Kuliah Whatsapp adalah program tanya jawab lewat group di aplikasi Telegram antara anggota YHPI dengan dokter/narasumber ahli lainnya untuk topik2 terkait Hipertennsi Paru yang diadakan secara rutin dan berkala.
Untuk bergabung dalam group Telegram dan mengikuti kuliah berikutnya, silakan hub 085210006799
Untuk membaca materi tanya jawab lainnya yang lebih lengkap, silakan klik LOGIN.
KULIAH TELEGRAM
Berdamai dengan Keterbatasan
Senin, 21 Januari 2019 pk 19.30-21.00 WIB
Narasumber: Citra Hati Leometa, MPsi, Psikolog
Dosen Program Studi Psikologi Institut Kesehatan Indonesia; Psikolog Klinik Ruang Tumbuh – Pusat Konsultasi Psikologi, Terapi & Pengembangan Diri
Moderator: dr.Noviana & Arni
MATERI KULWAP
- Manusia hidup di dunia kadang tidak kenal waktu, rasanya baru kemarin remaja, kemarin masuk kuliah, kemarin juga menikah & baru kemarin juga punya anak. Mungkin selama kita hidup, kita hanya fokus pada hal-hal yang terlihat saja seperti pekerjaan, membesarkan anak sekolah, menyelesaikan pekerjaan rumah atau pada hal-hal yang membuat kita nyaman saja saat itu seperti membangun rumah yang nyaman, membeli perabot rumah, membeli mobil, makan makanan yang kita sukai dan lain-lain. Pada akhirnya kita melupakan hal-hal yang tidak terlihat, seperti halnya kodrat tubuh kita & bagimana caranya memeliharanya, padahal tubuh kita memiliki peranan yang besar sebagai perantara diri kita dan hal-hal yang ada di dunia ini.
- Sama halnya dengan mesin, tubuh kita juga memiliki masa optimalnya dan masa dimana mulai menurun kemampuan untuk berfungsinya. Kapan fungsi itu mulai menurun, pastinya tidak ada patokan yang pasti, namun berdasarkan penelitian awal 40 tahun atau 50 tahun biasanya sudah muncul tanda-tanda penurunan fungsi dari tubuh kita. Namun wajar saja bila sudah terjadi penurunan, kita sudah menggunakan tubuh kita sekitar 40 atau 50 tahunan, pasti sudah ada mulai yang “cape” terus-terusan melakukan kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari. Apalagi bila tubuh “kurang” dirawat dengan benar. Sebetulnya dengan kecangihan ilmu-ilmu kedokteran sekarang ini, rentang hidup manusia bisa lebih lama. Jika dahulu rentang hidup manusia pada umumnya sekitar 60 tahun, berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan Amerika (Taylor, 1999) sekarang bisa ditingkatkan hingga 76 tahun. Namun sekarang kecenderungan meninggal diusia muda cukup tinggi, bukan meninggal akibat penyakit, namun akibat pola hidup yang tidak sesuai prosedur keberfungsian sistem organ didalam tubuh kita dan mengakibatkan tubuh kita cepat “cape”. Kondisi “cape” tubuh kita bisa menimbulkan penyakit-penyakit kronis, seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, gagal ginjal dan lain-lain. Dimana penyakit-penyakit tersebut penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan memaksa kita untuk mengubah “cara hidup”.
- Dengan dideritanya suatu penyakit kronis menimbulkan efek-efek psikologis bukan hanya pada penderita tapi juga bagi keluarga. Efek-efek tersebut biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi akibat penyakit kronis yang diderita pasien, misalnya dahulu biasanya makan apa saja, setelah sakit ada makanan-makanan yang harus dibatasi, dahulu tidak perlu minum obat sekarang harus rutin minum obat, dahulu tidak perlu mengalokasikan dana untuk periksa rutin kesehatan, sekarang perlu dan lain sebagainya. Perubahan itu memang terkadang tidaklah menyenangkan karena menuntut kita merubah cara kita hidup pada masa-masa sebelumnya. Perlu ada penerimaan, adaptasi, komitmen maupun konsistensi.
