadaan sehat walafiat yaa. Untuk mengurangi rasa cemas, selain yang saya sudah sampaikan di atas, jangan lupa juga untuk selalu up to date dengan informasi seputar kesehatan anak Mbak dari sumber-sumber terpercaya. Semakin kita tahu perkembangan di dunia medis, semakin tenang juga kita nantinya.
Terima kasih sudah menyebutkan usia anak Mbak dalam pertanyaan ini karena anak-anak memiliki ciri perkembangan sesuai dengan kelompok umur, misalnya anak-anak di bawah 5 tahun, usia 5-8, 9-12, remaja, dst. Usia 9 tahun atau disebut dengan pre-teen (pra-remaja) memiliki karakteristik di mana mereka sudah bisa memahami konsep dampak jangka panjang, sudah bisa memahami istilah yang sifatnya lebih ilmiah, dan sudah terdorong untuk mengeksplorasi lingkungan
Pada masing-masing prosedur yang dijalani, pertama-tama jelaskan terlebih dahulu apa yang akan dialami. Harap tidak mendiskon (“gapapa kok cuma sakit sedikiiiit” aja padahal sakitnya ngga sedikit) atau melebih-lebihkan (“nanti kalau kamu gerak, kakinya copot”) karena anak sudah bisa berpikir rasional. Jelaskan apa yang dialami dengan bahasa yang bisa anak pahami dan yakinkan bahwa yang melakukannya adalah “pak dokter yang sudah biasa menanganinya” atau “yang akan berusaha semaksimal mungkin membantu kita”
Selanjutnya, sampaikan kepada anak bagaimana teman-temannya mungkin akan memandang dia jika ada dampaknya. Misalnya kalau menggunakan kateter dan teman-temannya bisa tahu, mereka akan berpikir apa. Pada usia pre-teen ini, lingkungan sosial sudah memiliki peranan penting dalam hidup anak. Jika ada anak yang sepantaran dan memiliki kondisi serupa, akan sangat baik jika diperkenalkan untuk saling mendukung secara informasional maupun emosional
Terakhir, jangan pernah lupakan perasaan mereka mengenai apa yang tengah dijalani. Kadang, orang tua lebih fokus pada kondisi fisik sehingga lupa menanyakan apa yang anak rasakan. Tolong untuk tidak dibombardir, tidak dipaksa untuk bercerita kalau anak menolak. Orang tua bisa masuk melalui aktivitas menggambar bersama, dianalogikan dengan puisi atau jalan cerita film, atau bermain dengan malam/lego.
6. Pertanyaan:
Nama: Riawati, Usia: 55 thn, domisili : Jogyakarta. Udah 3 bulan ini batuk2 saya tidak sembuh2. padahal sudah dikasih obat sama dokter. Dan masuk bulan ke 3 batuknya sudah agak berkurang dari pada yang kemarin2. Namun tiba2 entah kena apa 4 hari jelang jadwal cek up saya justru batuk2 lagi. kondisi semakin parah,karena saya nggak mau makan sama sekali. padahal saya hidup sendiri tanpa siapa2 dirumah. saya coba kroscek. mungkin karena saya selalu kedinginan dicuaca yang tidak bersahabat ini. tiap malam nggak bisa tidur hanya batuk2 saja sampe jelang pagi. badan terasa sakit semua, mata nanar. Saya tidak respon saudara2, dan saya sengaja nggak bikin status saya drop atau apa. bikinpun mereka nggak akan kerumah. Lha saat saturasi 74/133 nggak biasanya. saya nggak jawab pertanyaan2 saudara memang benar2 nggak bisa jawab. tapi malah di dikasih ular2orang jawa,kalau saya seolah2 tuch nggak mau menjawab, jaga jarak seolah2 mereka itu punya salah pada saya. Akhirnya dengan susah payah saya jawab, saya baik2 saja, hanya lagi batuk dan demam. karena kurang asupan. mohon doa aja. udah gitu,tp kok ya tetep nggak mo ngerti juga. akhirnya tak cuekin. salahkah saya berbuat spt ini ? terimakasih atas jawabannya. ” BERJUANGLAH TANPA BATAS”, kawan..
Jawaban:
Saya boleh klarifikasi dulu kah pertanyaan yang ini? Yang saya pahami, Ibu Riawati sedang tiak dalam kondisi baik-baik saja sehingga terlihat seperti menjaga jarak dari keluarga. Pertanyaannya, salah atau tidakkah terkesan menjaga jarak seperti itu? Betul kah penangkapan saya, Bu Riawati?
Riawati:
iya dibilang nggak mo merespon mereka,menjaga jarak. klu pun saya sehat n merespon,pasti semua nasehat keluar. terimakasih sebetulnya dah diperhatikan sih
Jawaban:
Ah okee, baiklah, terima kasih Ibu untuk pertanyaannya. Saya rasa keputusan apapun yang Ibu lakukan akan dibuat berdasarkan informasi yang dimiliki dan keadaan pada saat itu. Kalau Ibu merasa ngga cukup fit untuk berkomunikasi sehingga seperti ‘hilang dari radar’, ngga ada yang bisa menyalahkan Ibu dong hihi.
Yang penting, untuk menjaga silaturahmi dengan orang-orang di sekitar kita, kita bisa memberikan penjelasan atas tindakan yang kita lakukan biar tidak ada salah persepsi. Contohnya, bisa menyampaikan, “duh sorry sorry kemarin ngga ada kabar, saya kebetulan lagi kurang fit. ada apa nih yang bisa dibantu?” sehingga suasana cair lagi. Kuncinya, kembali lagi, adalah komunikasi yang terbuka ya, rekan-rekan sekalian
Riawati:
Tapi saya itu.kayak tom n jeri kalau sama dia he he he..
Jawaban:
Jadi maksudnya gimana tuh, Bu? Apa artinya lebih baik dihindari atau…?
Riawati:
harusnya begitu untuk ukuran orang sehat sih. makasih sarannya..MbakRiska, jadi berpikir saya mana pasiennya, saya atau saudara saya
Jawaban:
Hehehehehe jangan-jangan tertukar ya Bu. Memang ada orang-orang yang susah untuk berempati pada kondisi kita jadi susah membayangkan diri mereka ada di posisi kita. Dikurang-kurangi komunikasinya juga ngga apa-apa kok, Bu, daripada stres ya
“Mungkin kalau ini pesan khusus psikolog baik bagi pasien maupun caregiver, harap mengelola emosi dengan baik (jangan ditahan-tahan, jangan dianggap ngga ada, jangan dipendem-pendem ya yang negatif-negatif). Ingat, menabung uang boleh yang banyak, tapi menabung emosi negatif ngga boleh. Emosi negatif yang ditabung dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikis, yang tentunya berbahaya bagi pasien maupun caregiver.
Kedua, komunikasi adalah hal yang vital dalam hubungan antara pasien dan caregiver. Mengetahui sama-sama bisa stres, bukan artinya harus ditutup-tutupin kalau sedang stres. Komunikasikan dengan baik, jaga jarak, masing-masing mengelola, baru diskusikan langkah ke depannya seperti apa. Caregiver sehat dapat membantu pasien lebih baik lagi”_ Mariska S. Rompis, M.Psi., Psikolog