- Untuk melakukan keempat hal tersebut juga tidaklah mudah. Proses penerimaan saja biasanya melewati 5 tahapan yaitu tahap menyangkal, marah, menawar, depresi & akhirnya menerima (Taylor, 1999). Bahkan terkadang bila kita sudah pada tahap penerimaan, belum tentu kita selalu bisa menerima efek negatif yang ditimbulkan lagi oleh penyakit yang kita derita. Kemudian pada saat kita mencoba beradaptasi mungkin kita akan merasa sedih karena kehilangan dan berduka akibat kondisi tubuh tidak lagi seperti dulu, sehingga proses adaptasi menimbulkan lagi ketidaknyamanan secara psikologis bagi kita. Dan hal terakhir yang mungkin paling sulit dilakukan adalah menjaga komitmen dan konsistensi dalam menjalankan perubahan cara hidup. Mungkin kita bisa rutin minum obat, diet & berolah raga dalam waktu 3 hari, 1 minggu, 1 bulan. Namun bagaimana jika sudah dalam waktu 6 bulan, 1 tahun, 5 tahun. Biasanya akan ada masa-masa kita tergoda dan keluar dari komitmen dan konsistensi untuk menjadi tubuh tetap “baik”, setelah kita memiliki keterbatasan akibat penyakit.
- Memang tidak mudah untuk berdamai dalam keterbatasan perlu adanya penerimaan, adaptasi, komitmen dan konsistensi. Namun mungkin dengan menyadari bahwa apa yang kita miliki bahkan yang melekat dalam tubuh kita ini adalah titipan Tuhan & Tuhan sedang mengambil kembali apa yang sudah dititipkan-Nya pada kita, kita akan lebih mudah menerima keterbatasan yang terjadi akibat penyakit yang kita derita. Untuk itu kita harus mencoba untuk hidup dengan cara yang baru dengan belajar lagi, menambah informasi lagi baik dari tim medis atau pun sejawat yang memiliki masalah yang sama dengan kita dan mencoba menerapkannya dalam kehidupan kita, agar proses adaptasi berjalan dengan lebih mudah. Dukungan dan perhatian dari keluarga, orang-orang terdekat dan teman-teman, membantu kita menjaga komitmen dan konsistensi dalam menerima dan beradaptasi dengan keterbatasan yang dimiliki saat ini, agar kita melanjutkan kehidupan dengan lebih baik dan lebih bahagia. Keterbatasan bukanlah akhir dari hidup kita, namun awal kehidupan baru dan kehidupan harus tetap dijalankan dengan penuh kegembiraan walaupun ada keterbatasan.
No. | Pertanyaan dan Jawaban |
1 | Pertanyaan dari Troy Giovani: |
Malam mbak Citra. Saya Troy PH primer dari Bandung. Mau bertanya hal apa saja yang musti dilakukan? Agar membantu mengatasi kejenuhan karena selama ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena keterbatasan. | |
Jawab: | |
Mencoba hal-hal baru yang cocok dengan kondisi Troy sekarang. Misalnya mengembangkan hobi Troy atau kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di rumah seperti bisnis online sekarang sangat bisa dikendalikan dari rumah. | |
2 | Pertanyaan dari Arni: |
Saya Arni usia 36 tahun. Setelah sakit PH, banyak sekali kegiatan yang dulu bisa kita lakukan dengan mudah, sekarang tidak bisa. Bagaimana cara kita mengindari rasa putus asa akibat hal tersebut? | |
Jawab: | |
Memang dideritanya suatu penyakit pasti akan menghambat kegiatan kita sehari-hari. Dan dengan terhambatnya kegiatan kita sehari-hari akan membuat kita tidak nyaman dan akhirnya bisa mengakibatkan stress. Apalagi pada usia sekitar 30-50 adalah usia yang produktif. Pastinya dengan terhambatnya akan membuat tidak nyaman dan wajar apabila menimbulkan stress. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah adaptasi dan adaptasi memang sebuah proses. Banyak yang harus dilibatkan dalam proses tersebut, bukan hanya diri kita tapi lingkungan sekitar juga seperti keluarga & teman-teman dekat untuk mendukung kita bisa beradaptasi dengan keadaan baru. | |
3 | Pertanyaan dari Umi: |
Saya Umi usia 27 tahun dari Jogja. Mau menanyakan ketika kita down sakit dan kemudian berfikiran banyak hal yang belum bisa kita raih dengan kondisi yang seperti ini dan bahkan menyalahkan diri sendiri. Sebaiknya apa yang harus dilakukan? | |
Jawab: | |
Berdasarkan teori ketika seorang menghadapi suatu kondisi tidak nyaman mereka pasti tidak dapat langsung menerima kondisi tersebut. Umumnya melewati 5 proses penerimaan diri yaitu: | |
(1) menyangkal | |
(2) marah | |
(3) menawar | |
(4) depresi | |
(5) penerimaan | |
Tahapan mbak (namun perlu dipastikan dengan wawancara lanjutan) ada di tahap ke-2. Dimana ada emosi-emosi marah akibat kondisi penyakit yang diderita. Caranya bisa dengan mengalihkan kemarahan, tidak terlalu fokus pada hal-hal yang menimbulkan emosi marah. Bila diri sendiri tidak berhasil, kita bisa minta bantuan dari keluarga dekat kita untuk mencoba mengalihkan pikiran yang menimbulkan emosi, namun apabila diri sendiri tidak berhasil bisa meminta bantuan professional seperti Psikolog ataupun Psikiater untuk mengendalikan emosi-emosi marah tersebut. Biasanya mereka akan memberikan program-program terapi tertentu untuk membantu masalah psikologis. | |
Aas: | |
Saya tidak mau menjalani tahap ke-4 dari 5 tahap yang disebutkan di atas. Mungkin saya akan ambil solusi untuk lebih mengkonsultasikannya ke psikiater sesuai dengan saran yang disebutkan juga di atas. Terima kasih atas jawaban dan sarannya. | |
Jawab: | |
Boleh, bila di kota Aas ada psikolog boleh coba konsul. Akan lebih banyak menyelesaikan masalah-masalah terkait emosi-emosi negatif yang dirasakan. | |
Umi: | |
Menyalahkan diri sendiri apakah sebagian dari bentuk depresi? | |
Jawab: | |
Betul mbak Umi, terima kasih atas koreksinya. Iya bila memang sudah sulit diatasi ada baiknya konsul ke psikolog. Bila di luar negeri, memang ada psikolog-psikolog yang khusus mendampingi para penderita penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan dalam waktu panjang. | |
Umi: | |
Berarti saya ada di tahap depresi ya? Lalu sebaiknya apa yang harus saya lakukan? Kalau untuk membuang pikiran menyalahkan diri sendiri kok susah karena kalau pas down pasti seperti itu lagi. | |
Aas: | |
Saya juga depresi, dong? | |
Jawab: | |
Belum tentu ya, saya juga asesmennya kan sangat terbatas dan dalam kondisi kurang kondusif untuk memfokuskan pertanyaan, jadi ada baiknya konsul ke psikolog setempat. | |
4 | Pertanyaan dari Neneng Khuliah: |
Assalamualaikum, saya mau bertanya, ana saya Ziea dengan VSD severe & PDA. Anaknya aktif banget, diam paling kalau tidur. Bagaimana cara mengatasi keaktifannya karena saya khawatir kalau terlalu aktif akan membuat kondisi badannya drop. Terima kasih. | |
Jawab: | |
(tidak sesuai tema) | |
5 | Pertanyaan dari Eka Nur Kholifah: |
Selamat malam, saya Eka usia 25 tahun dengan PH berat. Saya buka les di rumah tapi saya tidak bisa mengajar lama jadi dibantu oleh nenek. Nenek saya sayang sekali dengan saya karena khawatir dengan saya jadi semua pekerjaan rumah nenek saya yang mengerjakan sampai badannya kurus. Saya mau bergerak tapi saya takut sesak, tapi juga tidak tega dengan nenek dan saya takut dimarahi semua keluarga & saya juga tidak mau bergantung dan berlindung di nenek saya. | |
Jawab: | |
Bersyukur sekali Eka memiliki keluarga yang sangat peduli dengan Eka. Memang ketika sakit, kita harus menyadari bahwa kita mulai mengalami keterbatasan-keterbatasan yang mungkin akhirnya perlu dibantu oleh orang lain. Dan terkadang itu membuat kita tidak nyaman, tapi memang sebetulnya hidup kita di dunia kan untuk saling membantu, doakan saja orang yang membantu kita mendapat balasan baik dari Tuhan. Mungkin apabila ada orang selain neneknya Eka yang bisa membantu akan lebih baik. | |
Di saat kondisi kita menurun karena sakit, berdasarkan teori kita memerlukan 3 macam bantuan: | |
(1) bantuan nyata/langsung (membantu kita dalam kegiatan sehari-hari; misal memberi kita makan bila kita tidak sanggup lagi, membersihkan pakaian bahkan badan kita, dll) | |
(2) bantuan informasi (tentang penyakit, layanan keseharan, praktek dokter yang tepat, dll) | |
(3) bantuan finansial (terkait dengan pengobatan ataupun hal-hal finansial yang diakibatkan oleh penyakit) | |
Nah, ketika kita mau meminta bantuan, memang kita perlu mengidentifikasi pihak mana yang cocok diminta bantuan berdasarkan kategori tersebut. | |
Eka: | |
Saya di rumah hanya tinggal dengan nenek. Iya mbak, terima kasih. | |
Jawab: | |
Ini yang mungkin agak menyulitkan, mungkin saran saya coba didiskusikan dengan keluarga bagaimana baiknya. | |
6 | Pertanyaan dari Aas: |
Malam, saya Aas usia 25 tahun dengan ASD PH. Pertanyaan saya sebenarnya tidak beda dengan mbak Arni namun di sini juga saya kesulitan untuk memaafkan diri sendiri. Saya selalu marah di saat tidak lagi mampu mengerjakan hal-hal yang tidak bisa lagi saya kerjakan. Tidak jarang saya membantingkan kepala sendiri ke tembok atau pukul-pukul tembok sampai tangan berdarah. Bagaimana caranya supaya saya bisa lebih bisa kontrol emosi dan bisa memaafkan diri sendiri? Saya benci dengan diri saya yang sekarang ini. | |
Jawab: | |
(Dijawab di nomor 3) | |
7 | Pertanyaan dari Amah Suryadi: |
Saya Amah Suryadi usia 50 tahun dari Purworejo. Bagaimana cara mensiasati aktifitas biar badan tidak terlalu kecapekan dengan usia segini saya masih harus berkerja 8 jam dalam sehari sedangkan setelah pulang kerja mesti tepar karena kecapekan. Saya dengan ASD sekundum post op tahun 2006. | |
Jawab: | |
8 | Pertanyaan dari Dhian Deli: |
Selamat malam mbak Citra, saya Dhian usia 43 tahun dengan PH sekunder, masih PNS aktif. Pertanyaannya bagaimana memberitahukan atasan tentang keterbatasan saya, karena tidak cuma sekali dua kali saya memberitahukan tapi atasan saya tetap tidak mengerti atau lupa, dan tetap diberikan tugas-tugas juga harus perform seperti orang sehat lainnya. Apa saya perlu pura-pura pingsan? Hehe. Terima kasih. | |
Jawab: | |
Ada baiknya ketika menjelaskan terkait penyakit yang kita derita pada atasan atau pihak kantor kita menyertakan surat keterangan dari dokter dan menjelaskan keterbatasan yang mungkin timbul akibat penyakit yang kita derita. Dan ada baiknya ketika kita menjelaskan tentang informasi tersebut kita benar-benar meminta waktu beliau agar informasi yang kita jelaskan bisa ditangkap dengan baik setidaknya 30% dari informasi yang kita sampaikan. | |
Dhian Deli: | |
Bagaimana mengatasi tatapan heran plus kepo dari orang-orang jika kita terihat letih lesu lemah lunglai. Padahal kita itu lagi ngos-ngosan mengatur napas. Biasanya kalau kita naik kendaraan umum misalnya KRL, karena kita termasuk unik, healthy outside but memble inside. | |
Jawab: | |
Nah ini yang paling menyebalkan ya. Bukannya bantuin malah sibuk nanya dulu. Biasanya gangguan-gangguan yang tidak menyenangkan ini bisa sedikit dihindari dengan membuat satu jawaban simple yang kita siapkan, supaya ke-kepo-an orang-orang bisa berhenti dan tidak lagi membuat kita tidak nyaman. Siapkan saja satu jawaban yang bisa membuat mereka berhenti kepo. | |
9 | Pertanyaan dari Caecilia Rina: |
Malam mbak Citra, saya Caecilia Rina usia 56 tahun dengan PH primer. Saya karyawan swasta. Saya sudah sangat menerima kondisi saya, inginnya berbuat baik pada siapa saja tapi ternyata semua itu perlu orang lain yang membantu. Disinilah saya jadi konflik dengan diri sendiri, ternyata harus merepotkan orang lain. | |
Jawab: | |
Ketika tidak berdaya memang suatu hal yang menyedihkan, namun begitulah kodrat manusia, perlu saling membantu dan perlu saling dibantu. Kadang kita perlu menerima kondisi ini agar kita bisa dengan bijak dan baik meminta pertolongan pada orang lain. | |
Tapi kita juga jangan fokus bahwa kita tidak berdaya dan perlu ditolong oleh orang lain. Mungkin kita bisa bilang begini, saat ini saya sedang butuh pertolongan, supaya saya bisa cepat pulih dan bisa mandiri kembali. | |
Mungkin ketika kita meminta pertolongan pada orang lain, pastikan kita memang sangat membutuhkan pertolongan tersebut dan kita memang sudah tidak melakukannya lagi. Jangan juga penyakit yang kita derita menjadi alasan kita ingin ditolong terus, cari celah-celah dan bagaimana agar kita tetap mandiri. Tapi bila memang kita sudah tidak mampu lagi, meminta pertolongan adalah hal yang bisa dilakukan. | |
Dan jangan salah dalam program manajemen stress bagi para penderita kanker payudara (kebetulan penelitian saya banyak di area kanker payudara), diajarkan teknik-teknik meminta bantuan. | |